[3] 3log2 = p dan 3log7 🏫 Rapat
Murid di setiap sekolah mana pun rasanya sangat menyukai momen di mana para dewan guru sedang mengadakan rapat, termasuk SMA Cendikia Luhur.
Karena dengan begitu mereka bisa pulang cepat, atau dibiarkan di kelas masing-masing tanpa menerima tugas dari guru mata pelajaran.
Namun, pada SMA Cendekia Luhur mereka tidak berada di dalam kelas. Siswa-siswi berada di luar kelas dengan kegiatan yang mereka kehendaki. Ada yang berolahraga, di kantin, atau perpustakaan.
Para dewan guru Cendikia Luhur sedang berkumpul di ruang rapat , duduk di kursi dengan meja panjang sebagai pembatas antar guru satu dan yang lainnya. Membahas tentang olimpiade matematika tahunan.
Pada setiap tahunnya, SMA Cendikia Luhur keluar sebagai juara. Namun, tidak untuk tahun lalu. Mereka harus berbesar hati menelan pil pahit. Itu semua dikarenakan Qyara yang tidak hadir pada olimpiade, dan harus digantikan siswa lain dengan persiapan jauh dari kata matang.
"Jadi bagaimana untuk tahun ini? Haruskah mencari siswa lain yang akan dikirim ke olimpiade matematika? Atau mengirimkan Qyara Cleire lagi?" tanya kepala sekolah pada dewan guru yang hadir.
"Saya hanya percaya kemampuan Qyara, belum ada menyamai kemampuannya," ujar seorang guru pria yang tak lain adalah guru matematika kelas sepuluh.
"Saya pun sama, saya masih berharap Qyara yang dikirim mengikuti olimpiade tahun ini," timpal guru lainnya.
Chagra yang baru dua hari menjadi guru matematika di Cendikia Luhur, tentu tidak akan mengetahui bagaimana prestasi Qyara. Terlebih Sehan sang kakak tidak pernah membangga-banggakan atau sekadar bercerita tentang kemampuan akademik adik-adiknya, selain mengeluh tentang kenalan mereka.
"Saya tidak setuju! Kenapa harus anak itu? Anak yang bisanya hanya membuat onar saja," sela salah satu guru wanita dengan logat Batak yang kental.
"Iya, Qyara memang suka keluar masuk ruang konseling, tapi hal itu masih tahap wajar mengingat peralihan dari masa remaja menuju dewasa. Jangan karena hal tersebut kita melupakan kelebihan yang dia miliki." Guru BK menanggapi.
Chagra yang sedari tadi hanya menyimak mengerutkan dahi beberapa kali. Kepalanya timbul beberapa pertanyaan, yang masih dia cari jawabannya.
"Pak Chagra, menurut Bapak bagaimana?" Seorang guru melemparkan pertanyaan.
Chagra tersentak, wajahnya menoleh ke arah guru yang mengenakan hijab rapi yang diketahui Chagra sebagai guru bahasa Indonesia kelas sebelas.
"Maaf, sebelumnya. Ini murid yang bernama Qyara, benarkah Qyara yang ...." Chagra mengantungkan kalimatnya, mencoba memecahkan teka-teki di kepalanya.
"Iya, Pak. Qyara Wistara. Anak kelas XI MIPA 1," sambung sang guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelas Qyara.
Benarkah Qyara memiliki kemampuan akademik semenakjubkan itu. Murid yang terkenal kerap kali bermasalah, bahkan kakaknya sendiri mengaku menyerah mendisiplinkan sang adik.
"Selain Qyara, apakah ada murid lain yang mungkin menyamai kemampuannya?" tanya Chagra.
"Sayangnya belum ada, Pak."
Chagra mengangguk, tidak heran jika muridnya satu itu memiliki kecerdasan demikian, mengingat Sehan kakaknya pun memiliki kemampuan kecerdasan yang tidak jauh berbeda.
"Bukankah dia punya adik di kelas sepuluh. Bagaimana dengan adiknya?"
"Renjunand tidak begitu menguasai matematika, Pak. Saya perhatikan minatnya di mapel ilmu sains," sahut wali kelas Juna.
Lagi-lagi Chagra mengangguk paham. "Lalu masalahnya apa? Kenapa tidak mengirimkan Qyara saja jika kemampuannya tidak diragukan lagi."
Chagra sangat tidak mengerti, jika memang Qyara mumpuni kenapa tidak dia saja langsung ditunjuk. Bukannya masalah selesai?
"Masalahnya, Qyara selalu menolak untuk olimpiade tersebut, atau bahkan olimpiade lainnya," jelas sang wali kelas, "bagaimana jika Pak Chagra saja yang membujuknya, sekaligus jadi mentornya."
Chagra menelan ludah susah payah, tipe murid atau bahkan wanita yang seperti Qyara adalah paling yang tidak Chagra sukai. Jika perlu dia akan menghindari agar tidak bertemu, tapi kenapa justru harus berurusan dengan membujuk segala.
"Ke-kenapa harus saya, Bu?"
"Saya lihat kemarin Qyara cukup dekat dengan Bapak."
Chagra menggaruk dahinya dengan telunjuk. "Baiklah, Bu. Akan saya coba."
-o0o-
Di kantin Cendikia Luhur, Qyara dan kedua temannya duduk di bangku kantin, menikmati camilan di atas meja dengan kegiatan masing-masing. Egi sibuk dengan idola koreanya, Yeri dengan video tutorial makeup yang dia tonton. Qyara? Pikirannya sibuk travelling memikirkan bagaimana caranya agar punya alasan untuk bisa bertemu atau bahkan ngobrol dengan Chagra sang guru matematika.
"Kira-kira Kak agra lagi ngapain, ya," gumam Qyara yang sukses membuat kedua temannya menoleh ke arahnya.
"Gue nggak salah dengar, 'kan? Lo nyebut Pak Chagra dengan panggilan 'kak'," ujar Yeri yang sudah menghentikan video yang dia tonton.
"Iya, nih. Sejak kapan sih lo seakrab itu sama guru matematika baru. Lo bilang nggak kenal." Egi menimpali.
"Tumben lo cepat tanggap, Gi. Pinter ih Egi kali ini." Yeri memuji Egi yang terdengar seperti cibiran dalam waktu bersamaan.
Qyara memutar mata melirik Egi. "Lo beneran nggak ingat, Gi? Kak Agra yang dulu sering ke rumah gue. Temennya abang gue. Terus pas kita kelas delapan dia hilang nggak tahu ke mana." Qyara masih berusaha mengingatkan Egi, tetapi rasanya percuma.
Egi menggaruk kepalanya, mencerna ucapan Qyara. "Kak Agra mana sih, Qy. Gue aja baru lihat kemarin."
"Ah, sudahlah! Susah nyuruh lo yang otaknya penuh sama kpop," sungut Qyara yang meraih satu bungkus keripik kentang, "mending gue makan aja, ngisi energi buat ketemu kak Ag-"
Ucapan Qyara terpotong oleh dehaman keras di sampingnya, Qyara menoleh sedikit mendongak. Matanya menangkap sosok anak perempuan berdiri menatapnya sembari bersedekap.
"Ngapain kalian di sini?" tanyanya sinis.
"Lo nggak buta kan, Kak? Menurut lo kita ngapain di sini? Main opera?" balas Qyara yang tak kalah ketus.
"Heh, Clei. Semua orang tahu, ini meja tempat kita."
Kepala Qyara diputarnya, memperhatikan wajah Nayla sang kakak kelas dan dua temannya di belakang, Qyara berdecak. "Kak, ini kantin, tempat umum. Bukan punya bokap lo, kalo lo mau ngaku ini meja lo bukan di Kantin Cendikia Luhur, tapi di Cendikia Bakti sana."
"Lo nggak usah lancang, ya. Lo tuh di keluarga kita cuma anak ti—"
Suara dehaman keras terdengar, bukan cuma sekali, tapi tiga kali. Nayla menoleh, wajahnya berubah pias saat mendapati Juna, Haechan, dan Fiandra sudah berdiri di belakangnya. Nayla memilih pergi dari sana, meninggalkan Qyara dan teman-temannya dengan hati dan perasaan kesal.
"Akhirnya lega!" Egi mengembuskan napasnya.
"Heran! Sepupu lo kenapa sih, Qy. Demen banget cari masalah sama lo."
"Bukan sepupu gue, ya. Itu sepupu Juna," tunjuk Qyara pada Juna yang baru saja siap mengambil posisi duduk.
"Enak aja! Dia bukan sepupu gue juga ya. Sepupu Bang Sehan tuh."
"Lagian bokapnya kan ketua yayasan Cendikia Bakti, ngapain dia sekolah di sini, sih." Yeri ikut menimpali.
Nayla putri adalah anak dari adik mendiang ibu Sehan. Ayahnya pendiri SMA Cendikia Bakti, sekolah yang sengaja didirikan untuk menjadi pesaing Cendikia Luhur.
"Buah jatuh nggak jauh dari pohon. Dulu bokapnya berambisi mau nguasai Yayasan Cendikia Luhur, tapi Eyang Kakung malah buat wasiat kalo Yayasan Cendikia Luhur diserahkan ke papi sebagai menantunya bukan ke nyokapnya," ujar Juna menjawab pertanyaan Yeri.
Tangan Juna meraih snack yang sudah terbuka. Menjejalkannya ke dalam mulut.
"Lo tahu dari mana, Njun? Jangan ngarang ya. Nanti jatuhnya fitnah." Qyara tidak suka jika adiknya berbuat seperti itu.
Juna menyeruput minuman Qyara, sebelum akhirnya menjelaskan kembali.
"Sebelum papi sama mami ke Canada, gue nggak sengaja dengar papi lagi ngobrol sama Bang Sehan. Pokoknya intinya papi nyuruh Bang Sehan buat ngurusin Yayasan Cendikia Luhur. Papi mau fokus ke bisnis di Canada."
Tangan Juna kembali meraih camilan, sementara yang lain menyimak apa yang akan Juna sampaikan selanjutnya.
"Papi bilang, Eyang pesan jaga Yayasan ini dengan baik. Karena Eyang percaya Yayasan ini dipegang sama papi. Makanya Eyang buat wasiat demikian sebelum beliau meninggal. Dulu sempat tegang dengan wasiat itu, harusnya kan, ini jatuh ke alharhumah mama atau nggak ke Tante Reyna nyokapnya Nayla sebagai anak kandung Eyang kakung."
"Terus urusan mau nguasai apa, Njun?" tanya Qyara tidak sabaran.
"Bokapnya Nayla itu, Kak. Eyang bilang bokapnya Nayla itu terlalu tamak. Dia pengin Yayasan Cendikia Luhur diwasiatkan untuk Tante Reyna, biar bokapnya Nayla bisa ngambil kendali penuh gitu."
"Jadi maksudnya, Cendikia Bakti didirikan bokap Nayla karena pelarian nggak bisa ambil kendali di Cendikia Luhur, gitu?"
"Ya, kurang lebih gitu, deh," tandas Juna.
"Urusan keluarga kalian ribet, ya," celetuk Haechan.
"Masih lebih ribet urusan perasaan lo sama Kak Yeri," ketus Juna yang tidak terima keluarganya di bilang seperti itu.
"Kenapa bawa-bawa perasaan gue, sih." Haechan sudah menaikkan satu nada suaranya.
Juna tak mau kalah. "Emang benar, 'kan?"
"Gelud terus!" sindir Fiandra yang akhirnya membuka suara.
"Eh, tapi by the way. Nayla tadi kok langsung ciut ya waktu lihat kalian bertiga," imbuh Yeri.
"Itu karena dia ada Fiandra, dia jaga imej," sahut Egi yang sudah mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.
Mata Yeri membesar. "Dia suka sama Fian? Nggak heran sih, senyum Fian kan mengalihkan dunia cewek-cewek Cendikia Luhur. Gitu tuh, kalo gula di kasih nyawa," puji Yeri yang lagi-lagi tidak terdengar seperti pujian.
"Bukan suka Fian, tapi suka Kak Dyo. Kakaknya Fian." Qyara memperjelas ucapan Egi.
"Iya, jadi Bang Sehan sama Kak Dyo, kakaknya Fian itu temenan. Waktu kita SMP gue masih sering lihat Kak Dyo main ke rumah Qyara, sebelum akhirnya dia tugas ke Kalimantan."
Qyara mengebrak meja. "Nah! Kak Dyo lo ingat. Masa Kak Agra lo nggak ingat sih, Gi. Mereka kan temenan bertiga." Qyara kembali mengingatkan pada Egi siapa Chagra.
"Eh, tunggu. Iya, ya. Dulu mereka bertiga. Bang Sehan, Kak Dyo jadi tentara, terus satu lagi ...."
"Satu lagi ya Kak Agra, Gi. Chagra Alaric."
"Oh, yang paling tinggi kayak tiang listrik pinggir jalan?" ucap asal Egi.
"Sialan! Sembarangan aja kalo ngomong. Ingat kan, Gi?"
Egi menyengir memperlihatkan senyumnya dan mata sipitnya yang sudah berubah jadi lengkung bulan sabit. "Lupa-lupa ingat, Qy."
Qyara mengambil napas panjang, menghela dengan perlahan. "Nyesel gue. Sumpah nyesel banget gue. Ngapain juga nyuruh dia ngingetin, udah tahu otaknya isinya kpop semua," sungut Qyara.
Tanjung Enim, 14 Desember 2020
Halo, apa kabar? Selamat hari Senin.
Oh iya. KGKS akan aku update setiap hari Senin. Hari Jumat hari tidak wajib.
Salam sayang ♥️
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top