[21] Infinity
Hari ini, hari yang kutunggu.
Ku akan kencan denganmu.
Berjalan dua-duaan dengan dirimu.
Nyanyian dari speaker memutar musik di kamar Qyara terdengar suka cita. Lagu yang bisa dikatakan lagu lama itu cukup mewakili apa yang sedang dirasakan Qyara saat ini.
Sesuai kesepakatan yang dibuat antara Qyara dan Chagra, hari ini mereka menghabiskan weekend berdua. Melupakan sejenak olimpiade dan rumus matematika, mencari kesenangan yang akan mereka berdua ukir.
Qyara keluar dari kamar mandi, rambutnya yang basah dililit handuk. Langkahnya bergerak ke wall in closet, tangannya membuka lemari tinggi dengan desain dipenuhi kaca itu.
"Kucoba semua baju baruku, biar cantik di depanmu. Berjuta rasa di dada seindah langitku." Qyara masih bersenandung mengikuti alunan musik lagu itu.
Anak remaja itu mengeluarkan beberapa opsi pakaian yang akan dia kenakan untuk pergi bersama Chagra, yang ia sebut kencan. Qyara berputar-putar di depan lemari kaca, satu dress berwarna hijau tua ia sejajarkan di depan tubuhnya.
Gadis itu masih asyik dengan dunianya, merapalkan tiap lirik lagu dengan indah, tanpa Qyara tahu pintu kamarnya diketuk berulangkali dan ada Sehan sudah berdiri di ambang pintu.
Qyara duduk di depan meja riasnya, menyapu wajahnya dengan riasan tipis. Bibirnya ia poleskan pelembab dan liptint.
Qyara meraih sisir, merapikan rambutnya yang panjang. Senyum tiba-tiba terkembang saat bagian lirik dari lagu paling ia sukai. Ia kembali berdiri, bak penyanyi sesungguhnya gadis itu melanjutkan nyanyiannya dengan sisir di tangan sebagai mikrofon.
"Inikah, rasa cinta. Tak bisa kupahami, dari mana datangnya. Berbagai rasa yang ada di hati ... eh, Bang Sehan."
Qyara berhenti bernyanyi, netranya menatap canggung Sehan yang bersandar di pintu kamarnya. Senyum sang kakak tertarik lebih tinggi.
"Kok, stop? Padahal abang baru juga menikmati suara emas kamu."
Sehan tidak berbohong, darah seni ibu sambungnya itu mengalir kental di kedua adiknya. Baik Qyara ataupun Juna, sama-sama memiliki suara merdu mewarisi dari sang ibu.
Qyara cemberut, wajahnya ditekuk. "Abang ngeledek?"
"Dih, nggak percaya. Abang serius, kamu sama Juna itu suara kalian bagus sama kayak suara mami. Mau ke Korea nggak?"
Qyara mengernyitkan dahi, masih belum mengerti maksud dari kakaknya saat negeri ginseng itu disebut. "Apa hubungannya suara sama Korea, sih, Bang?"
"Ya, siapa tau kamu sama Juna mau jadi idol Korea."
"Apaan, sih, Bang!"
Sehan tergelak melihat wajah sebal adiknya, ia paham sang adik sangat tidak menyukai menjadi pusat perhatian. Katanya, menyandang status sebagai anak pemilik yayasan saja sudah membuat berat beban hidupnya, dengan segala gerak-gerik diawasi, harus menjadi tauladan bagi siswa lain, menjaga nama baik yayasan. Bagaimana menjadi seorang idola yang semua ruang gerak terbatas, bisa stres hanya memikirkannya saja.
"Ada Kak Agra tuh di bawah. Katanya mau ngajakin jalan." Sehan memicingkan matanya menatap Qyara. "Mau jalan ke mana?"
"Hmm ... mau nonton doang, kok, Bang. Kata Kak Agra refreshing, biar nggak terlalu stress ngadepin olimpiade nanti."
Sehan mengangguk, garis senyumnya tertarik tipis. "Ya, udah buruan. Udah cantik nggak usah lama-lama dandannya," goda Sehan berlalu meninggalkan Qyara.
Qyara kembali ke depan meja riasnya, memastikan riasan di wajahnya. Gadis itu bergegas menyambar sling bag dan flat shoes-nya. Menuruni anak tangga tidak sabaran, matanya langsung menangkap Chagra di tengah ruangan bersama Sehan.
"Kak, aku udah siap." Qyara menginterupsi kedua pria dewasa di depannya.
Chagra mengalihkan pandangannya ke Qyara. Senyumnya terbit, ia berdiri dari duduknya. "Berangkat sekarang?"
Qyara hanya mengangguk antusias. Setelah berpamitan dengan sang kakak mereka berjalan beriringan ke pintu utama. Sehan masih menatap teman dan adiknya itu, waktu begitu cepat berlalu. Qyara si adik kecilnya sudah tumbuh menjadi gadis cantik.
"Bang, siap-siap!" Pertanyaan itu menyentak Sehan.
Sehan menolah ke samping, Juna sudah berdiri menghadapnya. Dahi Sehan mengernyit. "Siap-siap, ke mana?"
Juna berbalik melangkah lebar. "Siap-siap dilangkahi sama Kak Cleire!" teriak Juna berlari kencang ke kamarnya.
***
Mobil Chagra berhenti di pelataran sebuah mal terbesar di Jakarta. Senyum Qyara tak hentinya terpatri sejak meninggalkan rumah hingga sampai tujuan. Kepalanya memikirkan hal menyenangkan apa saja yang akan ia lakukan hari ini.
Pintu di samping kiri Qyara terbuka, Chagra membukakan pintu untuknya. Pria itu sudah berdiri gagah, membuat mata Qyara tak hentinya menatap takjub.
Chagra mengulurkan tangannya. "Ayo turun," ajaknya.
Tidak perlu menunggu instruksi selanjutnya, segera Qyara sambut dengan bahagia. "Kita berasa ngedate, ya, Kak."
Chagra terkekeh, refleks pria itu mengusap puncak kepala dan pipi gadis itu. Langkah terus mereka ayunkan memasuki pusat perbelanjaan, sampai ... berhenti di depan sebuah toko perhiasan dan aksesoris.
Tangan Chagra meraih pergelangan tangan Qyara memasuki toko tersebut. Qyara tidak protes saat tubuhnya sudah dituntun masuk ke sana, jangankan mau protes gadis itu justru sibuk dengan pipinya yang menghasilkan sensasi hangat saat Chagra menggenggam erat telapak tangannya.
Di depan sebuah etalase kaca panjang, terpajang bermacam perhiasan dan segala macam aksesoris perempuan. Qyara melirik Chagra, pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya.
"Mbak, ambil pesanan saya." Chagra menyerahkan kertas berwarna kuning struk bukti pemesanan dan pembayaran kepada seorang wanita yang berdiri di balik etalase.
"Baik, Mas. Tunggu sebentar, ya."
Qyara masih bingung untuk apa dirinya diseret ke sini? Lalu apa yang Chagra pesan? untuk siapa? Semua pertanyaan nakal seketika memenuhi kepalanya.
"Clei, kamu bantu pilih, ya."
"Hah? G-gimana, Kak?"
Chagra tersenyum. "Saya mau beri seseorang hadiah. Kamu bantu saya pilihkan."
Qyara menatap datar. "Seseorang? Siapa?"
Chagra melipat tangannya di dada. "Dia perempuan berusia tujuh belas tahun, masih sekolah kelas sebelas, dia murid saya yang sekarang sedang giat belajar buat olimpiade matematika tahunan. Saya mau kasih hadiah buat penyemangat."
Mendengar penjelasan tentang seseorang itu, pipi Qyara semakin bersemu merah. Bolehkah ia percaya diri? Bahwasanya semua petunjuk itu semua mengarah ke dia.
Qyara bergerak bergeser ke etalase sebelahnya, netranya menelisik setiap barisan perhiasan itu. Semua terlihat cantik di matanya, ia sampai bingung mau pilih dengan model seperti apa.
Gadis itu mendongak. "Kak, kira-kira dia suka kalung atau gelang?"
"Apa pun yang kamu pilih, sepertinya dia suka."
Mata Qyara kembali menekuri isi etalase yang berjajar di hadapannya, gerak pelannya terhenti pada satu titik, atensinya jatuh pada kalung dengan mainan kupu-kupu.
"Lucu banget," gumamnya.
"Yang mana?" tanyanya.
Qyara menunjuk pada sesuatu yang menjadi pusat perhatiannya, senyumnya merekah membayangkan benda cantik itu melingkar di lehernya.
"Mbak, yang ini bisa lihat?" Chagra bertanya pada pegawai di depannya.
"Kebetulan yang ini ada silver dan gold. Mau yang mana, Mas?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, Chagra menoleh meminta bantuan Qyara lagi. Perempuan itu segera menjawab. "Silver."
Mendengar jawaban pasti Qyara, mengundang kekehan dari Chagra dan pegawai tersebut.
"Baik, akan saya ambilkan yang silver, ya."
Setelah kalung itu diambil dan disimpan di atas etalase, Chagra memperhatikan kalung tersebut, tangannya mengusap pelan pada mainan kupu-kupunya. Senyumnya tertarik.
"Saya ambil yang ini, Mbak."
Sang pegawai mengangguk. "Baik, silakan ke kasir untuk pembayaran ya, Mas."
Langkah Chagra bergerak mengikuti pegawai itu, setelah menyerahkan pada kasir pegawai itu berlalu kembali pada tugasnya. Lama Qyara menunggu Chagra yang sedang menyelesaikan pembayaran, senyumnya terangkat saat netranya menangkap Chagra yang sudah berjalan menghampirinya.
Tangan Chagra berdiri di depan Qyara, ada dua paper bag berukuran kecil yang Chagra jinjing. Satu ia buka, mengeluarkan kotak segi empat yang tersimpan di dalam sana.
Qyara mengernyitkan dahi, yang ada di dalam kotak itu bukan kalung yang ia tunjuk tadi. Melainkan sebuah gelang silver dengan mainan seperti angka delapan, yang biasa dikenal dengan lambang infinity. Ada dua huruf yang tergantung di antara lambang itu, yaitu huruf Q dan C.
Chagra meraih pergelangan kiri Qyara, memakaikan gelang tersebut pada gadis itu. Mata Qyara mengerjap beberapa saat.
"Ini untuk aku, Kak?"
"Ini sengaja saya pesan, agar tidak sama dengan yang lain."
"Ah ... makasih, Kak," ucap Qyara semangat.
"Nggak usah heboh, Clei," tegur Chagra. Sungguh ia sangat tidak menyukai anak yang suka heboh sendiri.
Chagra sibuk mengaitkan gelang itu di tangan Qyara, pipi gadis itu bersemu merah, jantungnya berpacu dua kali lipat.
"Ini lambang infinity artinya tak terhingga, kan?"
"Hmm ... benar sekali."
"Maksud inisial huruf Q dan C, Qyara Chagra?"
Chagra terkekeh. "Itu nama kamu. Qyara Cleire."
Gelang itu sudah tersemat di pergelangan tangan Qyara. Gadis itu menelisik perhiasan yang katanya secara khusus Chagra pesan untuknya. Lalu, kalung yang ia pilih tadi? Untuk siapa?
Ah, mungkin nanti sebagai hadiah kalau aku menang olimpiade matematika.
Belum juga degub jantung Qyara mereda, kini harus berpacu lebih cepat lagi saat telapak tangannya di genggam Chagra, berjalan ke luar toko dengan bergandengan.
Baru juga beberapa langkah mereka melangkah meninggalkan toko perhiasan, suara lain memanggil dan menginterupsi. Tanpa berniat melepaskan genggaman tangannya, Chagra menoleh.
Seorang gadis dengan wajah cantik berdiri di hadapan mereka. Wajahnya yang kecil dibingkai kacamata bulat. Usianya kira-kira sama seperti Qyara, senyumnya lebar menambah kesan manis di wajahnya.
"Kak Chagra lagi jalan sama Cleire?" tanyanya retoris.
Qyara memutar mata malas menatap tingkah si gadis yang berbicara dengan nada lembut, tapi menyimpan siasat di kepalanya.
Ah, katakanlah Qyara cemburu pada si gadis yang terlihat akrab dengan Chagra, sehingga ia bisa berprasangka buruk.
Sepuluh menit obrolan basa-basi itu berlangsung. Akhirnya, selesai juga. Sungguh Qyara sangat muak. Si gadis itu sudah kembali berjalan bersama teman-temannya.
"Kamu nggak tegur sapa dengan Naira? Dia, kan sepupu kamu."
"Sepupu tiri, keluarga mereka nggak pernah nganggep aku sebagai keluarga," lirih Qyara menundukkan wajahnya.
Ya, gadis yang baru saja meninggalkan mereka adalah Naira, sepupu Qyara, adik dari Nayla.
— Bersambung —
Tanjung Enim, 19 Juli 2021
Halo selamat hari Senin. Yang masih sekolah sudah libur kah? Besok lebaran idul Adha. Maaf lahir batin ya. Maafkan Qyara yang suka membuat onar. 😂
Salam sayang
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top