[18] 🏫 Lanjutkan, Qyara!
"Pacaran yuk, Kak."
❤️❤️
Chagra tersedak mendengar ucapan konyol Qyara mengajaknya berpacaran. Dahinya mengkerut, menelan susah payah sisa minuman perpaduan teh dan buah lemon tersebut, yang masuk ke tenggorokan secara paksa. Sudut mata Chagra berair.
"Santai aja dong, Kak. Baru juga diajak pacaran belum ke pelaminan."
Chagra mendesis, matanya terpejam beberapa detik. "Kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan?"
"Ya sadar dong! Kalo aku pingsan, jangankan ngajak pacaran, Kak. Bangun aja nggak. Gimana, sih."
Chagra menggerakkan kepala ke kanan ke kiri, segala ucapan Chagra akan selalu ada sanggahan dari Qyara. Adik dari sahabatnya ini benar-benar berbeda dari sang kakak.
"Kamu sudah selesai makannya? Kalo udah kita ke atas, kamu harus segera belajar," tegas Chagra seraya melayangkan tatapan datar tanda tidak mau dibantah.
Qyara melanjutkan makan siangnya, matanya mengamati sekitar kafe yang cukup tenang. Senyumnya terkembang saat melihat salah satu pegawai kafe.
"Kakak sering ke sini?" tanya Qyara.
"Lumayan. Pemiliknya temen saya." Chagra menyeruput minumannya.
"Berarti kenal dong sama cowok itu," tunjuk Qyara pada laki-laki yang sedang sibuk membereskan meja pelanggan.
Chagra mengalihkan atensinya pada laki-laki itu. "Oh, dia pekerja part time. Mahasiswa semester awal," ujar Chagra memberi tahu tentang pegawai paruh waktu di kafe ini.
"Dia Chinese?" tanya Qyara lagi.
Chagra berdeham, memicingkan matanya dengan tangan terlipat di depan dada. "Kamu suka? Sama cowok itu?"
Qyara menggeleng kuat. "Nggak. Aku kalo lihat cowok mata sipit tuh suka keinget sama Egi. Dia suka tipe-tipe model begini."
"Oh, Egi. Kirain kamu."
Mata Qyara terus memperhatikan cowok itu, sesekali menghela napas saat yang menjadi pusat perhatiannya masuk ke ruangan khusus karyawan. Namun, senyum Qyara terkembang lagi saat netra menangkap sosok itu keluar dari ruangan khusus.
Chagra mengetuk meja di depan Qyara. "Katanya nggak suka, tapi kok dilihat terus!" seru Chagra. "Kalau suka bilang aja, nggak usah teman jadi alasan. Mau nomor kontaknya nggak?"
Qyara mengalihkan atensinya menatap Chagra, matanya berbinar. Kepalanya mengangguk cepat. "Mau, Kak."
Chagra mengulurkan tangan, menadahkan ke depan Qyara. "Mana ponsel kamu."
Qyara menuruti permintaan Chagra, mengangsurkan ponselnya. Chagra mencatatkan nomor di ponsel Qyara tanpa nama. Membuat kembali bertanya siapa nama pegawai tersebut.
"Namanya siapa, Kak?"
"Tanya aja nanti kalo udah kenalan," sahut Chagra enteng.
Qyara membuka aplikasi kamera ponselnya. Mengarahkan pada laki-laki tersebut. Dia tidak tahu saja jika sejak tadi jadi bahan perbincangan. Tangan Chagra terulur mencegah aksi Qyara.
"Nggak baik motret orang tanpa izin. Kamu bisa kena UU," imbuh Chagra.
"Mas." Qyara mengangkat tangannya, memanggil orang yang akan dia foto.
Dengan ramah tamah laki-laki itu mendekat ke meja Qyara dan Chagra. Bola mata Chagra membesar, seperti akan keluar dari kelopak matanya.
"Ada apa, Kak? Ada—" Laki-laki itu menjeda ucapannya saat melihat sosok Chagra di hadapan Qyara. "Loh? Bang Agra, gue kira tadi siapa."
Chagra hanya tersenyum tipis menanggapi pria itu. Namun, atensinya beralih ke Qyara saat suara muridnya itu sudah terdengar.
"Mas, boleh ambil fotonya nggak?" tanya Qyara tanpa ragu, "boleh kenalan nggak?"
Suara dehaman Chagra membuat Qyara meralat ucapannya. "Maksudnya, mau aku kenalin sama temen aku nggak?"
Si pria hanya tersenyum. "Berapa foto, Mbak?"
Qyara mengacungkan telunjuknya ke depan wajah. "Sekali aja cukup kok. Aku foto ya? Pose yang ganteng, Mas. Eh, nggak ding, Mas udah ganteng."
Celetukan Qyara membuat si pria terkekeh, matanya yang sipit turut tersenyum menyisakan satu garis. Qyara mengusap layar ponselnya, matanya berbinar melihat hasil tangkapan kamera ponselnya.
Qyara mengalihkan atensinya menatap si pria yang sudah berdiri di samping Chagra, obrolan ringan tercipta sejenak sebelum akhirnya Qyara kembali mengutarakan niatnya, menginterupsi kegiatan dua pria tersebut.
"Mas, boleh foto lagi? Sama ... aku?"
"Lanjutkan, Qyara!" timpal Chagra disertai dehaman keras.
Qyara hanya menyengir, menampilkan deretan gigi rapinya. Sementara Chagra melirik tajam pada sang pegawai kafe. Beruntung, laki-laki itu cukup peka jika keadaan sedang tidak bersahabat.
"Kalau begitu, saya permisi, Bang. Selamat menikmati dan ...."
"Eh, Mas. A-aku belum tahu namanya si—" Kalimat Qyara menggantung saat mendengar ucapan selamat dari sang pegawai.
"Selamat ngedate," goda si pegawai seraya terkikik meninggalkan meja Chagra dan Qyara.
Medengar kata ngedate senyum Qyara terangkat tinggi. Matanya memicing menatap Chagra, yang ditatap membalas dengan tatapan datar tanpa ekpresi.
"Kenapa?" tanya Chagra yang menyerah, tidak bisa mengartikan maksud dari tatapan muridnya ini.
Qyara beringsut mencondongkan wajahnya ke depan, lengannya bertumpu pada meja. "Bener, Kak? Kita lagi ngedate?"
Chagra menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, melipat tangan di depan dada. "Kita ke sini buat makan, terus belajar untuk olimpiade kamu!" tegas Chagra.
Qyara kembali duduk pada posisi yang benar, wajahnya sudah tertunduk. Garis senyumnya pun tertarik datar. "Oh, cuma belajar demi olimpiade, ya. Kirain maksud lebih ...," gumamnya yang masih bisa ditangkap rungu Chagra.
"Udah selesai belum? Kita mulai belajarnya kalau udah selesai." Chagra menginterupsi.
Qyara mendongak, tangannya berhenti dari kegiatan mengaduk minuman, hanya anggukkan yang dia tunjukkan sebagai jawaban dari pertanyaan Chagra. Qyara membereskan semua barangnya, kembali menyandang tas ransel di bahu sempitnya.
Langkah lebar Chagra diikutinya dengan langkah kecil kakinya, entah tidak berniat mengejar atau Chagra yang terlalu tergesa, hingga Qyara tertinggal jauh dari posisinya. Chagra merasa bingung saat membalik badan tidak ada Qyara di belakangnya. Netranya mengedar ke seisi ruangan kafe, lalu fokus saat sudah menemukan objek yang dicari.
Chagra kembali melangkah ke arah tempatnya semula, menghampiri Qyara dan ... meraih tangannya untuk digenggam. Qyara mendongak, berganti memperhatikan telapak tangannya yang digenggam kemudian beralih menatap wajah Chagra lagi walau yang terlihat hanya rahang tegas Chagra.
Langkah mereka berhenti di meja kasir, ada seorang pria yang sedang berdiri di sana. Berbeda dengan pria sebelumnya, jika tadi pria itu berkulit putih dan bermata sipit, lain halnya dengan yang ini, pria ini memiliki kulit lebih kecokelatan dan lebih tinggi.
"Dhik, gue ke atas. Jangan lupa yang gue pesen tadi," ucap Chagra dengan mengangkat satu tangannya yang bebas.
"Oh, iya siap, Bang." Pria itu berujar sembari menatap Qyara sekilas.
"Harus digandeng banget, Bang? Tenang nggak akan gue ambil, kok," goda pria satunya yang baru keluar dari meja pemesanan, pria yang Qyara mintai foto dan nomor ponselnya.
"Berisik lo pada!" teriak Chagra acuh membalas ucapan dari kedua pria itu.
Wajah Qyara kian menunduk, sensasi panas di pipinya terasa menjadi. Matanya masih memperhatikan tangannya yang masih digenggam Chagra.
"Fokus ke jalan, Qyara. Nanti kamu bisa tersandung." Chagra menginterupsi Qyara.
Qyara menetralkan degup jantungnya, fokus pada langkahnya menaiki anak-anak tangga, sampai mereka sudah berada di rooptop kafe.
Suasana rooptop lebih tenang jika di siang hari, berbeda dengan malam hari. Akan banyak pasangan ke sini.
"Kita belajar di sini, biar konsentrasi. Di bawah terlalu berisik."
Qyara hanya diam, tidak tahu harus menjawab dengan apa. Dia hanya menuruti titah Chagra duduk di salah satu meja yang berada di pojok.
"Kok, diem? Gak suka tempatnya?"
"Suka. Suka, Kak. Cuma bingung. Kenapa tadi Kak Agra gandeng aku? Kita kan nggak lagi mau nyebrang?"
"Biar nggak hilang. Kamu lelet jalannya," celetuk Chagra asal.
Qyara yang mendengar itu tiba-tiba merengut tidak suka. Chagra memperhatikan wajah itu, kekehan dari bibir Chagra terdengar renyah.
"Nggak lucu ya, Kak." Qyara masih pada mode yang sama.
"Buka modul 4 halaman 3.24," ucap Chagra memberi perintah.
Nggak peka banget sih jadi cowok, bukannya dibujuk juga.
Qyara membuka buku modulnya, mencari halaman yang Chagra maksud.
"Kerjakan latihan soal yang ada di bawah. Nanti kalau sudah selesai saya periksa."
Qyara membuka buku tulisnya, mencoretkan rumus-rumus matematika di kertas putih bergaris tersebut. Hening sesaat, Qyara sibuk menyelesaikan soal latihannya, sementara Chagra sibuk menelisik laptopnya. Mengerjakan sesuatu yang jelas tidak Qyara ketahui.
"Udah?" tanya Chagra setelah sepuluh menit berlalu.
"Belum, Kak," sahut Qyara tanpa menoleh ke arah Chagra. Sesekali tangannya menyingkirkan rambutnya yang jatuh menghalangi pandangan.
Telunjuk Chagra meraih helaian rambut Qyara, membawanya ke belakang telinga. "Makanya diikat rambutnya biar nggak ganggu konsentrasi."
Qyara menoleh, senyumnya terbit. "Kakak belum jawab pertanyaan aku."
Chagra mengerutkan dahinya. "Pertanyaan yang mana?"
"Pacaran yuk, Kak."
"Lanjutkan, Qyara!"
Senyum Qyara semakin lebar, hingga gigi rapinya terlihat. "Lanjutkan lebih dari pacaran?"
"Lanjutkan kerjakan soalnya. Halaman selanjutnya!" tegas Chagra terdengar mutlak tak mau dibantah.
Tanjung Enim, 07 Mei 2021
Halo, selamat pagi. semangat puasanya.
Maaf sudah lama menanti. 😭 Kira-kira apakah lapak ini masih berpenghuni?
Oh, iya. Mungkin yang belum tau kabar baik Pasangan ajaib. Aku ulang ya. Yang sudah tau maaf.
Jadi, di eventnya yang diadakan Grassmedia kemarin. Wenda Chandra keluar jadi salah 1 dari 10 pemenang di kategori Editor choice.
Baik banget Allah sama aku, aku cuma minta di kategori best branding Krn insecure bakal masuk di kategori Editor. Eh, dikasihnya lebih. Gak nyangka banget dari 1252 peserta bisa keluar Sbg pemenang.
Terimakasih banyak untuk cinta kalian, dukungan kalian ke aku, ke Wenda Chandra. Sayang kalian banyak2. ❤️❤️❤️❤️
Ada yang mau peluk Wenda Chandra versi Cetak? Pantengi ya, mulai nabung dari sekarang pake celengan ayam. Open PO masih lama kok. Masih tahun depan. 😂
Ada yang mau bertanya?
Monggo aku sediakan kolom pertanyaan
Di sini :
Sertifikat ini aku persembahkan dengan rasa cinta dan terimakasih untuk kalian semua :
Salam Sayang ❤️
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top