[17] Hairpin
Suasana kelas XI MIPA A hening, hanya ada satu suara lantang menjelaskan pelajaran matematika di depan kelas. Semua murid hanya bisa mendengarkan penjelasan dari sang guru. Begitu pula dengan Qyara, sejak pagi jam pertama dia seperti kehilangan semangat. Bagaimana tidak, penyokong semangatnya saat di sekolah tidak dia temukan hari ini.
Menurut informasi yang dia dapat dari kelas sebelah, Chagra tidak masuk hari ini dikarenakan ada keperluan mengikuti kelompok kerja Guru (KKG) yang diadakan oleh sekolah lain, demi meningkatkan kompetensi pembelajaran para guru.
Harusnya pada jam terakhir adalah mapel matematika, tetapi untuk hari ini, bahkan selama Chagra masih mengikuti KKG jam matematika di kelas Qyara akan digantikan oleh guru pengganti.
Suara nyaring bel sekolah telah terdengar sejak lima menit lalu, sebagian penghuni Cendiakia Luhur telah meninggalkan kompleks sekolah, begitu pula dengan Qyara.
Belum juga Qyara melangkah keluar kelas, getaran ponsel di saku rok seragamnya mengalihkan perhatian. Ada nama Sehan tertampil di sana, dengan segera Qyara menggeser ikon hijau.
"Halo, Bang?"
"Clei, di mana? Abang ada rapat mendadak nggak bisa jemput kalian, Pak Agus juga lagi ada keperluan. Jadi, kalian pulang sama Kak Dyo, tadi kakak udah titipin kalian bareng dia jemput Fiandra."
Qyara hanya mendengarkan ucapan kakak tertuanya, tanpa berniat menyahuti. Sungguh hari ini membuatnya tidak ada semangat sama sekali.
"Halo? Clei? Dengar Abang nggak?"
"Iya, Clei denger, Bang."
"Ya udah, kamu cari Fiandra aja biar nggak ketinggalan. Tadi Kak Agra nggak masuk, ya?"
Qyara menghela napas saat diingatkan kembali pada sosok Chagra yang tidak bisa dia lihat sepanjang hari ini.
"Abang tahu dari mana kalau Kak Agra nggak masuk?"
"Tadi Abang telepon dia mau nitipin kalian, tapi katanya dia lagi ada kegiatan di luar sekolah."
"Oh, gitu. Ya udah ka-"
"Kak Clei!" Suara seruan Juna menyentak Qyara.
Panggilan telepon dia putus secara sepihak, Qyara menatap ke luar kelas. Sudah ada Fiandra juga.
"Kak hayuk, Bang Sehan nggak jemput. Kita dijemput kakaknya Fian."
"Ayo, Kak. Kak Dyo udah nunggu di gerbang."
Qyara mengangguk, berjalan di belakang kedua anak remaja putra yang sambil asyik bersenda gurau.
"Coba aja kalo Kak Agra masuk, kan hari ini aku bisa pulang sama dia. Hari ini bisa latihan lagi," gumam Qyara, pandangannya menunduk, sesekali ujung sepatunya menendang kerikil yang dia lalui.
"Cleire," panggil seseorang membuat Qyara menghentikan langkahnya.
Qyara terlonjak saat sosok pria tinggi menunggunya di samping gerbang, Qyara merasa takut pada orang ini.
Siapa? Tapi kayak nggak asing lagi.
Pria itu maju beberapa langkah ke hadapan Qyara. Mata Qyara memperhatikan pria di hadapannya. Tampilannya bersih, hanya saja wajahnya tertutup masker hitam, jaket hitam, dan mengenakan topi.
"Kak Agra!" teriak Qyara saat sudah mengenali sosok di hadapannya adalah Chagra sang guru matematika.
"Ayo, pulang. Saya antar kamu."
"Clei, ayok," panggil Dyo di balik kemudi dari dalam mobilnya.
Qyara bingung, melirik Chagra dan Dyo di ujung sana secara bergantian. Chagra mengerti arti gestur tubuh Qyara.
"Mau pulang sama mereka?"
"Hmm ... itu, aku bingung, Kak. Tadi Bang Sehan nyuruh pulang sama Kak Dyo, t-tapi aku ...."
"Saya naik motor, kalau tidak mau kepanasan mending ikut di mobil Dyo aja," tunjuk Chagra ke arah motornya terparkir.
"Mau pulang sama Kakak aja," rengek Qyara tiba-tiba.
Chagra acuh tak acuh dengan rengekan Qyara, dia justru melangkahkan kakinya menuju keberadaan Dyo yang menunggu Qyara sejak tadi. Chagra menurunkan maskernya.
"Eh, lo Gra. Gue kira siapa, sori gue nggak ngeh. Lagian lo pake masker ketutup gitu."
"Bro, Clei gue yang antar pulang. Dia ada pelajaran tambahan untuk olimpiade matematika."
Dyo tergelak renyah, matanya menyipit. "Lo mau bawa anak gadis orang kenapa izin ke gue? Izin ke Sehan, bego! Itu adeknya Sehan. Lupa lo?"
Chagra memejamkan matanya beberapa detik, ingin sekali rasanya membalas umpatan Dyo. Namun, sadar posisinya sekarang masih memakai seragam seorang guru, meski dia lapisi dengan jaketnya, dan lagi tempatnya berada masih di lingkungan sekolah.
"Ya udah deh, nanti gue telepon Sehan. Hati-hati nyetirnya, bawa pasukan Tadika Mesra tuh," ledek Chagra melirik Fiandra dan Juna di kursi penumpang.
"Ye, lo tu yang hati-hati bawa anak perawan orang. Kasih les yang bener, bukan lo pacarin."
"Sialan!" umpat Chagra tertahan.
Mobil Dyo meninggalkan Chagra yang masih berdiri. Chagra berbalik menuju tempat keberadaan motornya. Chagra naik ke motornya, mengganti topinya dengan helm. Motornya melaju ke tempat Qyara masih berdiri, satu helm dia serahkan ke Qyara.
"Pakai yang benar helmnya, Qyara."
"Nggak bisa ini susah, Kak." Qyara kesulitan menyatukan pengait di bawah dagunya.
Tangan Chagra terulur, membantu Qyara mengaitkan kunci helm yang dia kenakan. Qyara menahan napas, wajah Chagra hanya beberapa inci di depannya. Jarak yang begitu dekat membuat jantung Qyara berdegup dua kali lipat.
"Sudah, ayo naik," perintah Chagra, tanpa basa-basi Qyara berpegangan di bahu kokoh Chagra sebelum akhirnya, naik ke atas motor Chagra.
"Pegangan, Qyara." Qyara-dengan senang hati-menuruti perintah Chagra.
Chagra mengendarai motornya membelah jalanan sampai berhenti di sebuah kafe. Mata Qyara mengerjap, bingung kenapa Chagra membawanya ke sini, bukankah tadi Chagra bilang akan mengantarkannya pulang ke rumah.
Qyara mengikuti langkah lebar Chagra memasuki kafe, duduk di meja yang sepertinya sudah dipesan Chagra.
"Tunggu bentar, di sini. Saya mau ke sana," ucap Chagra.
Qyara mengangguk, tangannya meraih ponselnya dari dalam tas, ada satu pesan dari Sehan.
Bang Sehan Wistara:
Dek, udah ketemu Kak Dyo?
Udah pulang belum?
"K-kak, belum kasih kabar ke Bang Sehan, ya?" Qyara menunjukkan isi pesan Sehan saat Chagra baru saja kembali ke tempat duduk.
Chagra meraih ponsel Qyara, menekan ikon panggil. Dering lama baru sambungan telepon diangkat Sehan.
"Halo, Clei. Abang baru mau mulai rapat. Kamu udah sampai rumah? Buruan makan siang ya, Dek."
Chagra terkekeh mendengar begitu perhatiannya sang sahabat pada adik perempuannya ini. Tidak heran, mengingat betapa Sehan menyayangi adik-adiknya.
"Han, ini gue Agra. Sori adek lo gue culik." Suara tawa Chagra terdengar setelahnya.
"Loh? Bukannya tadi Dyo yang jemput. Lo bilang ada kegiatan di luar sekolah."
"Udah selesai kegiatannya. Ya, udah gue jemput aja adek lo. Sekalian mau les untuk olimpiade. Ntar sore gue ada kerjaan lain. Jadi, nggak bisa ngajar les."
"Oh, oke ... oke, Gra. Dah gue tutup. Gue mau meeting. Adek gue jangan sampe lecet. Gue gibang pala lo sampe kenapa-kenapa," tandas Sehan menutup sambungan telepon disertai ancaman kecil.
"Permisi, silakan dinikmati," ucap pelayan kafe yang sudah membawa pesanan mereka.
Chagra mengangsurkan ponsel Qyara. Menyimpan satu piring berisi makanan ke hadapan Qyara.
"Makan dulu, Qyara. Nanti main HP-nya," ujar Chagra merebut ponsel Qyara kembali. "Nanti abang kamu marah sama saya kalau adiknya telat dikasih makan."
"Aku kan diculik, Kak. Nggak apa-apa makannya dikasih telat." Qyara menyengir membalik ucapan Chagra pada Sehan tadi.
Tatapan datar Chagra dia lemparkan ke Qyara, membuatnya menunduk sungkan untuk bicara lagi. Qyara melanjutkan acara makannya dengan teratur. Beberapa kali Qyara meniup poninya yang menggangu pandangannya.
"Ini poni kamu udah panjang, potong kalau mengganggu. Atau dijepit."
Qyara terkesiap, matanya membesar masih memperhatikan Chagra yang menjepit poninya dengan hairpin. Buru-buru Qyara meraih ponselnya, berkaca pada layar benda canggih itu. Senyumnya merekah saat benda berbentuk pita berwarna merah muda itu tersemat di rambutnya, terlebih dipasangkan langsung oleh Chagra.
"Kak Agra dapat ini dari mana?"
"Tadi di sekolah Bakti Nusantara, ada bazar sekolah hasil karya muridnya. Saya beli di sana. Terpaksa."
Qyara tersenyum jahil. "Dari sekian banyak benda yang dijual di sana, kok ini yang Kakak beli? Jangan-jangan sengaja ya beli ini, inget aku terus."
Chagra mengalihkan tatapannya ke Qyara. Menatap datar tanpa ekspresi.
"Makanannya dihabiskan, bentar lagi mau lanjut les kamu."
Bukan. Bukan jawaban itu yang Qyara harapkan. Qyara berharap apa yang dia rasakan hari ini, dirasakan juga oleh Chagra. Betapa hari ini dia kurang bersemangat karena ketidakhadiran Chagra di sekolah.
"Kak Agra besok masih ada kegiatan di sekolah lain?"
"Iya, besok sama lusa. Tadi yang masuk kelas sebelas siapa?"
"Bu Elva," jawab Qyara tidak semangat.
"Kok jawabnya gitu? Kenapa? Kurang paham sama apa yang disampaikan Bu Elva?"
Qyara menggeleng. "Nggak asyik belajar matematika-nya. Nggak ada Kak Agra!"
"Ya, udah. Ini kan sekarang belajar sama saya lagi." Chagra tersenyum tipis, tangannya meraih gelas di samping tangan kanannya. Menyeruput minuman dingin itu.
"Kak Agra tumben banyak bicara. Biasanya kayak batu! Bersikap baik lagi sama aku. Kak Agra suka ya sama aku? Pacaran yuk, Kak."
Chagra tersedak minumannya, tangannya memukul dadanya. Meringankan batuk yang seketika menyerang. Ucapan Qyara luar biasa berani.
- To be continue -
Tanjung Enim, 4 April 2021
Halo, selamat hari Minggu. Maaf sangat-sangat telat. Masih nungguin?
Oh, iya. Aku ngebayangin Qyara dibonceng Chagra. Ingat MV iklan sepatu Wenyeol yang chanyeol di atas motor, Wendy muterinnya. Nah, kira2 motor itu yang ada dibayangan aku. 😂😂
Ada yang mau disampaikan untuk Qyara, perihal ajakannya pada Chagra?
🙄🌝
Salam Sayang ❤️
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top