[1] 1+1 x 0 🏫 Muncul Lagi.
"Njun ... buruan, lelet banget lo jadi cowok." Teriakan itu akan selalu didengar setiap paginya di rumah kediaman keluarga Wistara.
Qyara anak perempuan dengan pakaian putih abu-abu itu, sudah berdiri di samping mobil yang akan mengantarkan mereka ke sekolah hari ini. Qyara terus bergerak gusar saat netranya masih juga belum menangkap eksistensi sang adik.
"Ya, ampun! Itu kadal mabok bener-bener lelet."
Qyara terus saja menggerutu, lewat jendela mobil kepala Qyara masuk, tangannya meraih menekan tombol klakson. Suara nyaring terdengar setelahnya.
"Clei, kamu lihat ke dalam, buruan ini abang telat juga. Belum lagi mau ke sekolah kalian dulu nemuin wakil kesiswaan," ujar Sehan pada adik perempuannya.
"Bang, Clei nggak ngelakuin kesalahan, kenapa Abang mau ke sekolah? Juna ngelakuin kesalahan lagi, ya?" tanya Qyara getir.
"Makanya kalo sekolah yang bener. Gini nih, kalo suka badung. Abang ada perlu sama beliau. Buruan sana kamu panggil Juna," perintah Sehan lagi.
Qyara menyengir, langkah kakinya berlari kembali masuk ke rumah. Matanya melotot saat menangkap apa yang Juna lakukan.
"Juna!" jerit Qyara, "dasar anak nggak tahu adab lo. Gue udah nungguin lo malah asik nyusuin Jaru."
Siapa yang tidak kesal, sudah menunggu hampir dua puluh menit, tetapi yang ditunggu justru asik memberi susu pada kucing kesayangannya.
"Sabar, sih, Kak. Ini Jaru masih belum selesai sarapan."
Qyara sudah tidak bisa bersabar lagi, langkahnya tergesa menuju Juna yang masih berjongkok memperhatikan Jaru. Tangannya menarik kerah baju Juna dari belakang, menyeret sang adik hingga beberapa langkah.
"Kalo gabut, tinggal bilang aja ke papi. Biar lo nggak usah sekolah, si Jaru yang sekolah, lo yang minum susu. Jangan nyusahin gue!" teriak Qyara dengan napas terengah.
Habis sudah kesabaran Qyara. Tangannya terkepal menatap tajam Juna. Sementara Juna tak mau kalah.
"Lo juga, kalo kurang kasih sayang cari pacar sana. Jangan gue jadi sasaran."
"Lo-" tunjuk Qyara mengacung ke wajah Juna.
"Apa?" balas Juna.
Qyara sudah maju, hendak memukul kepala sang adik, belum juga terlaksana suara peringatan terdengar lantang dari pintu utama.
"Kalian ribut lagi. Uang jajan abang potong 20%."
Qyara dan Juna kompak menoleh ke arah Sehan. Berjalan santai menuju pintu, seolah tidak terjadi apa pun.
"Dipotong terus. Berasa belanja di supermarket, kena PPN," gerutu Qyara.
Juna dan Qyara sudah duduk tenang di dalam mobil Sehan. Pagi ini Sehan yang akan mengantarkan mereka, tidak seperti biasanya mereka akan diantar oleh Mang Danang supir Qyara dan Juna.
"Clei," panggil Sehan sembari melirik dari kaca spion di atas.
Yang dipanggil mendongak, menatap balik si pemanggil dari kaca yang sama. "Ada apa, Bang?"
"Kamu kelas sebelas, ada guru matematika baru di sekolah kalian."
Qyara hanya mengangguk samar. Sementara juna berseru semangat. "Beneran, Bang? Bakal ada guru matematika baru. Juna kira cuma gosip temen Juna di sekolah aja. Katanya cantik, ya, Bang?"
Sehan menoleh ke samping kiri, Juna yang duduk sudah menghadapnya siap mendengarkan apa yang akan Sehan ucapkan tentang guru matematika yang kata teman-temannya cantik itu.
"Guru matematikanya laki-laki, dari mana cantiknya," jelas Sehan yang sudah kembali fokus pada kemudi dan jalanan.
"Yaah. Cowok lagi, malesin banget."
Sehan melirik Qyara kembali dari kaca spion. "Clei, abang sudah nyerahin semuanya ke dia. Kalau kalian ketahuan buat masalah lagi-"
"Iya, Bang. Tahu. Potong uang jajan, kan?" potong Qyara cepat.
-o0o-
Qyara dan Juna berjalan di belakang Sehan. Sehan berhenti di depan ruangan kepala sekolah, dia berbalik menatap kedua adiknya.
"Bang, Juna ke kelas," pamit Juna pada Sehan.
Qyara tidak mengucapkan sepatah kata pun, berjalan melewati Sehan. Sehan hanya menggelengkan kepalanya, jika mengingat semua tingkah laku adik perempuannya itu.
Langkah Qyara terus berlalu melewati beberapa ruang kelas, telinganya menangkap bisik-bisik atau bahkan terang-terangan sedang membicarakan guru matematika baru.
"Lo udah lihat belum? Ganteng parah!"
Kalimat yang Qyara dengar saat langkahnya sudah berada di depan kelasnya. Qyara berdecih sesaat. "Seganteng apa, Sih. Sampe betina-betina di Cendikia Luhur pada menggila," gumam Qyara sembari masuk ke kelasnya.
Qyara menyimpan tasnya di atas meja, mendaratkan bokongnya pada kursi. Matanya melirik teman sebelahnya yang asik dengan ponselnya, sesekali terdengar pujian.
"Pasti lagi ngefangirling lagi, wifi rumah lo kurang kenceng, Gi?"
Yang disindir menoleh, menampilkan cengiran khasnya. "Pagi, Qy. Lo udah denger gosip belum? Bukan gosip juga, sih. Ini valid no debat. Lo cek aja deh, di grup kelas."
"Guru matematika lagi pasti. Bosen gue, Gi. Dari mobil abang gue udah bahas ini guru. Sepanjang koridor itu cewek kecentilan pada bahas guru matematika lagi, ini lo lagi," gerutu Qyara.
"Lo kenal sama guru matematika itu, Qy?"
"Kagak! Malesin banget-"
Ucapan Qyara terpotong saat sosok kecil berlari tergesa, Yeri menggebrak meja dengan heboh. "Qy, Gi. Kalian udah lihat guru matematika baru? Gila parah ganteng beud, tinggi lagi."
Qyara menarik napas, mengembuskan perlahan. Wajahnya dia tundukkan bertumpu pada meja.
"Iya, kan, Yer. Ganteng banget kan? Gue liat dari foto aja ganteng, tapi masih gantengan Kai Exo, sih. Seksi lagi," ucap Egi sembari mengusap potocard yang tertempel di belakang case ponselnya.
Gantengan juga Kak Agra. Itu orang ke mana, ya. Udah berapa tahun gue nggak lihat dia main ke rumah lagi.
"Gue liat langsung tadi, Gi. Di depan ruangan kepsek sama-" Yeri mengalihkan atensinya. "Qyara," panggilnya.
Qyara mendongak menatap Yeri dengan tangannya menumpu dagu. "Apaan, sih, Yer."
"Lo diem-diem aja kalo ada simpenan cogan. Kenalin kita dong, Qy."
"Lo kata gue tante-tante girang, pake ada simpenan. Gue aja kagak kenal, apa yang mesti gue kenalin, sih."
Yeri memicingkan matanya. "Masa, sih? Tadi gue lihat dia ngobrol sama abang lo, akrab banget lagi."
"Itu, kan abang gue, bukan gue. Temen abang gue emang mesti kudu gue kenal juga? Kan nggak."
Yeri ikutan bertopang dagu menghadap Qyara. "Kira-kira bapak itu di kelas mana, ya, Qy. Semoga masuk kelas kita. Amin."
"2in. Amin." Egi menimpali.
Qyara memutar bola mata. Menarik napas kemudian melepaskannya. Rasanya jengah sekali melihat tingkah kedua temannya ini. Tangannya dilipat di tas meja, dahinya dia tenggelamkan di sana.
Suara gaduh siswa-siswi berhamburan masuk ke dalam kelas. Egi dan Yeri sudah duduk di bangku masing-masing. Qyara masih enggan menaikkan kepalanya. Jelas dia mendengar suara sepatu pantofel di lantai, berjalan di depan kelas.
"Selamat pagi, kelas XI MIPA 1."
Suara gaduh menyahuti salam di depan kelas terdengar di telinga Qyara. Qyara mendongak, menatap pemilik suara berat yang terdengar familiar.
"KAK AGRA!" teriak Qyara yang sontak berdiri dari kursinya saat matanya beradu pandang dengan sang guru matematika baru. Chagra Alaric atau Agra.
Tanjung Enim, 4 Des 2020
Selamat pagi, yuhu ketemu perdana sama pasukan Geng Cendikia Luhur.
Jangan lupa bintang di sentil.
Salam sayang ♥️
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top