7. Si Paling Pantang

  Sesuai seperti apa yang Jefino katakan; nggak ada kata menyerah dalam hidup dia. Hari demi hari, dia bakal selalu muncul di hadapan KETOS selaku pujaan hatinya. Cuma untuk ngajak jadian.

"Hai, Ket. Pacaran, yuk!"

"Tidak tertarik."

Hari kedua, Jefino masih ditolak.

"Ket! Jadian sama gue, yok!"

"Tidak mau!"

Hari kelima, KETOS masih nggak mau diajak jadian.

"Udah mau belum? Jadi pacar gue?"

"Tidak mau."

Satu minggu berlalu, di perpustakaan, bertanya sambil berbisik-bisik sok imut pun Jefino tetap mendapat penolakan.

"Ayo, Ket! Kita pacaran!"

"Tolong, jangan ganggu saya."

Hari entah ke berapa, Yubian masih enggan menghiraukan Jefino yang kini sekadar berdiri memperhatikan punggung sang KETOS. Terdiam.

Lalu hari ini, di depan ruang rapat OSIS, Jefino udah aja siaga. Bersiap mencegat Yubian seperti sebelum-sebelumnya.

"Ket! Gue mau elu jadi pacar gue!" jerit Jefino sampe bikin seluruh anggota OSIS saling pandang keheranan.

Yubian yang udah terlalu sering menghadapi situasi begini merespons dengan santai, "Saya tidak mau." Dia melangkah melewati Jefino dengan terburu-buru.

"Ket!"

"Arshaka, cepat tutup pintunya!" titah sang KETOS pada Wakil Ketua OSIS.

Arshaka mengunci pintu ruang rapat. Dengan suara Jefino yang masih juga kedengaran dari luar.

"Ket! Ayolah! Gue mau elu jadi pacar gue!"

Yubian menghela napas lelah.

"Oke! Gue bakal nembak elu lagi besok! Tunggu aja!" Jefino berkata setelahnya berlalu dari ruang OSIS. Memunculkan embus napas lega dari orang-orang di dalam ruangan.

"Dia benar-benar pemuda yang gigih," komentar Arshaka dengan senyum geli.

"Dan bodoh," timpal Yubian yang kemudian duduk di kursi.

"Siapa sangka seorang Jefino Josandika bakal tergila-gila sama KETOS baru kita."

"Itu bukan sindiran, 'kan?" tanya KETOS pada salah satu anggota perempuan di situ.

Perempuan berkuncir satu itu menggelengkan kepala. "Bukanlah, Ketua. Itu murni pujian. Karena Ketua sendiri tau Jefino itu gimana sifatnya. Kami nggak pernah sekalipun menyangka bahwa dia ternyata ... homo. Walau fakta tentang dia yang  gak normal gitu udah nggak mengejutkan bagi siapapun lagi."

"Karena dia sudah terlalu sering membuat masalah." Arshaka menyambungkan.

"Dan sekarang dia malah memuja KETOS kita mati-matian."

"Padahal awal ketemu dulu kalian sempat berantem."

"Mungkin itu yang dinamakan benci jadi cinta."

Benci jadi cinta? Jangan ngaco. Gue yakin, perasaan yang cowok berandalan itu punya gak lebih dari bualan.
Yubian yang menyimak obrolan itu hampir aja merespons sinis dengan lantang.

"Baiklah. Sudah cukup pembahasan tentang Jefino serta saya. Bisa kita mulai rapatnya sekarang?"

***

"Gue mau kita pacaran!"

Sedikit berbeda seperti hari yang lalu, kali ini Jefino mengajak Yubian berpacaran sambil menyodorkan sebuah novel. Novel dari penulis yang setaunya sang KETOS sukai.

Walau secuil, kini Yubian sadar bahwa Jefino nggak sepenuhnya main-main tentang perasaan dan ajakan berpacarannya selama ini.

"Kamu ini tidak kenal kata lelah, ya?"

"Pantang menyerah. Pantang lelah. Pantang malu. Semua demi elu, Ket. Saranghae!" Sekali lagi, Jefino menyodorkan novel di pegangannya. Nggak lupa juga memberi jari bentuk cinta macam Oppa Korea yang sering adik ceweknya tonton di HP.

Yubian mengetuk novel di depannya ketika bertanya lagi, "Kenapa harus saya?"

"Karena gue jatuh cintanya ke elu."

Jawaban yang bagus, tapi belum sepenuhnya jelas. Jadi, KETOS kita bertanya dengan lebih berani, "Kenapa bisa kamu jatuh cinta pada saya?"

Ditanyai demikian, Jefino dibuat sedikit kebingungan sebab nggak menyangka bahwa Yubian akan membahas perihal ini. Dia pikir alasan nggak diperlukan selama cintanya benar-benar terungkapkan. Meski yah, nggak tau juga dia belajar hal itu dari mana, sih.

"Karena senyuman dan suara ketawa elu cakep banget. Dan gue suka ngeliatnya."

Ungkapan yang sangat gombal dan membikin merinding. Sangat sulit dipercaya oleh siapa pun. Apalagi seorang yang nggak pernah benar-benar punya hubungan asmara serius seperti Yubian. Yang spontan memberi tatapan geli pada Jefino yang nyengir bangga atas jawabannya.

"Kamu tidak serius, 'kan?"

"Gue serius banget, kok. Berani sumpah, deh!" Sekali lagi, jari bentuk cinta diberikan. "Gue beneran suka sama elu, Ket. Dan gue nggak bakal berhenti berusaha menaklukkan hati elu nggak peduli berapa kali pun elu nolak gue!" ujar Jefino bersungguh-sungguh, lalu menambahkan, "Oh. Dan elu nggak perlu mikirin masalah apa pun. Keluarga gue juga udah tau bahwa gue suka sama elu, kok."

Pengakuan itu kontan aja membuat Yubian mendelik kaget. Gimana bisa seseorang berlagak begitu santai dan menerima perasaan semacam ini tanpa punya kekhawatiran? Bahkan sampe nekat mengaku pada keluarganya juga. Apakah menyukai dirinya hal yang sangat sepenting itu bagi Jefino?

"Kamu ini ... betul-betul tidak punya otak, ya?"

"Punya, kok. Mungkin? Gue juga nggak pernah bisa ngeliat otak gue sendiri, sih. Waduh, iya juga. Jangan-jangan gue nggak punya otak. Gimana, dong?" Jefino meraba-raba kepalanya dengan konyol yang semata-mata memunculkan senyuman sinis di bibir Yubian.

"Sesuai dugaan."

Gantian, Jefino bertanya, "Elu nggak suka sama cowok yang nggak punya otak, emangnya?"

"Tidak punya otak, tidak punya adab, tidak berprestasi, tidak memiliki tata krama, berpenampilan tidak rapi, tidak rajin belajar, tidak dapat diatur, tidak mampu berusaha, tidak berpendidikan, tidak bisa menghargai perasaan orang lain, tidak bisa bertutur kata dengan baik. Yang terakhir, tidak pernah ingin mendengarkan pendapat orang lain juga. Itu semua yang saya tidak suka."

Rentetan jawaban yang Yubian lontarkan membuat Jefino merasa tertusuk dari segala arah. "Berarti, elu nggak bisa suka ke gue?"

"Tidak."

Lutut preman sekolah kita mendadak lemas akibat dilanda galau. Dia terjatuh, memperlihatkan ekspresi masam seolah uang celengannya baru hilang dibawa kabur Tuyul.

Mendapati reaksi sedih yang Jefino tunjukkan, sisi diri Yubian mengakui bahwa itu pemandangan yang cukup menarik. Meski cuma sedikit. Jadi, Yubian berjongkok menghadap Jefino untuk lalu mengambil novel yang emang dihadiahkan untuknya. Meski faktanya, novel itu udah ada di rak koleksi Yubian.

"Novel ini saya terima, tapi tidak dengan ajakan berpacaran dari kamu."

Kata-kata Yubian bagai garam yang ditabur ke dalam luka. Semakin membikin perih Jefino yang raut kecutnya tambah jelek untuk dibayangkan oleh pembaca.

Senyuman Yubian akhirnya timbul selagi dia bersuara, "Juga, jika kamu betul-betul ingin saya terima sebagai pacar, ada syarat yang harus saya berikan kepada kamu. Itu juga kalau kamu mau melakukannya."

Secepat kilat, Jefino memegangi kedua bahu Yubian dengan sorot mata berapi-api. "APA SYARATNYA, KET? BURUAN KASIH TAU GUE! SEKARANG!" tuntutnya nggak sabar yang tentu aja bikin Yubian kurang nyaman.

Dahi Jefino didorong mundur. "Wajah kamu terlalu dekat! Mundur sedikit!" Dia berdeham lebih dulu sebelum menjelaskan, "Syaratnya, kamu harus berusaha mengubah diri dari menjadi seseorang yang tidak saya suka, menjadi orang yang bisa saya sukai."

Jefino memiringkan kepalanya, tampak nggak paham. "Caranya gimana, tuh?"

Kali ini Yubian tertawa. "Coba kamu pikirkan." Dia menatap tepat pada Jefino yang juga tengah memandangnya tanpa berkedip. "Buat saya tertarik pada kamu. Menyukai kamu. Dengan cara kamu. Ciptakan perubahan versi kamu sendiri. Apa kamu sanggup?"

Jefino meneguk ludah. "Sanggup nggak sanggup, gue pasti bakal berusaha. Jadi nanti saat gue udah berubah, elu bakal mulai bisa suka ke gue. Gitu, 'kan?"

KETOS mengangguk satu kali. "Kurang lebih seperti itu."

"Elu serius, 'kan?"

"Saya serius."

"Oke!" Jefino berdiri dan bertepuk tangan satu kali, kemudian menunjuk pada Yubian. "Gue bakal pegang kata-kata elu, ya. Awas aja kalo elu bohong! Gue sumpahin badan lu nggak bakal pernah bisa nambah tinggi!" Dia nyengir sembari mengacak-acak kepala Yubian, selepas itu berbalik badan. "Sebagai permulaan, gue bakal mulai masuk ke kelas. Elu liat aja. Bakal gue bikin elu tergila-gila ke gue, Ket!" ungkapnya penuh percaya diri.

Meninggalkan Yubian yang mulai berdiri perlahan-lahan sambil memegang erat novel pemberian Jefino untuknya.

"Badan gue emang nggak akan tambah tinggi, kok. Dasar bego," desisnya dengan senyuman mengembang. Lalu ketika menatap ke depan, dia melihat refleksi wajah tersenyumnya melalui kaca dan senyumannya pun kian melebar. "Senyuman gue, ya? Dasar cowok aneh."

___Saking sibuknya baru ingat ada cerita yang harus di-update. Capek sebetulnya. Pengin berhenti aja rasanya. Nulis juga yang baca kek yang gak ada. 😭

Tapi ya udahlah. Suka-suka selera pembaca aja. Terserah cerita ini mau diapain.

Gitu aja.

Sampe nanti lagi. Entah kapan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top