5. Memalak Cinta
Cukup lama keheningan menengahi Jefino dan Yubian. Satu orang menunggu jawaban, sedangkan satu orang lainnya masih sangat kebingungan. Mula-mula Yubian berdeham, berangsur batuk-batuk cukup kencang agar memastikan dia nggak bakal tergagap ketika mulai bersuara.
Hal pertama yang dilakukan Yubian kemudian adalah menoyor kepala cowok lebih tinggi di depannya. "Kepala elo tadi kena gebuk sama si botak pasti. Sampe bikin elo jadi mendadak gila begini."
Tangan Yubian yang tadi menoyornya Jefino sentuh seraya menggelengkan kepala pelan. "Gue nggak gila, Ket. Gue cuma jatuh cinta. Ke elu."
Tangan miliknya ditarik cepat. "Oke, sip. Elo gila." Yubian mengambil satu kesimpulan demikian karena udah nggak tau lagi harus merespons gimana.
Maksud dia tuh, begini ... sejak lahir ke dunia sampe udah segede sekarang, hidupnya lurus-lurus aja. Normal gitulah, meskipun nggak ada yang terlalu istimewa. Tentu dia pernah ditembak bahkan diajak pacaran oleh orang lain di masa lalu. Akan tetapi, ditembak hingga diajak berpacaran oleh sesama cowok? Ini jelas baru pertama kali. Yang mana Yubian pun nggak menyangkakan sama sekali. Di atas itu semua, cowok yang menembaknya adalah berandalan urakan ini. Lagi-lagi memunculkan beragam pertanyaan.
Gimana bisa Jefino malah jadi suka ke dia?
Bukannya setiap ketemuan pun mereka selalu nggak akur?
Apakah jangan-jangan Jefino menelan terlalu banyak angin malam sampe bikin kewarasannya berkurang?
"Kenapa, sih? Dibilang gue nggak gila! Elu nggak percaya?" sanggah Jefino sembari menggaruk-garuk anting di telinga kiri, memperlihatkan gelagat gugup. "Mendingan elu sama gue jadian, Ket. Kayaknya kita bisa cocok kalo pacaran. Gimana?"
Kini Yubian mengambil langkah mundur sebab obrolan ini semakin bikin dia nggak nyaman. "G-gue capek. Gue mau balik sekarang. Dah."
"Eh, bentar dulu, woi!" Buru-buru Jefino menggaet pergelangan tangan Yubian yang lantas ditarik lepas lagi. "Dibilang gue mau elu jadi pacar gue."
"Gue nih cowok, tolol!" Habis udah kesabaran KETOS yang mencoba mati-matian mempertahankan wibawanya.
Dibentak begitu, Jefino kontan aja sedikit kaget. "Buseeet, Ket. Santai aja, kali. Gak usah ngegas." Dia memberi senyum simpul. "Begini, deh. Elu pasti pernah denger juga, 'kan. Ada yang bilang; cinta itu nggak memandang jenis kelamin. Selama masih ada lubang, cewek ataupun cowok tetap bisa diajak ewean. Maksud gue, jadi--"
BUGH!
"Pacaran aja sana sama lubang paralon!" Yubian mendesis sengit sembari mengibaskan tinjunya yang terasa agak perih, lalu beranjak dari sana.
Meninggalkan Jefino yang sedang mengerang kesakitan setelah mendapatkan bogem mematikan tepat di wajahnya lagi.
"Anjrit, sakit! Padahal apa susahnya tinggal nerima gue jadi pacar, sih? Aduh! Kurang gue apaan coba?" Dia meringis, setelah itu terkesiap begitu menyadari sesuatu. "WOI! Jatah Indomie goreng gue gimana nasibnya?"
***
Nopal bakal terkejut seperti selalu setiap mulai bersinggungan dengan sosok Jefino segimana pun dia berusaha menghindar. Tetapi, sekarang dia lebih dikejutkan oleh jejak memar yang tampak bertambah di paras sang preman sekolah.
"E-elo nggak apa-apa, Jef? Muka lo kayaknya tambah babak belur." Tokoh sampingan kita terlalu baik sampe mau repot-repot bertanya.
Padahal biarin aja si Jefino mah. Mau dia babak belur, kek; kayang, kek. Ngapain diurusin.
Jefino mendecak nggak suka ditanyai begitu dan sekonyong-konyong menarik kerah seragam Nopal. "Heh, Nopal!"
"Ampun, Jef!" pekik Nopal ketakutan. "Ampun! Hari ini gue juga belum megang duit!" racaunya dengan kedua kaki yang udah gemetaran.
"Gue lagi nggak butuh duit elu. Gue cuma mau denger pendapat elu aja."
Waduh! Tumben-tumbenan si Jefino nggak butuh duit. Lagi kesurupan Malaikat dari langit sebelah mana dia hari ini? Batin Nopal agak lega, lalu membalas. "O-oh, oke. Elo butuh pendapat soal apa, Jef?"
"Menurut lu, gue ganteng, nggak?"
Pertanyaan mendadak itu nggak perlu waktu lama untuk dijawab secara jujur oleh cowok berkacamata ini. "B-biasa aja, sih."
"HAH?" Jefino mendelik nggak terima. "BIASA AJA LU BILANG? Mau gue remukin kacamata elu?"
"OH, NGGAK, JEF. ELU GANTENG! ELU COWOK PALING GANTENG! SUWER GAK BOHONG GUE!" Nopal segera meralat jawabannya dengan ekspresi panik disertai cengiran terpaksa demi cari aman.
"Gitu, dong!" Senyum puas Jefino mengembang. "Nah! Kalo menurut elu gue ganteng. Berarti elu pasti mau dong, andai gue ajak pacaran?"
Pertanyaan berikutnya yang Jefino lontarkan sukses mematikan seluruh fungsi kerja otak Nopal. Membikin dia seketika terdiam.
Jefino menatap, menunggu jawaban.
Dan Nopal masih diam. Tengah mencoba memahami keadaan.
"Kenapa lu diem? Jawa--"
"AMPUN, JEF! GUE BUKAN HOMO!" teriak Nopal histeris sembari mendorong badan Jefino, selepas itu lari kalang kabut.
Melihat reaksi itu, Jefino terang aja bingung. "Apaan sih itu cupu! Kan gue cuma nanya doang," keluhnya nggak puas, lantas mau nggak mau mencari orang lain. "Heh, elu yang di situ?"
"I-iya, Jef? Kenapa?"
Jangan heran jika semua orang di sekolah mengenali sosok Jefino Josandika. Gimana pun ini cowok sangat terkenal sebagai; murid nakal, biang onar, tukang malakin duit orang, preman sekolah, dan yang utama; tahun ini dia gagal naik kelas saking jeleknya nilai yang dipunya. Alih-alih dikenal berkat prestasi, Jefino justru terkenal berkat segala aib serta dosa yang dimiliki. Kurang apa lagi?
"Gini. Misal aja nih, ya." Sosok gadis berambut sebahu di depannya Jefino tunjuk. "Kalo gue ngajak elu pacaran, elu bakal nerima gue, nggak?"
"Hah? Ng-nggak, lah," jawab cewek itu dengan ekspresi risih.
Jefino mengernyit nggak puas karenanya. "Kenapa? Padahal gue ganteng, 'kan? Kenapa elu gak mau gue ajak pacaran?"
"Ya, tapi 'kan gue nggak suka sama elu," terus cewek itu menerangkan. Lalu batinnya mengeluh, "PD amat ini cowok nyebut dirinya ganteng. Masih gantengan Oppa Song Kang ke mana-mana."
Jefino mengernyit kian dalam. "Kenapa elu gak suka ke gue?"
"Karena kita juga nggak saling kenal, 'kan."
Jawaban masuk akal itu sukses memberi pencerahan pada isi kepala Jefino yang spontan manggut-manggut. "Oh, iya. Bener juga. Ada yang bilang; tak kenal maka tak cinta, ya."
"Tak sayang, Jef."
"Gak usah sok pinter lu! Pergi sana!" usir Jefino nggak tau terima kasih. Kemudian nyengir karena otak dia yang biasanya nggak berguna mendadak memunculkan sebuah ide yang menurutnya cemerlang. "Mari kita memalak cinta KETOS."
.
Nggak sulit menemukan sosok Yubian Aprillio yang selalu berpenampilan rapi serta memancarkan aura yang bisa membuat siapa pun segan terhadapnya. Amat disayangkan, seseorang yang paling nggak ingin Yubian hadapi justru nggak kenal dengan istilah segan.
"Hai, Ket!"
Bahkan setelah tadi malam wajahnya udah kena hajar, Jefino tetap mampu menyapa Yubian tanpa beban. Apakah cowok ini udah nggak punya kemaluan? Ralat. Maksudnya, rasa malu.
Yubian langsung memasang pose defensif. "Ada perlu apa lagi?"
Tiba-tiba Jefino mengulurkan tangan kanannya. "Kenalan sama gue, yuk. Nama gue Jefino Josandika. Nama lu siapa?"
Lain semalam, lain pula yang dilakukan Jefino sekarang. Dipikir gimanapun, sumpah demi segala hal, Yubian amat sulit memahami jalan pikiran cowok tinggi di depannya ini.
"Bukankah kamu sudah tahu? Untuk apa kita saling berkenalan lagi?" Sekali lagi Yubian mempertanyakan.
"Sebutin lagi aja, nggak apa-apa. Ayok, kita kenalan dari awal," pinta Jefino keras kepala. Yang lagi dan lagi, nggak bisa membuat Yubian nggak mengalah saking capeknya menghadapi pemuda aneh ini.
"Nama saya Yubian Aprillio," ucap Yubian selagi membalas uluran tangan Jefino secepat kilat. "Sudah, 'kan?"
"Belum, dong." Jefino menggelengkan kepalanya dan nyengir. "Nah, karena sekarang kita udah saling kenal. Berarti kita udah bisa jadian, dong?"
Yubian mendadak tersedak udara kosong mendengar kalimat barusan. "Hah?"
"Ada yang bilang 'kan; tak kenal, maka tak cinta. Nah, karena elu sama gue udah saling kenal, nih. Berarti elu udah bisa cinta ke gue, dong. Jadinya, kita bisa pacaran. Iya, 'kan?"
MANA BISA BEGITU, TOLOL! Batin Yubian menjerit frustrasi.
___Ketemu lagi di bab berikutnya nanti. Hihi. Semoga kalian nggak capek menghadapi ketengilan Jefino wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top