5# Pindah ke Apartemen

Assalamualaikum, akhirnya bisa update di sini.
Happy baca semuanya.
Jangan lupa dukungannya ya.
Saya tahu kok, pembaca yang Budiman pasti paham harus bagaimana menghargai karya--yang--tidak seberapa ini.
❤️Syukran jiddan semuanya.
*******************************



Fazhura menata barang yang dia bawa dari kos di kamar Ilham, ruang pribadi yang kini menjadi milik mereka berdua.  Tidak di rumah Surabaya ataupun di apartemen ini, selera Ilham tidak pernah berubah. Tembok kamar yang dihiasi walpaper bergambar karakter mobil dan tokoh  animasi maquein. Lalu, ada meja yang sekaligus berfungsi sebagai laci di bagian bawahnya. Mini perpustakaan, di situ berjejer rapi deretan koleksi bacaan lelaki itu.

Mata Fazhura memindai deretan pigura berukuran lumayan besar terpampang di sudut tembok. Ada foto Ilham mengenakan baju toga saat lelaki itu diwisuda beberapa tahun silam. Tetapi yang membuatnya mengernyit adalah penampakan fotonya di sana. Foto Fazha saat ulang tahun ke tujuh belas, terletak percis di sebelah foto Ilham. Sebegitu istimewanya Fazha di mata Ilham dan baru terkuak sekarang.

Kedua rahang Fazhura melengkung tipis, gadis itu mengulum senyum. Rasanya tidak disa dijabarkan dengan kalimat. Definisi bahagia yang sebenarnya ternyata sangat sederhana. Bisa bersama dengan orang yang dicintai sepanjang masa usia, itu sudah cukup. Memang, hidup tidak melulu soal cinta. Apalagi rumah tangga, cinta adalah salah satu dari sekian banyak faktor penunjang laju sebuah bahtera. Masih banyak faktor lain yang lebih rumit. Tentang arti sabar yang sesungguhnya. Soal ikhlas yang harus terpatri di dasar hati. Lalu, saling mengalah. Ketika Tuhan merestui sebuah hubungan ke dalam ikatan sakral bernama pernikahan. Berarti Tuhan percaya bahwa kedua anak manusia yang disatukan akan mampu menghadapi segala terjal yang akan dilewati.

Ketipak langkah terdengar nyaring, sejurus pintu kamar terbuka, "Kalau capek istirahat dulu, Sayang!" Titah Ilham. Lelaki itu baru saja menemui Akbar yang pindahan malam ini juga.

"Kak Akbar udah pergi ya?"

"Udah barusan, kenapa?"

"Enggak papa. Padahal Fazha ga keberatan kalau Kak Akbar sementara di sini dulu. Trus sekarang dia gimana, Ammi?"

"Balik Ammi lagi?" Bukannya menajwab, Ilham memrotes Fazha yang malah kembali memanggilnya Ammi.

"Eh, maksudnya, Ayang." Cetus Fazha terkekeh. "Ammi, eh, Ayang, Ammi... Fazha ngerasa aneh sekali manggil dengan sebutan itu. Geli sendiri, ish!" Sambung Fazhura. Gadis itu menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Sungkan sendiri dengan panggilan untuk Ilham yang menurutnya lebay.

"Kenapa sih?"

"Iya, kesannya kayak 'bucin' banget gitu Ammi..." Tawa Fazhura meledak. Melempar istilah yang sedang viral saat ini di kalangan remaja. Remaja jaman now suka sekali mengaitkan seseorang dengan istilah 'bucin' yang ternyata plesetan atau singkatan dari 'budak cinta', apa-apa yang dianggap berlebihan soal sesuatu, selalu dikatakan Bucin, alias budak cinta. Halah! Ada-ada saja.

"Siapa yang Bucin? Dasar anak jaman now."

"Ammi yang Bucin."

"Bucin itu apa sih? Ammi ga paham?"

"Budak cinta, Ammi!"

"Ngawur aja, mana ada kayak gitu, Fazhura Althafunissa." Sangkalan Ilham malah menciptakan gelak tawa Fazha. Iya, seperti anak jaman now. Apa-apa selalu bucin--istilah untuk singkatan 'budak cinta'. "Lagian kamu itu kenapa malah sok perhatian sama Akbar Supriadi! Ini di depanmu 'suami' bukan Ammi, Fazhura." Protesan Ilham bukannya membuat Fazha gentar, malah semakin menjadi tawanya.

"Ammi ga usah pakai acara cemburu segala sama Kak Akbar. Ora pantes," sahut Fazha masih terkikik.

"Oh, berani ya sama Ammi, eh, Suami?" Mendekat pada Fazhura tangan Ilham terulur menggeletiki pinggang Fazha. Gadis itu memberontak karena geli.

"Ammi udahan ish! Ga kelar-kelar nanti beberesnya."

"Biarain, Fazha yang mulai, kan."

"Idih apaan! Ammi juga yang mulai duluan."

"Ya deh, terserah Fazha saja. Yang penting istri unyu udah ga sebel kan, gara-gara di bandara tadi ketemu Shila." Pasalnya sejak dari bandara tadi, Fazha sikapnya jadi agak aneh. Ilham tebak gadis itu masih ngambek oleh pertemuan tak terduga dengan Shila tadi.

"Oh, jadi Ammi masih teringat pertemuan yang tadi. Yaudah sana samperin aja sekalian."

"Yassalam Fazha, salah ngomong lagi dah. Emang bener kata Ghaly. Baca kitab gundul itu lebih gampang daripada membaca isi hati perempuan, rumit dan rempong." Gumam Ilham. Lelaki itu menarik Fazhura ke dalam peluk. Mendekapnya erat. Tidak peduli Fazha yang berusaha menghindar. "Ngapain nyamperin orang lain. Kan di sini udah ada istri unyu, yang imut, yang manis, yang bibirnya lima senti kalau ngambek."

"Ammi, ish!"

Gantian Ilham yang mengurai tawa menyaksikan Fazhura ngambek, "Becanda, Sayang. Biarpun panjangnya lima meter kalau lagi ngambek, tetep Ammi cinta dong."

"Ya awas aja kalau sampai cuma gara-gara itu trus Ammi jadi ga cinta. Fazha bejek-bejek nanti Ammi-nya."

"Dapurmu Nduk. Emang berani?"

"Hehe... Enggak sih."

"Jadi ini fix, Fazha ga mau panggil 'ayang'?"

"Ammi jangan marah ya. Masih aneh sekali buat Fazha. Mungkin nanti, Fazha akan coba. Lagian lebih enak panggil Ammi."

"Dasar labil, enakan panggil sayang."

"Itu maunya Ammi."

"Berarti Fazha enggak mau dipanggil Sayang?"

"Udah ih, Ammi jangan ganggu, Fazha mau beberes, habis itu mandi trus istirahat. Capek banget tau."

"Tapi aku rindu, Sayang."

"Tuh kan, Ammi Bucin. Budak cinta."

****

Bakda subuh, Fazha langsung melengang ke dapur. Memeriksa apa ada bahan makanan yang bisa dimasak untuk sarapan pagi. Nihil. Hanya ada  kopi serta gula, juga mie instan dalam kemasan cup.

Fazhura menyeduh kopi untuk Ilham sejurus menuang air panas ke dalam cup mie. Fazha pikir lumayan untuk mengganjal perut pagi ini, apalagi hari ini juga Ilham akan kembali memulai aktivitasnya di kantor.

Usai meletakkan kopi dan cup mie di meja makan, Fazha bergegas mandi. Hari ini Fazhura akan ke kampus. Semalam Ega memberikan catatan tugas pada Fazha yang sempat tertinggal beberapa mata kuliah dari dosen bahasa Arab.

Ilham lebih dulu takdzim menikmati secangkir kopi yang Fazha siapkan. Menyeruput cangkir sembari memeriksa email pekerjaan di gawainya. Ada sesuatu yang mengganjal pikiran Ilham--tentang sikap Akbar yang mendadak aneh. Kemarin Akbar tidak seheboh biasanya. Lebih banyak diam dan jika diajak berbicara selalu mengalihkan pandangan dari Ilham. Apalagi saat mendadak pamit ingin pindah ke kontrakan. Padahal Ilham sudah menawari dan tidak keberatan jika untuk sementara Akbar ingin tinggal di sana.

Fokus Ilham beralih pada cup mie yang telah terhidang. Dia mengambil sendok, sejurus mengaduk mie berkuah tersebut.  Sebelum melengang ke kamar untuk mandi, Fazha sudah menjelaskan bahwa hari ini tidak masak sarapan, tidak ada stok bahan makanan di dapur, hanya ada kopi dan mie instan.

Ilham menandaskan mie dalam waktu singkat. Usai membuang cup ke dalam keranjang sampah yang ada di dapur lalu, dilanjut cuci tangan, pusat perhatiannya kembali pada ponsel yang tergelatak di meja makan. Ada pesan masuk dari Akbar. Bergegas membuka, Ilham membaca dalam diam kalimat yang Akbar kirim. Temannya itu mengatakan jika hari ini tidak pergi ke kantor karena ada urusan penting. Akbar mengambil cuti selama tiga hari. Pikir Ilham, mungkin Akbar iri karena dua baru saja mengambil cuti, jadi lelaki itu juga ingin merasakan libur agak panjang.

"Ammi, udah selesei makannya?" Fazha baru keluar kamar, dia telah siap dengan menenteng tas punggung juga beberapa buku tebal. Sejurus langsung mengambil mie yang hampir dingin. Lebih dari tiga puluh menit mendiamkan mie kuah dalam cup, mungkin mie-nya juga sudah mengembang. Sama halnya seperti Ilham, tidak butuh waktu lama bagi Fazhura menghabiskan sarapannya pagi ini. "Berangkat yuk, Ammi."

"Udahan maemnya?"

"Udah," sahut Fazha pendek. "Oh iya, nanti pulang ngampus Fazha mau mampir ke supermarket, Ammi mau pesen apa?" Sambung Fazha.

"Sama siapa?" Selidik Ilham langsung menoleh Fazha.

"Sama pak sopir taksi online. Lagian Ammi pasti sibuk banget, hari pertama masuk, ga usah jemput nanti,  biar Fazha pulang sendiri."

Ilham terdiam sejenak. Tebakan Fahza benar. Apalagi Akbar tidak masuk, pasti nanti dia akan sibuk sekali di kantor, "Oke Sayang, langsung pulang habis belanja, jangan kelayapan."

"Ish. Iyalah langsung pulang." Fazha menyahut dengan bibir mengerucut. "Fazha mau beli mi instan lagi nanti, lumayan buat stok sarapan kalau enggak sempat masak. Ammi mau nitip rasa apa?" Tawar Fazha.

"Jangan banyak-banyak, enggak bagus sarapan mi instan keseringan."

"Iya Ammi, cuma buat sementara kok, nanti kalau Fazha udah belajar masak, baru deh mulai masak buat Ammi. Jadi Ammi, mau rasa apa?"

"Rasa... Rasa yang tak kan pernah padam. Seperti rasaku padamu." Tawa membahana dari bibir Ilham.

"Ammiiii! Serius, ish!"

Hari pertama tinggal hanya berdua dengan Ilham, rasanya nano-nano bagi Fazhura. Satu yang pasti, Ilham jailnya tidak pernah berubah, atau malah bertambah parah saat ini.

🌸🌸🌸🌸🌸KTMCK🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top