2# Si Ratu Hati
Assalamualaikum, masih ada yang baca lapak ini?
Kalau enggak ada, nanti enggak usah dilanjut aja. 😅
Yang kangen Ammi sama Fazha angkat kakinya? 😋
BTW, ini gesture fotonya kok samasama megang dada yas. Samasama grogi kali yak. 😂😂 (Halu)
Yok, halu berjamaah. 😎
Seperti biasa. Kalau main di rumah saya peraturannya: Vote dan koment jangan lupa. Cek typo please.
Happy baca semuanya.
Fazha sampai detik ini tidak mempercayai yang terjadi. Sungguh, Allah maha membolak-balikkan keadaan. Hati yang kemarin risau, cemas dan disusupi rasa tak tenang, kini berbanding seratus delapan puluh derajat. Atas takdir dan kasih sayang Ilahi Rabbi, keadaan memihak pada satu kisah milik sepasang insan.
Padahal mengira bahwa yang telah mengucap akad atas namanya adalah Harris, ternyata dugaannya salah.
Fazha meresapi setiap untaian doa yang Ilham panjatkan. Mengaminkan setiap kebaikan yang dirapal.
"Apa kamu bahagia?"
Tangan dan seluruh persendian Fazha masih gemetar. Apalagi setelah merasakan sengatan aneh akibat kecupan lembut di kening dari Ilham.
Fazha cuma membalas dengan anggukan serta senyum tipis.
"Kenapa cuma diam saja?" lanjut Ilham kini jari tangannya menjentik dagu Fazha agar melihat ke arahnya. Tatapan mereka bertemu, keduanya saling bertukar semyum, kemudian Ilham merengkuh Fazha ke dalam dekap.
"Terimakasih untuk semuanya, Sayang."
Fazha langsung mendongak saat Ilham memanggilnya dengan sebutan sayang. Meski dulu sering kali diucap, tapi sekarang rasanya berbeda. Ada debar tersendiri.
"Ammi. Fazha enggak lagi mimpi, kan?" malah pertanyaan konyol yang keluar dari bibir Fazhura. Ilham menggeleng disertai satu cubitan kecil di pipi Fazha. "Awwsh.. Sakit Ammi!" keluh Fazha saat merasakan goresan kuku Ilham mengenai permukaan kulit wajahnya.
"Sakit ya. Sini Ammi obatin."
"Obat apa---"
Belum sempat Fazha melanjutkan kata-kata, namun Ilham sudah lebih dulu mendaratkan bibirnya di pipi sang istri. Fazha melotot. Kaget dengan perlakuan Ilham.
"Ammi, modus!"
"Bukan modus, tapi cinta."
"Cinta apa?"
"Cinta karena Allah. Uhibbuki Fillah Zawjaty."
Keduanya kembali tertawa pelan. Gugup yang tiba-tiba menginvansi tidak seberapa dibanding bunga bahagia yang kini keduanya rasakan.
"Ammi, aku masih enggak nyangka kalau ternyata bukan Harris yang menikahi Fazha."
"Qodarullah, tidak ada yang mustahil bagi Allah.
"Ceritain sama Fazha, Ammi hutang banyak cerita!"
"Boleh, tapi ada syaratnya."
"Kok pake syarat sih, Ammi."
"Iyalah, mana ada yang gratis di dunia."
"Apa syaratnya?"
"Berhenti panggil Ammi, kan bukan lagi, tapi sekarang 'Suami."
"Trus Fazha harus manggil apa?" lidah Fazha mendadak kelu, bingung harus memanggil Ilham dengan kata ganti apa.
Ilham menyadari gerik Fazha. Dia paham bahwa tidak akan gampang untuk merubah sesuatu yang awalnya sudah terbiasa lantas menjadi kebiasaan baru.
"Ammi becanda, kalau belum siap jangan dipaksa. Ammi akan tunggu sampai Fazha benar-benar siap."
"Serius Ammi?" Fazha menguarkan napas lega.
"Serius, Sayang."
"Terimakasih, A...Ayang." Fazhura mengatupkan rapat kedua mata setelah berhasil menyebut panggilan baru pada Ilham. Lelaki itu mengulas senyum lebar. Ternyata Fazha berani memamggilnya dengan sebutan baru.
"Apa sih, Aku enggak dengar. Bisa diulang lagi, Istri Unyu?" goda Ilham.
"Ammi...!"
"Lho, kok balik lagi?"
"Iya, kalau yang jail itu Ammi, bukan suami," cerca Fazha. Bibirnya mengerucut. Ilham tidak sadar apa! Bahwa dia telah berusaha mati-matian menahan malu serta canggung hanya untuk menyebut panggilan baru itu. Tetapi malah dijaili.
"Yaudah, Ammi minta maaf ya. Cuma becanda, biar rileks. Soalnya Ammi perhatiin dari tadi Fazha tegang sekali, padahal biasanya ceria, jail juga."
Fazha menggigit bibirnya sendiri. Memang benar ya, lelaki itu kalau tidak dijelaskan dengan kata-kata tidak akan pernah paham. Padahal perasaan Fazha sangat campur aduk. Malu, grogi dan salah tingkah. Tidak bisa disamakan dengan dulu. Keadaan sekarang telah berbeda. Ilham yang sekarang adalah pelengkap separuh jiwa, imam dalam hidupnya.
"Fazha Sayang, marah ya?"
Fazha menggeleng. "Enggak, asal Ammi mau cerita sama Fazha sekarang."
"Iya, Ammi pasti cerita. Tapi nanti ya Sayang, sekarang Ammi lapar sekali. Belum makan dari pagi."
Fazha agak terperanjat mendengar penuturan Ilham. Ini sudah bakda isya, dan Ilham belum makan dari pagi.
"Maaf Ammi, Fazha enggak tau. Ammi makan dulu, Fazha siapin ya, Ammi mau makan apa?"
"Apa saja asal buatan kamu."
Fazha melangkah, baru bebera meter ternyata ummi Ilyana juga menuju kamarnya. Ummi berdiri tepat di depan pintu.
"Ummi, kok di sini."
"Dasar Liliput, ngintip tuh pasti. Awas bintitan lo!"
"Ummi sejak kapan di sini?"
"Lumayan lama bisa menyaksikan drama pengantin baru."
Ummi Illyana ingin memberi tahu kalau makan malam telah siap. Kebetulan yang sangat pas. Fazha jadi tidak perlu repot memasak untuk Ilham.
Keduanya menyeret langkah menuju meja makan. Sampai di sana sudah ada Abi Ghaly dan Ummi yang sedang menatap gelas.
Fazha dan Ilham duduk berdampingan. Di meja sudah terhidang semangkuk.besar sup konro dan juga tempe goreng serta sambal. Fazha menuang nasi beserta lauk ke dalam piring Ilham, kemudian menuang air.
"Terimakasih Istri Unyu." ucapan dari Ilham mereaksi Fazha, wajahnya mungkin sekarang telah berubah merah akibat malu. Di hadapan Abi-Ummi dipanggil sayang oleh Ilham.
"Halah, mentang-mentang udah punya istri." goda Illyana.
Abi Ghaly ikut ke dalam obrolan. Beliau menanyakan apa Ilham tidak akan membawa Fazha ke rumah kedua orangtua mereka. Ilham pasti akan membawanya ke sana, tapi tidak malam ini. Mungkin besok. Ummi Lilah juga berkata lusa akan mengadakan walimatul arusy di kediaman mereka, sebagai pengumuman dan doa kalau Ilham dan Fazha telah menikah.
****
Malam berarak. Tujuh petala langit sangat cerah hari ini. Seakan sinar dari kerlip bintang serta pantulan bulan, turut mewakili suasana hati Ilham dan Fazha. Keduanya saling memeluk dan mengaitkan jemari tangan.
Fazha menagih janji Ilham tentang prosesi akad yang di luar dugaan. Fazha benar-benar penasaran. Kalau saja dia tahu bahwa Ilham yang akan bersanding dengan namanya, tidak perlu ada drama dan banyak tangis. Tetapi kembali lagi. Hidup memang penuh kejutan. Benar, bahwa rahasia jodoh, rezeki dan maut, cuma Allah saja yang mengetahui. Manusia cuma wajib usaha diiringi doa, selanjutnya biar tangan Allah yang bekerja langsung.
Kedua sudut mata Fazha memanas mendengar kata demi kata yang Ilham ceritakan. Haru. Perjuangan lelaki itu ternyata lebih dari yang dia kira. Kemarin sempat marah dan sangat kecewa, seolah Ilham pasrah dan enggan memperjuangkan. Nyatanya tidak.
"Ammi sudah berjanji, akan memperjuangkan Fazha sampai titik darah penghabisan."
"Ammi lebay." sengaja Fazha melontar kelakar untuk menghalau tangis yang hampir jatuh.
"Tapi cinta, kan?"
"Enggak!"
"Enggak salah lagi maksudnya, iya kan Fazha."
Tidak menjawab, Fazha cuma mengangguk. Jemari tangan yang menaut itu semakin mengerat.
"Maafkan Ammi."
"Kenapa minta maaf?"
Fazha dibuat bingung oleh pernyataan Ilham. Kenapa harus minta maaf.
"Karena bukan Fazha yang menduduki tahta tertinggi di hati Ammi."
"Maksu---"
"Ada ummi, perempuan yang telah menempati sebagain ruang hati Ammi. Beliau ibarat permaisuri, tapi Fazhura Althafunissa adalah sang ratu hati."
Fazhura tersenyum. Tadinya berpikir kalau yang dimaksud Ilham adalah perempuan lain, ternyata adalah ummah Lilah. Tentu saja Fazha tidak akan cemburu pada beliau. Malah Fazha sangat mencintai ummah sejak dia kecil dulu. Baginya umma adalah sahabat sekaligus ibu pengganti untuknya, selain ummi Illyana.
"Ammi, apa paman tidak marah sama aku?" Fazha baru tahu kika dia mempunyai seorang paman angkat. Selama ini belum pernah bertemu sekalipun.
"Enggak Sayang. Paman sudah sadar kalau perbuatannya itu salah. Harris juga dari awal tidak ingin menikah dengan Fazha, semua cuma rencana paman dan orangtua Harris."
"Apa besok aku boleh bertemu dengan mereka?"
"Tentu saja boleh, nanti Ammi sendiri yang akan membawa Fazha untuk bertemu dengan mereka."
Fazhura mengangguk. Perasaan lega luar biasa, karena semua dapat diseleseikan secara baik-baik.
"Dan, sekarang saatnya Istri Unyu memenuhi janjinya tadi." Ilham tersenyum jail. Sorot matanya menyiratkan binar kerinduan. Iya, dia sangat merindukan Fazhura.
"A-Ammi mau apa?" Fazha tiba-tiba jadi sangat gugup. Ilham menghela napas dan membuangnya dengan kasar. Sudah tidak kaget kalau Fazha mungkin masih akan menolak. Dari awal Ilham sudah diwanti oleh orangtuanya dan juga sudah membentengi diri. Meski itu adalah hak untuknya, dan kewajibannya Fazha sebagai istri, tapi Ilham tidak boleh egois. Dia harus menunggu sampai Fazha benar-benar siap menyerahkan seluruh jiwa raga untuknya.
"Yaudah kalau Fazha belum bisa sekarang, Ammi paham. Kita tidur saja ya, besok pagi kita kerumah abi-ummi." Ilham menarik beda cover sebatas dada. Tetapi sejurus dia memiringkan badan, membelakangi Fazha.
Fazha menggigit bibirnya sendiri. Meski sangat gugup, tapi dia tidak ada maksud untuk menolak. Mengulas senyum tipis saat menyaksikan Ilham seperti bocah kecil yang sedang ngambek. Kemudian tangan Fazha mengait di pinggang sang suami, tidak lupa satu kecupan kecil mendarat di pipi Ilham.
"Siapa bilang Fazha belum siap? Kan Fazha belum ngomong apa-apa," ucap Fazha berniat menjaili Ilham. Sontak lelaki itu membalik badan. Dicubitnya pelan hidung Fazha lalu beralih pada kedua pipinya.
"Ammiii, sakit ish!"
"Biarin, siapa suruh jail. Udah tau suaminya rindu, malah dijaili."
"Maaf, habis Ammi enggak sabaran, kan Fazha grogi."
Ilham meraih Fazhura lalu mendekapnya erat. Tidak tahu saja kalau Ilham sendiri mendadak jantungnya berpacu keras.
"Jadi?" Tanya Ilham seakan meminta kepastian. Fazhura mengangguk sebagai jawaban. Keduanya saling bertukar senyum, sebelum Ilham membacakan doa kebaikan untuk suami-istri. "Allahumma janibnasyaithana wa janibnisyathanamarazaqna"
Malam mengalun syahdu, bermusikkan irama rindu. Sepasang kekasih halal itu telah melabuhkan cinta sepenuh hati. Keduanya telah melebur. Bukan lagi aku dan kamu, tetapi telah menjadi kita.
****************🕊🕊🕊************
Duh, saya ngetik ini kok salting sendiri. 😜🙃😂😂
Yang belum baca season 1. Sok atuh di download di google play
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top