Epilog

"Kematian, adalah hal yang paling dekat dengan manusia. Datang tidak mengenal usia, semuanya bisa saja mengalami kematian"

Athafaris Hizam Adnan

Satu hal yang selalu mengiringi hadirnya kematian, yaitu perpisahan.  Bukan hanya untuk sementara, tapi selamanya.

Perpisahan yang hadir, pasti juga dibarengi dengan rasa kehilangan. Apalagi, jika ia adalah orang yang berharga dalam hidup.

Hanya ikhlas yang mampu menjadi penawar atas setiap rasa sakit yang ditimbulkan oleh perpisahan.

Ikhlas, terdengar sederhana tapi sulit untuk mewujudkannya. Sulit untuk benar-benar mengikhlaskan kepergian seseorang yang berarti dalam hidup.

Itu yang dirasakan oleh seluruh kerabat Devan, terutama keluarga Nugraha, Faris, serta Davin dan Indra.

Sejak kepergian Devan, Faris seolah tak memiliki semangat hidup lagi. Ia selalu  mengurung diri di kamar putranya.

Bahkan, ia tak mau menyentuh makanan. Membuat yang lain ikut cemas dengan keadaannya.

Dr. Ray berusaha menenangkan Faris, memberikan kata-kata motivasi untuknya. Meski, sering kali ia diabaikan.

Rasa bersalahnya kian menggunung, kala ia mengingat semua perlakuannya pada putra semata wayangnya itu.

Setelah kehilangan, ia baru menyadari betapa berartinya sosok Devan baginya. Ia menyesali atas segala hal yang pernah dilakukan, dulu.

Tapi, penyeselan sedalam apapun tak ada artinya lagi. Air mata darah sekalipun, tetap tak tak dapat mengembalikan Devan dalam dekapannya.

Penyesalan selalu saja datang terlambat, disaat semua telah terlanjur hancur dan berantakan.  Rasa sesal selalu hadir belakangan,
menghimpit paru-paru hingga menimbulkan sesak tak terkira.

Tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki segalanya, semua sudah terlampau terlambat untuk diperjuangkan kembali.

Adnan, juga tak kalah merasa kehilangan. Selama ini, Devan yang paling dekat dengannya, mengerti perasaannya tanpa harus dijelaskan.

Ia benar-benar kehilangan sosok adik yang sempurna menurutnya. Ia bahkan belum bisa membalas semua kebaikan pemuda itu, tapi Allah justru mengambilnya begitu cepat.

Jika saja bisa, ia ingin mengulang semua kenangan yang pernah tercipta. Kebersamaan, senda gurau, serta semua hal yang pernah mereka ciptakan. 

Kini, Adnan hanya bisa mengikhlaskan. Ia yakin adiknya itu sudah tenang dalam dekapan Allah, tanpa harus merasakan sakit lagi.

Sejak kepergian Devan, Fauzan yang dulu ceria pun kini berubah menjadi pendiam. Tentu, ia juga merasakan kehilangan yang sama.

Meski tidak terlalu dekat dengan pemuda itu. Tetap saja, ia sering mendapat nasihat kala sedang gundah gulana.

Devan selalu mampu memahaminya lebih dari Adnan dan Ayahnya. Pemikiran mereka seringkali tak sejalan, tapi mereka bisa saling melengkapi.

Fauzan belajar banyak dari sosok Devan yang cenderung pendiam.  Pemuda itu memang tak banyak bicara, tapi langsung melakukan aksi nyata.

Itu yang sangat membuatnya kagum dengan kepribadian Devan. Membuatnya yang terbilang slengekan, berubah menjadi pribadi yang lebih serius terutama tentang masa depan.

Pak Rizki juga kehilangan sosok putra yang mengagumkan baginya. Ia menyayangi Devan, layaknya menyayangi kedua putranya bahkan mungkin lebih.

Masih terekam jelas dalam ingatan, saat pemuda itu membantunya banyak hal. Bahkan, rela mengeluarkan isi tabungannya demi membantu untuk melunasi hutangnya beberapa tahun silam.

Padahal mereka tak saling mengenal, tapi perhatian pemuda itu sungguh luar biasa. Jiwa sosialnya  benar-benar tinggi.

Lebih membuatnya terpana lagi, ketika Devan membangun Yayasan Ar-Rahim untuk anak-anak yatim yang terlantar.

Diusianya yang masih begitu muda, pemuda itu sudah mampu melakukan banyak hal yang mengagumkan. Ditengah rasa sakit yang mendera jiwanya, ia tetap peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

Pak Rizki kembali dibuat takjub, ketika pemuda itu mengadopsi  seorang anak yang ditelantarkan oleh orangtuanya di Yayasan Ar-Rahim. Mengasuh, mendidik, dan membesarkan dengan tangannya sendiri tanpa bantuan pengasuh.

Ia belajar banyak tentang arti  bersyukur, sabar, dan tegar dari pemuda itu. Bahkan, ketika pemuda itu tahu bahwa calon istrinya masih mencintai pria dari masa lalunya.

Devan memilih mengalah, melepaskan juga mengikhlaskan wanita itu menikah dihari pernikahannya dengan segala fasilitas  yang telah disiapkannya. 

Pemuda yang luar biasa, bukan?
Adakah pemuda dizaman sekarang seperti Devan?

Ia rasa, tidak ada pemuda setangguh dan sehebat Devan dalam menyikapi setiap ujian yang menghampiri. Tetap bersikap tenang, sabar dan pemaaf  meski disakiti berulang kali.

Kunci dari segalanya adalah bertawakal pada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin. Tetap berhudzon, meski ujian datang bertubi-tubi.

Bersabar tanpa lupa bersyukur atas segala hal yang terjadi dalam hidup. Senantiasa mengingat-Nya disegala keadaan, karena hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

Menjadi pemaaf, meski disakiti berulang kali. Dengan memaafkan, hati menjadi bersih tanpa ada  dendam. 

Tetap tersenyum,sepahit apapun kenyataan yang harus dihadapi. Kelak senyum itu yang akan menyembuhkan luka dalam hati, juga  mengubah warna dalam hidup yang dijalani.

Alhamdulilllah, kisah ini telah terselesaikan. Author mengucapkan banyak  terimakasih untuk kalian  semua yang selalu meninggalkan jejak  di lapaknya Devan, baik itu vote atau pun komentar.

Silahkan ambil sisi positif dari kisah ini, jika ada sisi negatif silahkan dibuang jauh-jauh.

Author juga mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada banyak kesalahan dalam kisah yang author sajikan. Karena masih dalam tahap belajar.

Sekali lagi , terimakasih buat readers yang selalu setia menunggu kelanjutan dari kisah ini.

Siapa tokoh favorit dan yang paling kalian benci  dalam kisah ini, sertakan alasannya juga ya.

Silahkan tinggalkan jejak, tentang apapun yang ingin kalian sampaikan atau tanyakan.

Author tunggu dikolom komentar

Salam perpisahan  dari keluarga Nugraha juga Adiatama😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top