Bagian 9

Devan terbangun dari tidurnya saat jam di atas nakas menunjukkan pukul 03.10 sore.

Ia bergegas mandi, dan bersiap pergi ke resto. Devan memang berjanji bertemu dengan keluarga Nugraha pukul 07.00 malam, tapi ia ingin bertemu dengan asisten sekaligus sahabatnya terlebih dahulu.

Setengah jam kemudian Devan sudah siap, dengan mengenakan celana bahan warna coklat gelap, dipadu-padankan dengan kaos panjang warna putih, serta sweater rajut berwarna abu muda. Membuat Devan semakin terlihat tampan.

Devan menuruni tangga dengan santai, hari ini ia bebas pergi kemana pun. Lagipula Faris sedang pergi ke Singapura sampai minggu depan karena urusan pekerjaan.

Devan mengendarai sedan merahnya dengan kecepatan standar, hingga tak terasa mobilnya telah memasuki area parkir restoran.

Devan turun dari mobilnya, kakinya melangkah ke lantai dua tempat ruang kerja Davin berada.

Beberapa pelayan resto yang melihatnya tersenyum ramah, menyadari kehadiran Devan selaku pemilik Starmoon.

Devan hanya mengangguk dan sesekali ikut tersenyum.

Suasana resto cukup ramai, terlihat dari semua bangku yang telah terisi penuh.

Devan melangkahkan kakinya menapaki tangga menuju lantai dua, langkahnya semakin dipercepat saat sudah melihat ruang kerja milik Davin.

Seperti biasa, ia langsung masuk ke dalam. Tapi ruangan itu kosong, tak didapati Davin di dalamnya. Hanya ada laptop yang masih menyala, dan juga ponsel milik Davin tergeletak diatas meja.

Tujuannya saat ini adalah dapur, karena bisa dipastikan bahwa Davin sedang membantu disana.

Itu sudah menjadi kebiasaan Davin saat resto benar-benar penuh pengunjung, meski harus meninggalkan pekerjaannya sementara dan lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya yang pasti tertunda.

Benar saja, Davin sedang membantu memasak di dapur restoran, saking seriusnya sampai tak menyadari kehadirannya.

"Assalamu'alaikum" ucap Devan diambang pintu dapur.

Membuat semua orang seketika menoleh, dan menjawab salam serempak.

"Wa'alaikumsalam" jawab mereka serempak.

Davin menyerahkan pekerjaannya pada salah satu koki lalu mencuci tangan di wastafel dan segera menghampiri Devan.

"Mas Abi, kapan datangnya?
Gimana kabarnya?, kok udah lama gak kesini. Pasti lagi sibuk banget ya mas?" tanya Davin berturut-turut.

Devan hanya tertawa menanggapi pertanyaan Davin.

"Kamu ini kalau tanya satu per satu, baru tanya lagi" jawab Devan terkekeh.

Membuat Davin ikut tersenyum, dan tertawa kecil menyadari kekonyolannya.

"Baru aja datang kok, alhamdulilah saya sehat. Kemarin memang lagi banyak kerjaan jadi gak bisa kesini" ucap Devan lagi.

"Maaf banget ya Mas, saya gak bisa nemenin Mas Abi karena harus balik ke dapur. Kasihan kokinya gak ada yang bantuin, karena tiga orang gak masuk hari ini" ucap Davin dengan wajah bersalah.

Devan mengangguk tanda mengerti. Ini yang ia suka dari Davin, tanggung jawabnya terhadap pekerjaan tidak diragukan lagi.

Davin kembali ke dapur, sedang dirinya ke ruang ganti untuk mengganti bajunya dengan seragam Starmoon.

Devan ikut membantu karyawannya dengan menjadi pelayan.

Sungguh Devan tidak malu memakai seragam khas pelayan Starmoon padahal dirinya adalah pemilik dari restoran itu.

Hampir dua jam Devan menjadi pelayan, kepalanya mulai terasa pusing. Kondisinya memang terlihat sudah membaik, tapi seharusnya masih belum banyak beraktifitas.

Saat Devan hendak mengantarkan minuman ke salah satu meja, pusing dikepalanya kembali terasa.

Devan menghentikan langkahnya, tangan kanannya memegang nampan sedang tangan kirinya ia tumpukan pada meja.

Devan memejamkan matanya mencoba meredamkan pusing yang menyerangnya, dari arah depan seorang wanita terlihat berjalan dengan fokus pada ponsel ditangannya.

Bruuukk....Byuurrr....pranggg

Semua mata tertuju pada keduanya, Devan tentu saja terkejut saat tubuhnya ditabrak.

Gaun putih selutut yang dikenakan wanita itu basah dengan noda warna orange, membuat empunya melotot tajam ke arah Devan.

"Kalau jalan itu pakai mata dong, gaunku....ahhh, gara-gara kamu gaunku kotor gini. Gajimu tiga bulan juga gak bakal bisa ganti gaun mahal ini. Pokoknya saya nggak mau tahu kamu harus ganti baju saya" maki wanita itu

Dia gak tahu siapa Devan, kalau saja ia tahu pemuda itu adalah pemilik restoran. Sudah pasti ia tak berani mencaci sesuka hati.

Saya mau bertemu dengan manager di restoran ini, saya mau kamu dipecat karena gak becus kerja" ucap wanita itu berapi-api.

"Maaf Mbak, saya tidak sengaja" ucap Devan akhirnya.

Meskipun ia tidak bersalah namun Devan meminta maaf lebih dulu.

Beberapa karyawannya segera menghampiri Devan, begitu pula dengan Davin yang saat itu berada di dapur.

Devan kembali diam dan memejamkan matanya, kepalanya masih terasa sangat pusing.

"Astagfirullah, Mas Abi" ucap Davin menghampiri Devan.

"Mana manager disini, saya mau ganti rugi sekarang juga" ucap wanita itu lagi.

David memberi kode pada Arya dan Bagas untuk membawa Devan beristirahat.

Devan melangkahkan kakinya perlahan, dengan dibantu Arya dan Bagas.

Seorang pelanggan di Starmoon angkat bicara tentang kejadian sebenarnya.

"Nggak usah diganti Mas Davin, dia yang salah kok. Dia yang nabrak Mas Abi, karena jalan tapi matanya nengokin ponsel" ucapnya.

"Mbak kalau bicara hati-hati. Jangan sembarangan bicara, kalau gak tahu apa-apa. Ini uang untuk mengganti gaun mbak itu, pintu keluar disebelah sana" ucap Davin menunjuk pintu keluar kemudian berlalu.

Wanita itu masih tidak terima dengan perlakuan Davin, yang dianggap mempermalukan dirinya.

"Saya nggak terima dipermalukan seperti ini. Kalau saya mau, saya bisa membeli restoran ini" ucapnya lantang.

Namun, tak ada lagi yang memperhatikan. Dia dianggap seolah tidak ada oleh semua orang di sana.

Davin naik ke lantai tiga ke tempat Devan beristirahat .

Devan duduk bersandar di sofa merah di ruang tengah, ditemani Bagas dan juga Arya.

Saat Davin datang, Bagas juga Arya segera pamit undur diri.

"Mas Abi masih pusing?. Atau kita ke rumah sakit aja, Mas?" tanya Davin cemas.

"Aku nggak papa kok Vin, cuma agak pusig aja. Kamu nggak usah khawatir, istirahat sebentar juga sembuh" jawab Devan.

"Mas Abi ini gak pintar bohongin saya lho. Saya tahu ada yang Mas Abi sembunyikan, tapi kalau belum siap cerita juga gak masalah. Saya akan nunggu Mas Abi buat cerita" ucap Davin tersenyum.

"Kira-kira kalau nanti saya sudah tidak ada lagi, siapa yang merasa paling kehilangan?" ucap Devan yang membuat Davin terpaku.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top