Bagian 8
Dia hadir layaknya hujan di tengah kemarau panjang, membawa harap yang sempat pupus"
~Athafaris Hizam Adnan ~
Pemuda itu mempercepat langkahnya, hingga saat orang yang dicarinya menyadari kehadiran dirinya . Dia segera bangkit dan memeluk tubuh kekar pemuda itu.
"Ayah baik-baik saja 'kan?, Adnan khawatir" ucap pemuda itu.
"Ayah baik-baik saja, maaf karena membuat kamu khawatir hingga membuatmu harus kembali ke tanah air dan meninggalkan pendidikanmu di Jerman" ucap pak Rizki pada putra sulungnya.
Sekedar informasi, Adnan ini kuliah di Jerman dengan jurusan Teknik Penerbangan.
Setelah Pak Riski dan putranya melepas rindu , semua kembali berbincang-bincang.
........
Devan melajukan motornya menuju ATM terdekat untuk mengambil tabungannya guna membantu Pak Rizki.
Setelah transaksi selesai, ia segera kembali ke restoran.
"Assalamu'alaikum" sapa Devan.
"Wa'alaikumsalam" jawab mereka serempak.
Devan menyerahkan sejumlah uang pada Pak Rizki.
"Semoga ini bisa membantu Bapak untuk melunasi hutang, dan juga merenovasi restoran ini." Ucap Devan.
Pak Rizki dan putranya saling tatap lalu mengangguk.
"Terimakasih sudah membantu, uang didalamnya lebih dari cukup untuk melunasi hutang kami. Dan mulai saat ini, restoran ini juga milik kamu" ucap Adnan tersenyum.
Devan menatap Adnan tak percaya, pak Rizki mengangguk tanda membenarkan ucapan putranya.
"Kamu tenang saja, kami akan membantu kamu untuk mengembangkan restoran ini. Kamu bisa mengambil alih restoran ini saat kamu sudah mampu mengelolanya. Kamu tetap bisa mengendalikan restoran ini sesuai keinginanmu" ucap Adnan.
"Saya akan membantu mewujudkan semua idemu untuk pengembangan restoran ini" ucap Pak Rizki lagi.
Devan hanya mengangguk, ia tak dapat berkata apa pun.
Saat semua orang sibuk menata kembali meja dan kursi yang berantakan, Devan, dan Adnan ada di ruang kerja Pak Rizki.
"Devan, terimakasih sudah membantu. Kalau nggak ada kamu , saya gak tahu bagaimana dengan nasib kuliah saya di Jerman" ucap Adnan.
"Sama-sama, Mas. Boleh saya mengusulkan untuk nama restoran ini menjadi starmoon, dan agar semua orang disini memanggil saya dengan sebutan Abi bukan Devandra.
Adnan mengangguk, meski ada banyak pertanyaan yang bersarang dibenaknya tapi dia memilih diam.
Tak lama kemudian, pak Rizki datang dan bergabung dengan dua pemuda itu.
"Devan, kalau kamu mau, saya ingin menjadikan kamu bagian dari keluarga saya. Sejak dulu saya sudah menyayangi kamu seperti menyayangi putra saya sendiri. Kamu boleh memanggil saya dengan sebutan Ayah, dan menganggap kami sebagai keluargamu" ucap Pak Rizki.
"Terimakasih, saya gak tahu harus bicara apalagi. Ayah dan Mas Adnan adalah salah satu dari anugerah terindah dalam hidup Abi. Saya ingin semua orang yang berhubungan dengan Ayah, Mas Adnan dan restoran ini memanggil saya Abi" jawab Devan.
Keduanya serempak mengangguk.
"Orangtua kamu pasti bangga memiliki putra sehebat ini, terimakasih karena kamu mau menerima kami sebagai keluargamu. Mulai saat ini kamu bagian dari keluarga Nugraha" ucap Adnan tersenyum.
Hari itu Devan resmi menjadi anggota dari keluarga Nugraha, bukan hanya secara lisan ,namun telah diakui dimata hukum.
Rizki Nugraha mengadopsi Devan secara resmi melalui pengacara keluarga.
Devan pulang ke rumahnya saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, keadaan rumah sudah sepi.
Lampu di ruang tengah telah padam, mungkin Faris sudah tidur, begitu pikir Devan.
Dugaannya salah ketika mendapati Papanya berdiri di ujung tangga dekat kamarnya.
"Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang?" tanya Faris sakartis.
"Tadi Devan makan dulu, Pa. Sekalian merayakan kemenangan hari ini. Devan pamit ke kamar dulu, Pa. Mau istirahat" ucap Devan berlalu.
Belum sempat kakinya melangkah, tangan Faris sudah menghantam perut Devan dengan keras.
Membuat Devan terkejut, ia meringis menahan nyeri di perutnya.
"Saya sudah membiayai hidupmu tapi apa balasannya, sekolah tapi pulang selarut ini. Kamu benar-benar tidak berguna" ucap Faris lantang.
Devan hanya diam tanpa melawan, meskipun sekali perlawanan saja sudah bisa dipastikan mampu membuat Faris tumbang.
Faris kembali menghantam perut Devan hingga membuat putranya jatuh tersungkur di lantai.
Belum puas dengan dua kali hantaman, Faris kembali menendang perut putranya itu.
Sebelum akhirnya menuruni tangga, dan berlalu keluar.
Dalam satu hari ada banyak masalah yang terjadi di Adiatama corp. yang membuat emosi Faris benar-benar tak terkendali.
Akhirnya melampiaskan seluruh emosinya pada Devan yang tak bersalah sama sekali.
Karena selama ini Faris tak pernah peduli pada putranya itu.
Tubuh Devan terkulai lemah di lantai, nyeri diperutnya membuat seluruh tubuhnya lemas. Ingin bangkit, namun tenaganya tak cukup kuat.
Efek fisiknya yang memang lelah ditambah dengan hantaman Faris diperutnya membuat seluruh tenaga Devan seolah habis tak tersisa.
Beruntung Mbak Riri dan Bi Marni menemukannya, dan membantu ke kamar.
Untuk berdiri saja, nyeri tak tertahankan terasa di ulu hatinya.
"Arrgghh, aku ng-gak bisa m-bak" ucap Devan terbata saat Riri dan Bi Marni memapah menuju kamar.
"Pelan-pelan aja, Mas. Tahan dulu ya, Sebentar lagi sampai" ucap Riri memberi semangat.
Tubuh Devan dibanjiri keringat dingin , nafasnya juga belum teratur meski telah berbaring diranjangnya.
"Mas Devan istirahat dulu ya, Mbak ambil minum dulu buat kamu" ucap Riri berlalu ke dapur.
Sedangkan Bi Marni membersihkan keringat di badan Devan dengan menggunakan handuk kecil.
Berkali-kali Devan menahan nafas, saat nyeri itu terasa menghantam ulu hatinya.
"Maafkan Bibi, Mas, karena gak bisa melindungi Mas Devan dari Tuan" ucap Bi Marni merasa bersalah sambil mengusap kepala Devan.
"Nggak kok Bi, Bibi gak salah. Justru Devan yang makasih karena sudah banyak membantu" jawab Devan berusaha tersenyum.
"Terbuat dari apa hatimu, hatimu sungguh mulia Mas Devan. Kenapa Tuan Faris begitu membencimu, padahal kamu putra yang sempurna" bisik Bi Marni dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top