Bagian 6

"Allah mengirimkan orang lain yang mampu membuat tersenyum dan tertawa bahagia, di saat orang yang kau harapkan tak mampu memberikannya"

~Devandra Abimanyu A. N. ~

Devan terbangun dari tidurnya karena suara ponsel yang berdering.

Matanya mengerjab menyesuaikan dengan cahaya di sekitarnya.

Diambilnya ponsel di atas nakas samping ranjangnya. Setelah melihat nama yang tertera disana, alisnya mengernyit heran.

Pasalnya tak biasanya ia dihubungi, kalau bukan karena sesuatu yang penting.

Devan menekan tombol hijau pada layar ponselnya, suara milik seseorang yang sangat dikenalnya terdengar nyaring di indra pendengarannya.

Membuat Devan segera menjauhkan ponselnya, karena suara orang disebrang sana yang mencapai tujuh oktaf.

"Assalamu'alaikum, Aaabiiii. Aku kangen banget lho" ucapnya disebrang sana.

Devan tertekeh kecil mendengar suara orang disana.

"Wa'alaikumsalam, padahal aku gak kangen " jawab Devan dengan nada datar.

"Mas, Yah . Aku kangen Abi , tapi dianya gak kangen sama aku" ucapnya dengan nada merajuk pada orang yang ada disebelahnya tapi masih bisa terdengar oleh Devan.

" Aku juga kangen, Mas sama Ayah ada dirumah ya??" tanya Devan mengalihkan pembicaraan.

"Ada, mereka di ruang tengah lagi santai sambil nonton tv. Abi gak ke rumah, aku beneran kangen lho" ucapnya.

"Gimana kabar mereka?
Tumben banget, Mas ada di rumah. Kapan balik dari Jerman?
Insya Allah, nanti ke sana" jawab Devan lembut.

"Alhamdulillah baik kok.
Mas, kata Abi tumben di rumah. Biasanya sibuk terus, gak ingat rumah" ucapnya.

Membuat orang yang dipanggil tertekeh,

"Bilang sama Abi, bosan kerja terus. Suruh dia ke sini, kalau Mas sibuk aja nanyain kapan pulang. Giliran pulang, dibilang tumben" ucapnya setengah berteriak, yang masih terdengar oleh Devan.

Devan hanya tertawa mendengar ucapan pria di seberang sana. Dia bahagia bisa menjadi bagian dari keluarga orang di seberang sana.

Kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan dari Faris, ia dapatkan dari sana.

"Bi, nanti malam ke resto ya. Kita ketemu disana aja, kita beneran kangen lho sama kamu. Tiga bulan ini, kamu gak ada nengok Ayah di rumah. Ayah kangen juga katanya" ucapnya membuat Devan terdiam.

Tiga bulan ini, dia memang tidak ke rumah Ayahnya. Padahal dia tahu Ayahnya tinggal sendiri, karena kakak sulungnya bekerja di Jerman, sedangkan orang yang berbicara dengannya ini kuliah di Al-Azhar Kairo.

Dia juga baru balik dari Kairo dua hari yang lalu, Devan tahu karena langsung dikabari sesaat setelah dia sampai di rumah.

Perasaan bersalah langsung menyelinap masuk dalam hatinya, pasalnya tiga bulan ini kondisinya sering drop karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan.

"Insya Allah Abi nanti kesana, salam buat Mas dan Ayah. Abi tunggu di resto nanti malam jam tujuh . Mas yang ngajak, jadi jangan telat" jawab Devan tertawa kecil.

Pasalnya dia sering ngaret saat janjian dengan Devan, membuatnya hafal betul karakter kakak angkatnya itu.

"Iya, pasti akan tepat waktu. Kalau jalanan gak macet ya, Bi.
Ya udah ditutup dulu telfonnya, sampai ketemu nanti malam. Assalamu'alaikum" jawabnya terkekeh.

"Wa'alaikumsalam" ucap Devan.

Jangankan ke rumah Ayahnya, dia sendiri saja menghindar dari Papanya dan dr. Ray.

Alhasil selama tiga bulan terakhir, ia tinggal di rumah masa depannya.

Sebuah rumah yang nampak sederhana dari luar, tapi akan membuat takjub saat sudah masuk ke dalamnya.

Rumah tiga lantai dengan nuansa merah dan abu, dengan halaman yang cukup luas. Dilengkapi taman, kolam ikan dan kolam renang di halaman belakang rumahnya.

Di rumah itu ada sekitar enam kamar utama, dan tujuh kamar tamu lengkap dengan kamar mandi dalam.

Rumah itu ia bangun dari hasil kerja kerasnya sendiri, dari hasil Starmoon Restaurant yang selama empat tahun terakhir ia kelola.

Tak ada yang tahu memang tentang semua aset yang dimiliki Devan, bahkan di usianya yang masih 22 tahun.

Asetnya bahkan melebihi aset Adiatama corp milik Faris, yang notabene termasuk salah satu perusahaan ternama di Indonesia.

Devan benar-benar sosok yang misterus, dibalik sifat diam dan kesederhanaannya tersimpan banyak hal yang mengagumkan.

Selama empat tahun terakhir ia bekerja dibalik layar, tak menunjukkan dirinya pada dunia tentang pencapaiannya.

Bahkan, ia menyembunyikan identitasnya sebagai putra Adiatama. Hanya segelintir orang yang tahu tentang seorang Devandra Abimanyu yang sebenarnya.

Devan juga mendirikan sebuah apartemen di pusat kota Jakarta, dengan sekitar 400 kamar lengkap dengan semua fasilitas layaknya rumah pada umumnya.

Bisnis ini baru berjalan sekitar enam bulan, karena sebelumnya ia fokus pada pengembangan Starmoon Restauran yang kini sudah ada di hampir seluruh kota di Indonesia.

Semua pihak yang menjadi relasi bisnisnya atau pun yang berada dibawah tanggung jawabnya mengenalnya sebagai Abimanyu bukan Devandra.

Selain itu, ia juga merupakan penggagas sekaligus pendiri Yayasan Ar-Rahim. Yayasan yatim piatu yang kini merawat sekitar 150 anak yatim-piatu. Bahkan yayasan ini sudah memiliki donatur tetap.

Bangunan Yayasan Ar-Rahim, terdiri dari empat lantai.

Lantai pertama digunakan sebagai kantor pengasuh, dapur, ruang makan dan juga ruang tamu.

Lantai dua hingga empat difungsikan sebagai kamar tidur, ruang belajar, serta arena bermain.

Lantai dua dikhususkan untuk anak-anak dibawah usia delaan tahun, dan juga kamar pengasuh.

Membahas tentang pemuda yang satu ini tak akan ada habisnya.

Pemikirannya benar-benar luar biasa, mungkin juga karena faktor lingkungan dan keadaan yang mengharuskannya tumbuh mandiri sedari kecil.

Jangan bingung kalau ada dua nama panggilan buat Devan.

Terimakasih untuk readers yang menyempatkan membaca dan memberi vote untuk kisah Devandra.

Banyak kesalahan mohon dimaafkan, karena authornya lagi belajar.

Mohon kritik dan saran untuk perbaikan cerita ini kedepannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top