Bagian 45
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh“
(Qs. An-Nisa :78)
"Aku merasa kalau kondisi fisik aku semakin lemah, stadium kankernya sudah naik ke stadium tiga 'kan. Otomatis usia harapan hidup aku juga semakin tipis. Jika saat kematian itu tiba, jangan ada airmata yang mengiringi kepergianku," ucap Devan sendu.
Penuturan Devan membuat semua orang bungkam, tak tahu harus menjawab apa.
"Van, usia seseorang itu Allah yang menentukan. Kamu harus yakin kalau kamu pasti sembuh, jangan pesimis seperti ini. Devan yang Papa kenal itu kuat, optimistis , tidak seperti ini," ucap Faris tegas.
Devan hanya terdiam, dengan tatapan kosong. Mata yang biasa berbinar indah, kini terlihat begitu redup. Orang-orang di sekeliling pemuda itu juga ikut merasakan kesedihan yang sama.
"Bi. Mas mohon, tetaplah menjadi Abi yang optimis dan pantang menyerah. Jangan pernah bicara seperti tadi lagi, kamu harus yakin kalau harapan itu selalu ada," nasihat Adnan.
Devan mengangguk, ia merapal istighfar dalam hati berusaha menenangkan batinnya.
"Bi, kamu itu orang pilihan-Nya. Kamu pasti bisa melalui semua ini, hanya orang-orang pilihan yang diberikan ujian sedemikian rupa. Dan kamu salah satunya, jadi jangan pernah menyerah," nasihat Fauzan.
Mendengar penuturan Fauzan, Adnan justru tertawa. Karena baru kali ini, adiknya itu bisa memberi nasihat yang benar.
Adnan meraba kening Fauzan, membuat pemuda itu mengernyit bingung.
"Tumben ngomongnya benar, kesambet di mana, Zan?" ucap Adnan terkekeh.
"Enak aja kesambet, aku kan anak sholeh Mas. Cuma, ya kadang konslet dikit," jawab Fauzan.
Mendengar penuturan Fauzan, mereka tertawa kecil. Begitu juga dengan Devan, perlahan senyum pemuda itu merekah indah. Menutupi duka yang membalut hatinya. Sejujurnya ia rapuh, lebih rapuh dari siapa pun. Hanya saja ia pandai menutupi kerapuhannya, ia selalu bersembunyi dibalik kata "baik-baik saja". Padahal, kondisinya jauh dari kata baik.
Terhitung sudah lima kali pemuda itu menjalani radioterapi, namun kondisinya juga masih jauh dari kata baik.
Belakangan ini, ia merasa kondisi fisiknya semakin melemah. Intensitas nyeri dikepalanya semakin sering, ditambah mual dan juga muntah yang semakin menyiksa. Nafsu makannya juga menurun drastis.
Kondisi fisik yang sudah lemah, kian bertambah lemah, ditambah efek radioterapi yang terasa semakin menyiksa.
*****
Hari ini adalah hari pernikahan Adnan dan juga Sarah. Binar bahagia nampak begitu jelas di wajah keduanya.
Bukan hanya kedua mempelai yng tampak bahagia, tetapi juga pihak keluarga dan semua orang yang terlibat dalam acara itu.
Adnan terlihat semakin tampan, dalam balutan jas putih dengan dasi kupu-kupu yang berwarna senada. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya, menambah kesan menawan lelaki itu.
Sarah juga nampak anggun dengan busana pengantin muslim yang dikenakannya. Ditambah dengan mahkota yang tersemat rapi di kepalanya, membuatnya nampak seperti putri kerajaan.
Mengambil tema pernikahan sederhana, nyatanya tak membuat pernikahan itu terlihat sederhana. Tetap ada kesan megah dalam konsep pernikahan Adnan.
Sedangkan seluruh keluarganya mengenakan seragam berwarna biru langit.
Devan juga terlihat tampan dengan jas berwarna biru langit. Senada dengan Qanita juga Fadhil, ketiganya tampak seperti keluarga kecil bahagia.
Devan bahagia, karena dua minggu lagi ia juga akan mengucapkan janji suci. Waktu seolah berputar begitu cepat tanpa disadari. Ia tersenyum, mengingat pernikahannya juga semakin dekat.
Di tengah keramaian, Devan merasakan nyeri hebat dikepala hingga bagian belakang lehernya. Perutnya juga ikut bergejolak, menimbulkan rasa mual tak tertahankan.
Ia berlari ke kamar mandi sambil membekap mulutnya. Darah segar juga ikut mengalir dari lubang hidungnya, membuat kepalanya terasa semakin pening.
Langkahnya terhenti saat pandangannya kian mengabur, ia meraih apa saja yang didekatnya sebagai pegangan. Kepalanya semakin terasa berat, hingga tubuhnya luruh begitu dilantai.
Fauzan yang sejak tadi mengikuti langkah Devan, berteriak histeris saat melihat tubuh adiknya ambruk dilantai.
"Abi..." teriak Fauzan histeris.
Mengundang perhatian semua tamu undangan, juga kedua mempelai.
Tubuh itu terbaring dilantai, dengan noda darah yang mengotori jas dan juga telapak tangannya.
Terimakasih buat kalian yang selalu setia sama tulisan abstrak author
Terimakasih buat kalian yang sering merusuh dikolom komentar, karena itu menjadi semangat tersendiri untuk melanjutkan karya2 author.
Terimakasih juga buat kalian yang selalu vote dan juga memberi krisan untuk cerita ini
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top