Bagian 40

Semua orang seketika panik saat mendapati Devan tiba-tiba pingsan. Adnan segera menekan tombol darurat yang ada disamping ranjang adiknya.

Tak lama kemudian dr. Ray beserta seorang perawat masuk ke ruangan itu.

"Ray, tolong selamatkan putraku. Aku gak mau kehilangan dia," pinta Faris menggenggam tangan dr. Ray.

"Aku akan mengusahakan yang terbaik untuk Devan, tapi hasilnya tetap tergantung sama Allah. Kita berdoa saja, semoga Devan baik-baik saja. Lebih baik kalian tunggu diluar, biar kami yang menangani Devan," ucap dr. Ray.

"Biar aku d isini nemenin putraku Ray," ucap Faris.

"Percayakan putramu pada kami, kami akan  segera menangani Devan. Mohon kerjasama anda Pak Faris," jawab dr. Ray tegas tak ingin dibantah.

Faris dibantu oleh Pak Rizki , akhirnya meninggalkan putranya agar segera ditangani.

"Om, Abi pasti baik-baik saja. Dia itu orang yang paling tangguh, yang pernah saya kenal. Lebih baik, Om berdoa untuk kesembuhannya," ucap Adnan menenangkan.

Diantara semua yang terlihat cemas, Qanita adalah orang yang paling  mencemaskan  kondisi Devan.

Bagaimana tidak, pemuda yang terbaring didalam sana adalah calon suaminya. Satu bulan lagi akan resmi menjadi suaminya.

Qanita terisak dipelukan sang Bunda, ia takut kehilangan orang yang berarti baginya untuk kedua kali.

Cukup sekali, ia ditinggalkan begitu saja bahkan  tanpa kabar yang jelas.  Disaat ia telah mempercayakan hati seutuhnya pada pria yang ternyata justru menyakitinya.

Lima tahun, bukan waktu yang singkat untuk mereka saling mengenal satu sama lain. Pria itu adalah cinta pertamanya saat masih berseragam putih abu-abu.

Terhitung sudah empat tahun hingga kini, pria itu meninggalkannya. Dan dengan kehadiran Devan dihidupnya cukup mampu mengobati luka dalam hatinya.

Pemuda itu begitu mudah masuk kedalam kehidupannya, mebuatnya kembali percaya bahwa cinta itu benar-benar ada.  Mengubah pola pikirnya, bahwa  tak semua laki-laki itu hanya bisa menyakitinya.

"Qanita takut, Bun. Takut kalau Mas Abi akan ninggalin aku. Sama seperti...." ucap Qanita terisak.

"Sssstttt, jangan bicara seperti itu. Jangan kamu ingat lagi pria itu, sekarang sudah ada Abi yang menggantikannya. Bunda nggak mau kamu terus-terusan ingat pria itu," ucap sang bunda lembut sambil membelai puncak kepalanya dengan sayang .

Semua orang tampak kacau, kerena  Devan yang kembali anfal. Sudah dua minggu ini, kondisi pemuda itu kian lemah hingga membuatnya harus bolak-balik ke rumah sakit.

Tak lama dr. Ray keluar dari ruangan itu, dan meminta Faris serta pak Rizki untuk ikut ke ruang kerjanya guna menjelaskan tentang kondisi Devan.

"Ray gimana keadaan putraku?
Kenapa sampai sekarang dia belum sadar juga?" tanya Faris.

"Kondisinya masih kritis, saya sudah memberikan obat untuknya. Kita tunggu reaksi obat itu dulu, kalau dalam 24 jam tidak ada perubahan berarti, kita harus mengikhlaskan dia" jawab dr. Ray lemah.

Mendengar penuturan dokter Ray, membuat kedua Ayah Devan terdiam di tempatnya.

Mereka takut, Devan tidak mampu bertahan. Padahal acara pernikahan putranya itu tinggal satu bulan lagi. Airmata  mengalir dari kedua sudut mata Faris dan Pak Rizki. Mereka berusaha kuat, tapi nyatanya tetap saja rapuh.

" Jika Devan berhasil melewati masa kritisnya kita akan segera melakukan pengobatan lanjutan. Mengingat kanker yang bersarang di kepala Devan sudah memasuki stadium tiga. Kita harus melakukan pengobatan kombinasi, untuk mencegah kanker itu semakin merajalela.  Selain itu, juga agar pengobatannya lebih efektif.

Kanker yang sudah masuk stadium tiga, akan berkembang lebih cepat memasuki stadium akahir. Dipengaruhi oleh kondisi fisik penderita yang semakin lemah, juga karena pola pikir pasien yang salah.

Biasanya, penderita akan putus asa saat tahu kanker itu sudah masuk stadium 3. Membuatnya berpikir bahwa tak ada harapan lagi untuk sembuh, pola pikir seperti itu yang membuat kondisi fisiknya semakin lemah," jelas dr. Ray.

Pak Rizki bahkan sudah tak sanggup untuk berucap apapun. Semua kata yang ingin ia sampaikan, tertahan di tenggorakan.

"Lakukan apa pun, Ray. Asal putraku bisa sembuh," ucap Faris terisak.

"Pasti, Ris. Jangan pernah putus asa dan putus doa. Doa kalian akan sangat berpengaruh untuk Devan," jawab dr. Ray berkaca-kaca.

Hari sudah berganti, namun Devan seolah enggan beranjak dari alam mimpinya. Terhitung,  sudah 22 jam ia tak sadarkan diri. Namun, belum ada tanda-tanda pemuda itu akan membuka matanya.

Hanya tinggal ua jam lagi waktu yang tersisa, jika mata itu tak kunjung terbuka entah apa yang akan terjadi.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top