Bagian 39
Assalamu'alaikum,
Ketemu lagi sama mas Abi,
Di ruangan itu, Devan tak pernah sendiri karena keluarganya tak pernah meninggalkannya.
Siang hari, jadwal Adnan, Fauzan, dan terkadang ada Davin yang ikut menemani jika ia sedang tidak sibuk di Resto. Malamnya, Faris dan Pak Rizki yang akan menemani Devan.
Saat weekend seperti ini, seluruh keluarganya akan berkumpul sekaligus menemaninya.
Ditambah hari ini, ada keluarga Anggara yang juga ikut menemaninya.
Mereka asyik berbincang tentang pernikahan Adnan dan juga Devan yang sudah didepan mata.
"Bi, kamu mau konsep pernikahan yang seperti apa?
Nanti biar WO Mas yang urus sekalian, dan acaranya mau di mana?" tanya Adnan.
"Abi belum tahu, Mas. Karena aku juga harus berunding sama Qanita. Lagian Abi juga belum mendengar langsung tentang acara pernikahan ini dari Qanita dan keluargnya," jawab Devan lemah.
"Tadi Qanita telfon, Bi. Katanya dia siang ini mau ke sini. Sekarang, dia masih di yayasan untuk jemput Fadhil. Kemarin Fadhil ikut Qanita ke
yayasan, kangen sama Bunda Maira sama teman-temannya." Fauzan ikut buka suara.
"Kalau gitu, tunggu Qanita aja dulu, Mas. Nanti kita bicarakan lagi kalau Qanita udah sampai sini," jawab Devan.
Devan meringis tertahan, kala pening dikepalanya kembali terasa. Dia yang semula bersandar, dibantu oleh Adnan untuk berbaring kembali.
"Tiduran aja, Bi. Wajah kamu masih pucat banget," ucap Sarah.
Devan hanya tersenyum dan mengangguk, karena kepalanya memang terasa sakit bahkan terasa hingga leher.
Tak lama kemudian keluarga Hutama tiba di ruangan itu bersama Fadhil.
"Assalamu'alaikum," sapa keluarga Hutama serentak.
Semua orang menoleh ke arah sumber suara, kemudian menjawab serempak.
"Wa'alaikumsalam"
"Bi, calon istri dan anak kesayanganmu datang," ucap Fauzan terkekeh.
Fadhil segera berlari dan menghampiri Devan yang masih terbaring.
"Mas Abi, Adhil angen Mas Abi. Mas Abi apan ulang?" tanya Fadhil.
Devan berusaha bangkit dari tidurnya, meski kepalanya masih terasa nyeri. Membuat Adnan dan Fauzan melotot tajam ke arah Devan.
"Bi, kondisi kamu masih lemah. Lebih baik kamu jangan bangun dulu," ucap Adnan tegas.
"Aku baik-baik aja kok, Mas. Lagian Abi kangen sama Fadhil.
Adhil naik kesini, Mas Abi juga kangen berat sama kamu," jawab Devan lembut.
Fadhil segera naik ke ranjang, kemudian memeluk erat tubuh Devan. Membuat Devan terhuyung ke belakang, namun tak urung ia tertawa kecil.
Devan terdiam beberapa saat, mencoba menetralkan pusing dikepalanya yang terasa semakin menjadi.
Melihat Devan yang tiba-tiba terdiam dengan kedua alis yang menyatu membuat Adnan segera mengambil alih Fadhil.
"Dek Adhil, sama Om Adnan dulu ya! Mas Abi masih sakit. Nanti kalau Mas Abi udah sembuh, terserah deh mau kamu apain," ucap Adnan.
Qanita dan keluarganya mendekati Devan, menayakan kondisi pemuda itu serta memberitahukan tentang rencana pernikahan mereka.
"Mas Abi, bagaimana keadaan kamu sekarang?" tanya Qanita.
"Alhamdulillah sudah lebih baik, kamu gak perlu khawatir," jawab Devan lemah.
Sekuat tenaga, Devan berusaha menyembunyikan rasa sakit yang menyergapnya. Agar tak ada yang mengkhawirkan tentang kondisinya yang terasa semakin menurun.
"Oh iya, Mas. Kita udah membicarakan tentang rencana pernikahan kita. Rencananya diadakan bulan depan, tepat dihari ulang tahun kamu. Menurutmu gimana, Mas?" tanya Qanita.
"Aku ikut saja. Tapi apa kamu yakin mau menikah dengan pria yang sakit parah seperti aku?
Pria yang kapan saja bisa mati, dan ninggalin kamu," jawab Devan sendu.
Mendengar ucapan Devan, semua orang yang berada di ruangan itu terdiam. Hati mereka bagai diiris sembilu, perih namun tak berdarah.
"Mas, Qanita akan menerima kamu apa adanya. Kamu pasti sembuh.
Jangan pernah bicara seperti itu lagi," ucap Qanita berkaca-kaca.
Sebenarnya Devan hanya berusaha meyakinkan, berusaha mengenyahkan keraguan yang menyelinap masuk dalam hatinya.
Mendengar jawaban Qanita, membuat hatinya sedikit lebih tenang. Namun tak menampik bahwa keraguan itu masih ada dalam benaknya.
Devan berusaha tersenyum, meyakinkan semua orang bahwa ia baik-baik saja.
"Berhubung Qanita udah ada di sini, kita bahas sekarang saja konsep pernikahan yang kalian mau. Lagian waktunya juga tinggal sebulan lagi, banyak hal yang harus kalian siapkan." Adnan memecah keheningan.
"Abi serahkan sama Qanita, Mas. Biasanya wanita itu punya konsep pernikahan impian. Abi ingin memberi kesempatan wanita pilihan aku untuk mewujudkan pernikahan impiannya," ucap Devan melirik Qanita.
Mendengar jawaban Devan, semua tersenyum senang. Terutama Qanita yang tersipu dalam tunduknya.
"Qanita ingin pernikahan yang sederhana saja, gak perlu yang mewah," jawab Qanita menunduk.
"Gimana kalau konsep pernikahan kalian disamakan aja dengan konsep pernikahan kita. Lagian selisih pernikahannya juga cuma 3 minggu kan. Kalian tinggal terima beres deh pokoknya," saran Sarah.
Devan dan Qanita saling pandang, kemudian serempak mengangguk.
Membuat Sarah berbinar senang saat usulnya diterima oleh calon adik iparnya.
"Terimakasih sebelumnya, maaf jadi buat Mbak Sarah repot. Padahal kan itu pernikahan Abi sama Qanita," ucap Devan tak enak hati.
"Kaya sama siapa Bi, udah kamu tenang aja dan fokus sama kesembuhan kamu. Soal pernikahan kalian biar kita yang urus, kalau soal gaun pengantin dan cincin nanti kita baru melibatkan kalian," sahut Adnan tersenyum.
"Yang udah mau nikah mah auranya beda banget, kelihatan berbinar-binar gitu," seloroh Indra di ambang pintu.
"Makanya Mas Indra, cari calon biar bisa nyusul ke pelaminan," ucap Fauzan tertawa.
"Kaya kamu udah ada calon aja, Zan. Sok-sok an nasihatin," balas Indra mengejek.
"Calon Indra mah masih di Kairo, belum bisa dibawa pulang. Setelah lulus baru aku ajak ke rumah," jawab Fauzan santai.
Membuat Indra memberengut sebal dengan jawaban Fauzan. Semua hanya tertawa, mendengar perdebatan Indra dan Fauzan.
Devan memijat pelan pelipisnya, mencoba mengurangi pening dikepalanya. Membuat semua orang cemas, karena Devan sempat mengerang kesakitan dengan mata tiba-tiba terpejam dan tubuhnya kembali terkulai lemah.
Author :Bentar lagi mas Abi mau nikah nih, ada yang mau kondangan gak ya??
Kan lumayan uangnya bisa author pakai buat jalan-jalan ke Paris
Abi. :Enak aja thor, uangnya buat bulan madu lah, masa buat situ. Kan yang nikah aku
Auhor : Ya elah Bi, pelit banget sih. Kalau gak ada aku kamu juga gak bakal bisa nikah kali.
Abi. : Ya udah deh terserah dah, tapi 15% aja ya. Kan aku butuh bulan madu juga, masa tega sama anak sendiri
Author:Dikit amat Bi.
Tapi ya udah deh, daripada gak dapat. Untung sayang Bi,
Abi. :Dasar author matre😬
Author: eh, jangan jadi anak durhaka kamu Bi. Seenaknya kalau ngomong😤
Abi. : kaaaabbbbuurrrrr💃💃
Author:😎😎
Maafkan author yang gak jelas ini,
Authornya lagi agak stress jadilah tulisan abstrak diatas.
Thanks for your vote and coment
See you next chapter
Baabayyy 👋👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top