Bagian 33
"Belum saatnya sayang, Papamu sudah menunggu kamu kembali. Bukan hanya dia tapi juga semua orang yang menyayangimu," sahut wanita itu.
Devan terus berjalan tak tentu arah, ia mencoba mencari jalan keluar namun tak menemukannya. Bagaimana cara agar bisa kembali, sedangkan ia sama sekali tak tahu dimana letak jalan keluar yang bisa dilalui .
Hingga Devan melihat seberkas cahaya terang di depan sana. Langkah kakinya mengikuti arah cahaya itu, dan membawanya kembali ke raganya. Jiwa yang sempat meninggalkan tuannya telah kembali, mata yang tadinya terpejam kini mulai terbuka.
Dr. Ray tersenyum saat melihat mata Devan telah terbuka sempurna.
"Alhamdulillah Van, Om benar-benar panik saat detak jantungmu sempat berhenti. Terima kasih karena kamu masih mau untuk berjuang lagi," ucap dr. Ray tersenyum lega.
"Mama yang meminta Devan untuk kembali. Mama gak mau aku menyerah saat ini. Tapi, Mama janji suatu saat akan datang dan menjemput Devan" jawab Devan.
Dr.Ray tertegun sejenak mendengar penuturan Devan, beliau khawatir mereka akan benar-benar kehilangan pemuda itu.
"Van, harapan kamu untuk bisa sembuh masih sangat banyak. Karena sel kanker yang bersarang dikepala kamu baru memasuki tingkat stadium dua, asal kamu mau berjuang lebih lagi. Om sarankan kamu menjalani kemoterapi atau radioterapi, semua keputusan ada ditangan kamu" tutur dr. Ray.
"Devan takut, Om. Takut kalau semua perjuangan itu hanya akan sia-sia. Devan gak siap dengan semua resiko yang mungkin tidak sesuai dengan yang aku harapkan. Kenapa harus Devan, Om? Apa aku gak berhak untuk bahagia sebentar saja, hingga takdir seolah tak pernah berpihak untuk memberi kebahagiaan untuk Devan," ucap Devan dengan tatapan sendu.
Dr. Ray terdiam sesaat, ia tak tahu harus menjawab apa. Satu hal yang ia sadari, Devan saat ini benar-benar rapuh. Baru kali ini, Ia mendengar Devan mengeluh atas keadaan yang ada. Mungkin, sudah ada terlalu banyak beban yang pemuda itu simpan tanpa mau berbagi. Hingga beban itu benar-benar membuat putra sahabatnya ini seakan menyerah begitu saja.
"Van, Om memang tidak mampu memahami seberapa banyak beban yang selalu kamu simpan rapat. Tapi, satu hal yang harus kamu tahu. Allah tidak akan membebani seorang hamba, melebihi batas kemampuannya. Allah memberi kamu ujian ini, karena Dia tahu kamu mampu.
Jangan menyerah, Van. Kamu masih punya banyak tanggung jawab. Bukankah Fadhil, dan anak-anak yayasan saat ini ada dibawah tanggung jawab kamu. Jika kamu menyerah, lalu siapa lagi yang akan memperjuangkan mereka," nasihat dr. Ray.
Devan terdiam, dr. Ray benar. Kalau ia menyerah sekarang, lalu siapa yang akan mengurus Fadhil, terutama yayasan. Hatinya perlahan mulai melembut kembali, ia beristighfar berulang kali dalam hati. Tak sepantasnya ia menggugat takdir atas dirinya, hatinya yang lemah begitu mudah dihasud oleh setan.
"Ampuni aku ya Allah, karena kufur terhadap nikmat-Mu hanya karena ujian kecil yang Kau berikan padaku. Tak pantas aku menggugat takdir-Mu , setelah begitu banyak nikmat yang telah Kau beri bahkan lupa untuk ku syukuri," bisik Devan dalam hati.
"Terimakasih, Om atas nasihatnya. Hati Devan sudah lumayan tenang sekarang. Soal saran dari, Om.
Akan Devan pertimbangkan. Tolong jangan bilang ke siapa pun tentang Devan yang sempat pergi, aku nggak mau membuat semua orang lebih khawatir lagi. Kalau suatu saat Devan benar-benar pergi, aku titip Papa ya, Om," ucap Devan tersenyum lembut.
"Sama-sama. Jangan bicara seperti itu lagi, Van. Kamu harus yakin akan sembuh, masih banyak yang membutuhkan kamu terutama Fadhil. Putramu itu sedari tadi rewel gak karuan, sampai buat semua orang kelimpungan. Janji sama, Om. Kamu gak akan nyerah melawan kanker itu. Om tahu semua gak mudah. Tapi, Om yakin kamu mampu melewati semuanya," jawab dr. Ray sambill mengelus puncak kepala Devan.
Devan tersenyum, ia bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang sangat baik. Orang-orang selalu menyayanginya, mendukungnya, dan selalu menguatkan saat ia ada dititik terendah.
"Devan gak bisa menjanjikan apapun, Om. Karena aku gak tahu takdir seperti apa yang akan menyapa di kemudian hari," sahut Devan sendu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top