Bagian 32
"Kami tidak pernah mempermasalahkan tentang kondisi, Abi. Kami yakin dan percaya, Abi pasti bisa sembuh. Jangan putus asa, insya Allah kami akan selalu mensuport dan mendampingi hingga kamu sembuh," jawab pak Angga.
"Mas, jangan bicara seperti itu. Mas Abi pasti bisa sembuh, Qanita tidak akan membatalkan lamaran kemarin. Kita semua menyayangimu, jangan pernah putus asa. Jangan berfikir macam-macam, yang harus kamu fikirkan. Saat ini kondisi kamu, Mas" sahut Qanita menenangkan.
"Devan yang Papa kenal itu orang yang optimis, pantang menyerah, bukan rapuh seperti ini. masih ada kesempatan buat kamu bisa sembuh Van." Faris menimpali.
Devan masih diam ditempatnya, tatapannya sendu. Tersirat banyak luka dikedalaman mata itu. Hanya ia sendiri yang tahu, tentang seberapa dalamnya luka yang selama ini disimpan rapat.
Devan memejamkan matanya, mencoba menguraikan rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya. Terlalu banyak beban yang ia simpan sendiri, terlalu banyak luka yang tak pernah ia ungkapkan pada siapa pun. Membuat jiwanya yang rapuh, semakin hancur berantakan.
Ditambah lagi dengan kondisi fisiknya yang kian melemah, dan juga tentang keraguan yang merasuk dalam jiwanya setelah melamar Qanita.
Dibenaknya, semua rasa takut, bimbang, dan kecewa menyatu menjadi satu. Belakangan ini ia sering bermimpi melihat tubuhnya terbujur kaku, dengan dikelilingi isak tangis dari keluarga dan sahabat-sahabatnya. Bayang-bayang dirinya yang terbujur kaku semakin menambah gelisah dirinya.
Devan hanya menyimpan semua itu sendiri, ia tak pernah menceritakan pada siapa pun perihal mimpinya. Takut, kalau itu justru akan membuat semua orang semakin mengkhawatirkannya. Agaknya itu, ikut andil dalam mempengaruhi kondisi fisik Devan. Hingga membuatnya semakin lemah dan rapuh seperti saat ini.
Airmata yang sedari tadi ia tahan, akhirnya tumpah juga. Tak ada kata yang terucap dari bibirnya, hanya airmata yang mengalir dari kedua sudut matanya yang mencoba mengungkapkan segala hal yang terpendam. Kedua mata Devan masih terpejam kuat, menahan rasa sakit yang kembali menyergapnya. Hingga tubuh itu kembali terkulai lemas tak berdaya.
Tentu saja membuat panik semua orang yang berada disampingnya. Isak tangis terdengar menyayat hati, menyisakan duka yang hanya dimengerti oleh tuannya. Tak lama kemudian dr. Ray masuk dan memeriksa kondisi Devan.
Sementara diluar ruang rawat Devan, semua kerabat dan sahabatnya tertunduk dalam do'anya. Mereka merendahkan diri dihadapan Allah, memohon dengan segenap hati agar Devan diberi kesembuhan.
*****
Devan berada disebuah tempat yang luas nan indah, namun ia sama sekali tidak tahu berada dimana. Tempat itu dikelilingi oleh taman bunga yang sangat indah dan juga sungai yang mengalir dengan air yang sangat jernih. Devan berjalan menyusuri taman itu, ia benar-benar takjub dengan tempat itu.
Seorang wanita datang dan menghampirinya, wanita yang masih terlihat sangat cantik dimata Devan. wanita itu tiba-tiba memeluk Devan, menciumi wajahnya, juga mengusap lembut puncak kepalanya. Devan hanya diam terpaku, semua terasa begitu nyata baginya.
"Belum saatnya kamu datang ke tempat ini, Van. Kembalilah, semua orang masih membutuhkanmu," ucap wanita itu lembut.
"Kamu siapa, dan kenapa kamu bisa tahu nama saya?" tanya Devan penasaran.
"Maaf, belum saatnya kamu tahu siapa saya. Saat waktunya telah tiba nanti, saya akan menemui kamu kembali dan menjemputmu," ucap wanita itu sebelum hilang dari pandangan Devan.
Saat wanita itu telah menghilang, Devan baru menyadari sesuatu tentang wanita itu. Wanita itu adalah orang selama ini Ia rindukan.
"Ma tunggu, jangan tinggalkan aku lagi. Devan mohon, izinkan aku ikut sama Mama" teriak Devan frustasi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top