Bagian 23
Dalam diam mereka menangis, mengingat bagaimana Devan menjalani hidupnya dengan penuh duka dan lara. Namun tetap memiliki ketegaran dan juga kesabaran yang tak pernah padam.
Faris menunduk mendengar penjelasan sahabatnya, ia menyesal telah menyia-nyiakan putranya.
"Kenapa baru sekarang kamu bilang tentang kondisi Devan?" tanya Faris lemah.
"Putramu yang meminta agar aku tidak memberitahumu tentang kondisinya. Devan tidak ingin kamu mengakui dia, hanya karena rasa kasihan," jawab dr. Ray.
Faris mendekati ranjang putranya, dipeluknya tubuh Devan yang masih terbaring lemah.
"Maafkan Papa, Van. seharusnya Papa selalu ada, disaat kamu butuh Papa. Tapi, yang ada, Papa justru memperparah kondisi kamu," ucap Faris terisak.
"Abi itu orang yang baik dan juga pemaaf, apalagi anda adalah orangtuanya. Saya yakin dia pasti sudah memaafkan anda," ucap pak Rizki.
Faris mendongak dan menoleh, alisnya bertaut satu sama lain melihat kehadiran Pak Rizki.
Menyadari kebingungan Faris, Pak Rizki memperkenalkan diri.
"Saya Rizki, Ayahnya Abi. Dan ini putra sulung saya Adnan," ucap Pak Rizki.
"Tunggu, Abi siapa?
Dan apa hubungan anda dengan putra saya?" tanya Faris.
"Abi dan Devan adalah Orang yang sama. Di keluarga kami, semua memanggil Devan dengan nama Abi," jawab pak Rizki.
Perbincangan mereka terhenti, ketika mendengar suara Devan.
"Aaarrggghhh," rintih Devan memijat pelan pelipisnya.
"Alhamdulillah. Kamu udah bangun, Van. Gimana keadaan kamu?" tanya Faris.
"Aku nggak apa-apa kok, Pa. Cuma kurang istirahat aja, " lirih Devan .
"Papa udah tahu semuanya. Kamu nggak perlu bohong, Van. Kenapa kamu sembunyikan dari Papa?
Papa berhak tahu, Van. Karena kamu, anak Papa," ucap Faris serius.
"Ris, biarkan Devan istirahat dulu. Kondisinya masih sangat lemah, jangan buat Devan stress," sahut dr. Ray.
"Bi, gimana keadaan kamu?" tanya Pak Rizki akhirnya setelah sedari dari hanya diam menyimak.
"Alhamdulillah sudah jauh lebih baik, Yah. Cuma masih agak pusing," jawab Devan.
"Bunda, Qanita dan Qania nitip salam. Mereka gak bisa nunggu kamu, karena harus segera kembali ke Yayasan," lanjut Adnan.
Devan hanya menganggguk tanda mengerti.
"Fadhil dimana, Mas?" tanya Devan.
"Fadhil sama Fauzan lagi beli makanan, sebentar lagi juga balik," jawab Adnan.
"Mas, tolong bilang ke Davin gantiin Abi buat meeting bulanan di Starmoon besuk siang. Kalau Abi bisa, nanti nyusul," lanjut Devan.
Adnan menganggguk kemudian menghubungi Davin.
Ponsel Devan berdering nyaring, menandakan ada panggilan masuk.
Setelah menggeser tombol hijau pada layarnya, Devan berbicara pada orang disebrang sana.
"Halo, assalamu'alaikum"
"........"
"Benar, dengan saya sendiri"
"........."
"Anda siapa? jangan berani menyentuh apalagi menyakiti kakak terutama putra saya"
"........"
"Baik, saya kesana sekarang juga"
"Bi, apa yang terjadi?
Fadhil sama Fauzan kenapa?" tanya Adnan cemas.
Devan tidak menjawab, ia bangkit dan mencabut selang infus ditangannya.
"Astagfirullah. Kamu mau kemana, Van?
Kondisi kamu masih lemah, jangan banyak gerak dulu." Cegah dr. Ray.
"Mas Fauzan dan Fadhil dalam bahaya gak mungkin aku diam saja," ucap Devan.
Baru saja kakinya menapak dilantai, tubuh Devan sudah limbung.
"Bi, jangan memaksakan diri. Lebih baik kamu istirahat dulu, soal Fauzan dan Fadhil biar Mas Adnan yang urus," ucap Adnan menenangkan.
"Fauzan selalu diikuti oleh body guard jadi kamu tidak perlu khawatir, saat ini mereka sudah tahu keberadaan kakakmu. Sebelum ada yang menghubungi kamu, body guard Ozan sudah menghubungi Ayah" lanjut pak Rizki.
Faris dan dr. Ray diam menyimak, karena tidak tahu apa yang dibicarakan.
Karena Devan yang tetap berontak, dengan terpaksa diberi obat penenang. Akhirnya ia kembali tenang karena terlelap.
Faris mendekati Pak Rizki dan bertanya tentang kedekatannya dengan Devan.
"Tadi anda mengaku sebagai Ayah putra saya, sebenarnya anda ini siapa?" tanya Faris.
"Saya awyah angkat putra anda," jawab Pak Rizki santai.
Membuat Faris dan juga dr. Ray terbelalak tak percaya.
"Saya mengadopsi Abi sejak lima tahun yang lalu. Kami yang selalu mendukung setiap keputusan dan kegiatan Abi, selama tidak membahayakan dia.
Kami yang selalu menguatkan dia kala kerapuhan menyergap jiwanya," lanjut Pak Rizki.
"Abi itu pemuda yang istimewa, mulia, dan luar biasa di mata kami.
Kami beruntung bisa bertemu dan menjadi bagian dari hidupnya," Adnan menimpali.
"Seharusnya anda bangga memiliki putra seperti, Abi. Tapi, yang anda lakukan justru membencinya. Jika anda tidak bisa memberi kebahagiaan dan juga kehangatan keluarga untuknya, biar kami yang memberikan," ucap Pak Rizki penuh penekanan.
Membuat Faris terdiam di tempatnya, sementara dr. Ray ternganga mendengarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top