Bagian 11

Assalamualaikum,
Ketemu lagi nih sama mas Abi,
Langsung aja deh.

Happy reading......

Entah telah berapa lama,tapi Devan masih terdiam di mobilnya. Ia merasa fisiknya mulai melemah, penyakit itu benar-benar membuatnya semakin tak berdaya.

Meski setelah menelan obat, nyeri yang dirasakannya memang berkurang. Namun, sampai kapan, ia harus bertahan dengan mengandalkan obat.

Tak terasa airmata turun membasahi wajah tampannya. Sesak didadanya seolah tak mampu ia uraikan lagi.

Kali ini kerapuhan kembali menyergap jiwanya, walau mati-matian Devan menguatkan diri.

Ia memejamkan mata, kepalanya ia sandarkan pada jok mobil.
Dalam hati Devan merapal istighfar, tak seharusnya ia kembali lemah seperti saat ini.

Terkadang terbersit dalam hatinya, menyalahkan takdir yang seolah tak pernah berpihak padanya.

Menyalahkan takdir yang tak pernah adil terhadapnya, karena selama hidupnya seringkali duka dan lara yang ia terima .

Tapi Devan sadar, semua yang ia terima adalah bentuk kasih sayang Allah terhadapnya.

Devan percaya akan ada kebahagiaan dibalik semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Jika bukan didunia mungkin kebahagiaan itu akan ia dapat di akhirat kelak.

Suara kaca yang diketuk, mengembalikan Devan ke dunia nyata. Saat ia mendongak, matanya bertatap dengan mata teduh milik Adnan. Tanpa permisi, Adnan membuka pintu mobil kemudian duduk disamping Devan.

"Kalau ada masalah jangan dipendam sendiri Bi, kamu bisa berbagi sama mas" ucap Adnan tersenyum lembut.

Devan mengusap wajahnya yang basah dengan saputangan. Ia balas tersenyum pada kakak angkatnya.

"Abi baik-baik aja kok, Mas. Abi cuma kangen aja sama almarhumah Mama" jawab Devan akhirnya.

"Bi, sebelumnya Mas minta maaf karena sudah lancang masuk ke kamar kamu. Awalnya, Mas hanya ingin membereskan ruangan itu, tanpa sengaja ada hal yang ditemukan disana" ucap Adnan serius.

Tubuh Devan menegang, pasalnya di kamar itu ia menyimpan hasil pemeriksaan dari rumah sakit.

"Mas menemukan ini di kamar kamu, tapi Mas belum memberitahu siapapun tentang ini. Kenapa kamu menyembunyikan ini semua??" ucap Adnan menyerahkan amplop berlogo salah satu nama rumah sakit.

Devan menghela nafas panjang sebelum menerima amplop itu, dia tahu isinya tanpa harus membukanya.

"Abi cuma nggak mau membuat kalian khawatir, aku nggak punya maksud apapun menyembunyikan semuanya. Mas, tolong jangan katakan apapun pada Ayah ataupun Fauzan tentang ini" jawab Devan.

"Asal kamu janji, kamu akan lebih terbuka sama Mas. Jangan simpan semuanya sendiri Bi, kapanpun kamu membutuhkan, insya Allah Mas siap" ucap Adnan menepuk bahu Devan.

Devan tersenyum dan mengangguk, sungguh ia terharu dengan ucapan Adnan.

Betapa beruntungnya ia, Allah kirimkan orang-orang yang begitu menyayanginya.

Lantas apa yang harus membuat Devan lalai dalam bersyukur, jika begitu banyak nikmat yang telah Allah karuniakan padanya.

"Terimakasih, Mas. Aku sangat beruntung memiliki keluarga yang begitu menyayangi dan juga menjaga Abi.
MMeski darah kita berbeda, tapi kasih sayang kalian tidak dapat diragukan. Bahkan melebihi kasih sayang Ayah kandungku sendiri" ucap Devan sendu.

Adnan memeluk tubuh adiknya itu, sungguh ia begitu menyayangi Devan. Bahkan, melebihi rasa sayangnya pada Fauzan. Yang notabene adik kandungnya sendiri.

"Kamu tidak perlu berterimakasih, semua yang kita lakukan karena kita sangat menyayangi kamu, Bi. Karena sampai kapan pun, kamu akan tetap menjadi bagian dari keluarga Nugraha.

Seperti yang selalu dibilang oleh Fauzan, darah yang mengalir dalam tubuh kita memang berbeda. Tapi sejak awal kita seakan terikat satu sama lain" jawab Adnan tersenyum.

Obrolan keduanya terhenti saat Fauzan muncul dan ikut duduk di jok belakang.

"Assalamualaikum, Mas Abi kok tambah kurus. Kangen Ozan ya, sampai kurus gitu" ucap Fauzan tertawa renyah.

"Wa'alaikumsalam. Kamu ini gak berubah, Zan. Cowok tapi cerewetnya melebihi ibu-ibu arisan" jawab Devan terkekeh.

Kehadiran Ozan, membuat Devan melupakan sejenak segala gundahnya.

Mendengar itu Ozan kembali tertawa.

"Tapi tetap gantengan aku kan daripada Mas Adnan ?" ucapnya seraya mengerling nakal pada Devan.

"Gantengan juga Abi, kamu mah lewat Zan. Abi 'kan banyak fansnya, lah kamu cuma dikejar sama Fitria aja bangga" jawab Adnan terbahak.

Fitria itu anak tetangga sebelah, yang mentalnya sedikit terganggu.

Fauzan bergidik ngeri mengingat ia pernah kejar-kejaran hingga keliling kompleks.

Devan ikut tertawa, pasalnya ia juga menjadi saksi drama ala india antara Fauzan dan Fitria.

"Kalian jahat banget, malah ngetawain. Sumpah Mas, Ozan takut banget sama itu perempuan sejak dikejar waktu itu.

Untung aja gak tiap hari Ozan dirumah, kalau iya udah ikutan stresnya Fitria" ucapnya bergidik ngeri.

"Oh iya, Ayah mana Zan?" tanya Devan.

"Ayah udah masuk duluan, katanya mau lihat-lihat resto. Sekalian mau ketemu sama Davin" jawab Ozan.

"Kita masuk aja yuk, kasihan Ayah kalau nunggu kita kelamaan" ucap Adnan berlalu .

Devan dan Fauzan segera menyusul Adnan yang berjalan lebih dulu, mereka bertiga berbincang banyak hal.

Ketiganya laksana saudara kandung pada umumnya. Sama-sama tinggi, putih, dan punya wajah menawan khas Asia.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top