Bagian 10

"Kira-kira kalau nanti saya sudah tidak ada lagi, siapa yang akan merasa paling kehilangan" ucap Devan yang membuat Davin terpaku.

Davin terpaku di tempatnya , lidahnya seolah kelu untuk menjawab pertanyaan itu.

Davin menatap Devan, ia tahu ada hal yang tidak diketahuinya dari sosok di sampingnya itu.

"Semua orang pasti akan merasa kehilangan, Mas. Karena dimata kami, Mas Abi itu sosok yang baik bahkan sangat baik" jawab Davin serius.

Devan beranjak dari duduknya , ia menatap kosong pemandangan diluar dari balik kaca.

"Aku nggak tahu, Vin. Berapa lama lagi aku sanggup bertahan melewati semuanya" ucap Devan sendu.

Davin mendengarkan dengan seksama, ia tidak bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi pada atasan sekaligus sahabatnya itu.

"Apa pun yang mqas hadapi saat ini, jangan pernah berfikir untuk menyerah. Aku percaya dan yakin, Mas Abi bisa melewati semuanya. Kalau Mas Abi butuh orang untuk berbagi. Davin selalu siap, Mas. Kalaupun tidak ada seorang pun manusia yang mampu mengerti Mas Abi, masih ada Allah yang akan selalu bersama dan memahami lebih dari siapa pun " ucap Davin sambil menepuk pelan bahu Devan.

Devan berbalik dan tersenyum, dalam hati ia bersyukur karena Allah kirimkan sahabat terbaik baginya.

"Terimakasih untuk semuanya, kamu adalah anugerah dalam hidup saya" ucap Devan tersenyum tulus.

"Sama-sama, Mas. Mas Abi juga sudah banyak membantu saya dan juga ibu. Ini tidak pernah sebanding dengan apa yang Mas Abi berikan" ucap Davin.

"Jangan berterimakasih padaku, aku hanya perantara yang dikirimkan oleh Allah untuk membantu. Lagipula itu semua juga hasil kerja kerasmu selama ini" jawab Devan tersenyum.

Setelah berbincang dengan Davin, perasaannya jauh lebih baik.

Terkadang kita memang butuh teman berbagi untuk mengurangi beban yang ada dalam hati.

Meski tidak semuanya terangkat, setidaknya kita mampu melepaskan sedikit beban itu dari diri kita.

Davin telah kembali ke ruangannya, karena Devan yang memintanya.

Devan tahu pekerjaan sahabatnya itu telah menumpuk karena sempat diabaikan.

Dia tak ingin Davin mengorbankan dirinya, dengan menggantikan tanggung jawab orang lain.

Padahal pekerjaannya sendiri justru diabaikan, dan membuatnya harus lembur bahkan hingga larut malam.

Ia sempat mendengar cerita itu dari Bagas dan Arya, saat mengantarkannya beristirahat tadi.

Devan merasakan kepalanya kembali pusing, pandangannya juga mengabur.

Ia kembali duduk di sofa dan menyandarkan kepalanya disana. Devan baru ingat bahwa ia belum meminum obatnya.

Devan melangkahkan kakinya menuruni tangga. Ia melangkah perlahan menuju area parkir, karena obatnya tertinggal di tas yang ada di dashboard mobilnya.
Kakinya baru saja menapaki area parkir, ketika sebuah suara menghentikannya.

"Saya tidak terima dipermalukan seperti tadi, dan semua itu gara-gara kamu" ucap seorang wanita yang telah berdiri tepat dihadapannya sekarang.

Devan mendongakkan kepalanya, matanya tertuju pada seorang wanita dengan dress selutut warna putih tulang.

Yang dia ingat, wanita itu yang tadi sempat menabraknya dan minta ganti rugi.

Karena efek kepalanya yang makin berdenyut, Devan hanya diam dan segera berlalu menuju mobilnya.

Tak disangka, wanita itu justru mendorong tubuh Devan hingga membuatnya terjatuh.

Di area parkir saat itu memang sepi, hanya ada Devan dan juga satu dua orang yang berlalu-lalang.

Devan bangkit dari posisinya, seseorang membantunya denga mengulurkan tangan serta memegangi bahunya.

"Saya rasa anda adalah wanita terhormat, tapi sayang anda tidak punya etika dan juga sopan santun" ucap seseorang itu tenang tapi menusuk .

Membuat wajah wanita yang dimaksud merah padam karena emosi.

"Kamu tidak perlu membela dia, karena kamu tidak tahu apa yang terjadi" jawabnya lantang menunjuk Devan.

Seseorang itu tersenyum lembut, dengan tenang ia menjawab

"Tentu saja saya tahu, karena tadi saya ada disana menyaksikan dengan mata kepala sendiri perlakuanmu terhadapnya" jawabnya santai.

Devan hanya diam menyaksikan perdebatan itu, jujur kepalanya semakin pusing mendengar dua orang dihadapannya berdebat.

"Dia hanya seorang pelayan resto, jadi buat apa kamu membelanya. Atau kamu ini kekasih dari pria lemah itu" ucap wanita itu menunjuk Devan.

Devan agaknya tersinggung, ia berlalu dan membuka pintu mobilnya yang memang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Ia segera mengambil sebutir obat dan menelannya dengan air mineral yang memang selalu tersedia dimobilnya.

Dua wanita yang tadi berdebat hanya diam mengamati Devan.

"Saya rasa kamu tidak tahu siapa pria yang baru saja kamu remehkan. Saya yakin kamu juga bukan orang bodoh yang tidak tahu berapa harga mobil yang dimasuki pria itu" ucapnya dengan nada menyindir.

"Saya kasih tahu ke kamu, pria itu adalah pemilik dari Starmoon Restaurant dan juga Edelweis Apartement. Jangan menilai seseorang hanya karena penampilannya, karena kamu bisa salah. Don't judge the book by cover" ucapnya berlalu.

Wanita dengan dress selutut itu justru terpaku mengetahui siapa orang yang baru saja ia remehkan.

"Pemilik Starmoon Restaurant dan Edelweis Apartement?" tanyanya meyakinkan diri.

"Iya, lain kali jangan asal merendahkan orang lain. Jangan memandang orang lain rendah hanya karena penampilannya. Karena tidak semua orang bangga menunjukkan siapa dirinya dimata dunia" ucap wanita itu kemudian berlalu.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top