UNO
@glennanantara What should I tweet now? I'm here sitting by myself at Bali Deli #afternoonbite
Twitter.
Gue nggak addicted sama micro blogging yang satu itu. Cuma, gue suka iseng kadang tweet kalau lagi nggak tahu mau ngapain. It's more fun than Facebook, Path, Instagram, or Tumblr. Gue bisa ngetik satu kata dan masa bodo kalau ada yang re-tweet atau bales. Gue nggak punya banyak follower dan nggak bernafsu buat punya banyak. Semua gara-gara my adorable brother yang maksa gue buat pake Twitter. Dia ini lagi S3 di Australia, lebih serius soal kuliah daripada gue, tapi kok ya sempet-sempetnya main Twitter. Gue kadang memang nggak ngerti sama kakak gue itu.
Gue baru aja niat mau nge-tweet nggak jelas ketika ada yang manggil nama gue.
"Glenn?"
Gue udah ngambil meja paling pojok biar jauh dari pintu masuk, biar kalau ada yang kenal gue, bakal males jalan sekadar buat nyapa. Eh, tetep aja ada yang nyapa. Pas gue ngangkat wajah, guess who? One of the few guys who broke my heart just to get married with a woman. Lucunya, gue sama James nggak pernah ada hard feeling satu sama lain. He broke it off, got engaged, got married, and maybe, he already knocked her up now.
"James? Lo kok nggak bilang-bilang lagi ada di Bali?" Gue narik kursi yang ada di sebelah supaya James bisa duduk. Gue selalu seneng ketemu James, karena dia temen yang baik. Gue anti temenan sama mantan, tapi James ini memang beda. Dan gue nggak bisa nolak dia sebagai temen meski kami pernah punya sejarah.
"Baik-baik aja. Long time no see ya?" jawab James ambil duduk.
"Ya susah juga kali James ketemunya. Lo udah jadi bos mana sempet ketemuan sama babu kayak gue ini. Apalagi sekarang lo di Jakarta, makin susah buat ketemu sama lo. Jangan-jangan, kalau gue ke Jakarta harus bikin appointment dulu sama sekretaris lo kalau mau ketemuan."
James ketawa, yang gue bales sama sebuah senyum tipis. Wajah James memang sangat oriental dan dia keliatan lebih muda dari berapa pun usia dia yang sekarang udah nginjak 35. Dia salah satu dari cowok di muka bumi ini yang beruntung punya baby face, sebutan gue dulu yang paling dibencinya. James selalu enak diliat. Cara dia berpakaian juga kasual tapi tetep rapi. Nggak kayak gue yang pake baju aja asal ambil.
"Sendirian?"
"Sorry to disappoint you, but yes, I'm by myself. Emang gue punya tampang tipe-tipe yang gampang laku gitu ya James?"
Pertanyaan gue itu memang lebih bernada sarkastis dengan kadar humor yang tinggi. James tahu itu, makanya dia cuma geleng heran aja sambil naruh kedua lengannya di atas meja.
"Gampang laku sih nggak, cuma ya masak sih kamu masih nggak laku juga?"
"Lo abis nikah, sialan juga ya ternyata?"
Kami ketawa berdua. Salah satu yang gue kangen dari James adalah humor dia. Kami biasa ejek-ejekan dulu dan gue lebih sering kalah. James selalu tahu gimana bikin gue ketawa, meski gue lagi nggak pengen ketawa.
"Lo nggak sama Kiran?"
"Kiran ditinggal di Jakarta soalnya aku juga cuma dua hari di Bali. Nanti malem udah balik Jakarta lagi."
"Terusin aja kelakuan lo buat nggak ngasih tahu gue tiap kali ke Bali."
Lagi-lagi, James ketawa. "Next time aku pasti kasih tahu. Anyway, kamu baik-baik aja kan Glenn?"
Itulah James. Selalu nanya gimana kabar gue, meski gue benci ditanyain kayak gitu. Pertanyaan kayak gitu berpotensi buat orang bohong. You will always say "I'm fine" while deep down inside, you want to swear and blame everyone for your misfortune. James tahu itu, tapi tetep dia nggak pernah ngajuin pertanyaan lain atau bagusnya, nggak nanya sama sekali.
"Lo nggak usah khawatir, James. Gue baik-baik aja kok. Masih sibuk ngebabu."
"Glenn, kamu tahu aku nggak suka kamu bilang begitu."
"Gue masih sibuk kerja, James. How's that sound? Better?"
"Yep! Better. Ada klien baru atau masih sama kliennya? Kamu beneran ya nggak mau kerja kantoran?"
"Jawaban buat pertanyaan pertama lo, ada dua klien lagi atas rekomendasi klien gue yang lama. Dan buat jawaban kedua, gue masih nggak nemu apa asiknya kerja kantoran. Gue bukan Mas Gio yang suka banget lembur di kantor. Kenapa? Mau nawarin gue jadi head department di hotel lo??"
James lagi-lagi ketawa. "Aku bisa atur kalau kamu mau, tapi rasanya, kamu terlalu sayang sama kerjaan kamu yang sekarang ya? Anyway, just in case you change your mind." James kemudian ngeluarin kartu nama dan nyodorin ke gue. Ngapain sih pake ngasih gue kartu nama segala?
Gue ngambil kartu nama itu dan ngeliat posisi yang tertulis di sana, gue mandang James sambil geleng-geleng. "Lo nggak takut imej lo jatuh kalau ada yang liat lo lagi duduk sama cowok berpakaian nggak jelas kayak gue?"
"Glenn, kamu itu nggak berubah ya? Yang ada mereka aku pecat kalau berani menghina kamu. You're my friend, Glenn. Dan aku nggak pernah kan kritik cara berpakaian kamu?"
Kami diam sebelum akhirnya gue ngasih James senyum tipis. "Gue minta kamar Penthouse kalau nanti ketemu cowok yang bikin gue cinta mampus di hotel lo yang di Uluwatu ya? Ocean view with private butler."
"Cuma itu, Glenn? Yakin nggak mau minta yang lain?"
"Itu dulu deh, gua nyari cowoknya dulu. Gue nggak mau bikin lo rugi kalau ternyata cowok yang bawa gue ke sana nggak bisa bikin gue cinta mampus."
"Kamu yakin bisa cinta sama cowok sampai sebegitunya?"
"Sialan lo! Kiran gimana kabarnya? Gue udah harus siap-siap jadi Om belum?"
"Belum Glenn. Doain aja. Ntar aku pasti kasih tahu kalau Kiran hamil. Mau jadi godfather-nya nanti?"
"Lo serius nawarin gue jadi godfather anak lo? Bisa-bisa Kiran bunuh diri kalau tahu gue jadi godfather yang lo pilih. Gue nggak mau tanggung jawab kalau anak lo ntar gedenya niru kelakuan gue."
"Hahahaha. Sama sekali nggak keberatan kalau nanti dia jadi kayak kamu. You're a smart guy, Glenn. What's to regret having a smart kid?"
"Abis ini lo mau ke mana?"
"Aku lagi mau sedikit renovasi beberapa kamar buat vila yang di Nusa Dua. Mau ketemu interior designer buat bahas material dan sebagainya. Kamu harus pergi?"
"Iya nih, gue tadi lagi break aja. Masih ada deadline yang musti gue kerjain. Pengennya sih bisa ngobrol banyak ama lo, tapi next time lah ya? Gue kabarin kalau nanti gue ke Jakarta. Awas kalau lo ke Bali dan nggak ngasih tahu gue lagi."
"Iya, pasti aku kasih tahu. Next time mungkin aku akan ajak Kiran."
"Dinner on me, then. Okay?"
James ketawa sebelum ngangguk. "Baiklah, Glenn. Kamu hati-hati ya? Kemarin hampir nabrak bule yang naik motor nggak pakai aturan."
"Mereka memang gitu. Ya udah, gue cabut dulu ya?"
Kami sama-sama berdiri dari kursi dan pas gue mau ke kasir buat bayar makan siang, James ngelarang.
"Biar aku aja, Glenn. Sekalian mau beli cake buat ulang tahun FO Manager di hotel."
"Nggak usah, James. Biar gue bayar sendiri aja."
"Please?"
Kami saling tatapan dan gue selalu nggak bisa nolak tiap kali James udah sedikit memelas kayak anak kecil. Akhirnya gue ngangguk.
"Lo boleh menang, James. Awas ya kalau next time lo bayarin gue lagi. Thanks ya?" Gue ngulurin tangan dan langsung dibales sama James.
"Anytime, Glenn."
"Ya udah, gue balik ya? Lo ati-ati. Salam buat Kiran."
"Pasti aku salamin."
Begitu ngejauh dari James dan ngelambaiin tangan, gue segera ke parkiran buat ngambil motor. Ini memang bukan pertemuan pertama gue sama James sejak kami putus. Tapi, tetep aja ada rasa canggung. Bagaimana pun juga, gue sama James pernah berhubungan. Begitu pakai helm dan ngidupin mesin motor, gue tahu ini cuma rasa canggung sementara aja. Gue bakal biasa aja begitu balik apartemen dan ngabisin sore sambil nikmatin sunset dari balkon. Things will always be fine.
Atau, gue bisa langsung ke pantai dan ngecengin (well, the right word is 'watching') cowok-cowok yang lagi surfing. Gue sih nggak pernah mau make a move sama cowok-cowok begitu. Bukan karena mereka nggak cakep, tapi gue nggak tahu mereka gay atau nggak. Buat gue, haram hukumnya ngedeketin cowok yang gue nggak yakin sama orientasi seksualnya. Selain buang waktu dan energi, juga buang kesempatan. Ya kali aja ada cowok yang merhatiin gue terus mau deketin tapi nggak jadi.
Yeah, gue nggak pernah berhenti berharap kalau bakal ada cowok yang bakal deketin gue duluan. Ngejar itu capek. Dan sekarang, gue lagi nggak pengen ngejar siapa-siapa. Kalau ada yang ngejar gue, ya gue ladenin. Kalau nggak ada, ya dunia nggak bakal kiamat juga kan?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top