Episode 20
Penulis episode kali ini adalah BahiyaPadmi, semoga kalian suka dan enjoy!
----
"Eh!" Zafir mengerjap lalu mengulas senyum terpaksa. Dengan sangat terpaksa dan tetap dalam posisi berdiri karena tidak mau celananya kotor, Zafir berucap, "Saya mau menikahi anak Bapak."
Tidak ada jawaban dari ayah Lina, wajahnya melihat ke arah Zafir tapi tatapannya kosong.
Gue dicuekin. Pikir Zafir
"Ayah, ini mas Zafir mau ngelamar Lina." ucap Lina sambil mengusap tangan ayahnya.
Ayah Lina menoleh pada Lina, masih tanpa kata ia hanya tersenyum tipis pada putrinya.
"Maaf, ayah kamu kenapa?"
"Ayah mengalami stroke, dan sejak ibu meninggal ayah seperti tidak punya harapan hidup."
Ini sih lebih parah dari mommy, hadeuh. Nantinya apa gue harus membiayai bapaknya juga? Masa gue harus mundur? Udah cape-cape jalan ke sini.
"Saya minta bapak merestui kami," ucap Zafir terdengar penuh kesungguhan.
Ayah Lina masih tak bereaksi, membuat Lina merasa tak enak pada Zafir.
"Maaf ya, Mas. Bapak memang begitu."
"Gak pa-pa, gak perlu dipaksa kalau kondisi beliau seperti ini."
Mas Zafir pengertian banget. "Kalo soal izin sepertinya mas harus bicara sama Ari. Dia adik laki-lakiku yang sudah baligh kelak dia yang akan jadi waliku."
"Ari?" Tatapannya aja udah gak suka.
"Iya, yang tadi ketemu, Mas."
"Yaudah kalo gitu mas mau bicara sama adik kamu." Gak betah aku berlama-lama di kamar ini.
Zafir mengikuti langkah Lina keluar dari kamar menuju Ari yang sedang duduk menonton tayangan film kartun di televisi.
"Ari!" panggil Lina.
"Ada apa, Kak ?"
"Mas Zafir mau bicara sama kamu,"
Seketika itu juga Ari mematikan televisi dengan remote yang ada di tangannya.
"Mas, duduk dulu." Lina mengajak Zafir duduk di sofa yang berlapis kulit sintetis berwarna coklat namun sudah rusak di beberapa bagian.
Zafir mengikuti arahan Lina untuk duduk di sebelahnya. Dahi Zafir sedikit mengernyit, ada rasa tidak nyaman saat ia mulai duduk.
Mau ngelamar aja mesti minta restu bocah, "Mas berniat serius sama kakak kamu, mau menjadikan dia istri."
"Terus?" tanya Ari dengan nanda dingin.
"Kamu merestui tidak?" Lina ikut bertanya.
"Nggak,"
"Kenapa?" Zafir penasaran. Adik Lina yang satu ini tampak tidak menyukai Zafir sejak ia datang.
"Pokoknya enggak." Ari tampak tidak peduli dan berniat menyalakan kembali televisi dengan remote di tangannya.
"Ari!" protes Lina yang dihadiahi tatapan tidak suka Ari. Ia urung menyalakan televisi dan menaruh kembali remote ke atas meja.
"Jangan dibentak! Biarkan adikmu memberi penjelasan." Zafir menegur Lina.
Untung mas Zafir sabar, "Ayo jelaskan!" pinta Lina dengan nada yang lebih lembut.
"Aku gak suka mas Zafir, ... "
Belum selesai Ari berucap, gawai Zafir berbunyi. Rupanya sekretarisnya, Shiren yang menelpon.
"Sebentar, saya jawab telpon dulu." Zafir berdiri lalu berjalan ke luar.
Sementara Zafir menjawab panggilan telepon, Lina meminta kejelasan pada adiknya. "Ari, kenapa kamu gak suka mas Zafir?"
"Ya ... gak suka aja." jawab Ari cuek
"Masa gak ada alesan?" Ari hanya menggeleng saat disodori pertanyaan oleh Lina.
Lina menuntut penjelasan tapi Ari memilih diam. Tidak lama Zafir datang setelah menjawab panggilan telepon.
"Maaf, saya harus ke kantor. Ada hal darurat yang harus segera ditangani."
"Silakan kalo mas mau ke kantor, nanti Lina bisa pulang sendiri."
"Kalo gitu aku pamit."
"Tapi, mas Zafir mau ke kantor naik apa?"
"Ojek online aja, Mas, biar cepet." kata Rani tiba-tiba datang memberi usul.
"Ojek online?" Zafir terlihat berfikir.
"Mas Zafir belum pernah naik ojol?"
"Belum."
"Orang kaya mah gitu, mana pernah naik ojek." sindir Ari yang dihadiahi cebikkan Lina.
"Rani pesenin ya, Mas? Kebetulan Rani masih ada saldo gopay jadi mas gak perlu bayar cash."
Gratis? Asiik
"Iya, tolong pesankan. Kamu baik banget, Ran. Calon adik ipar idaman."
"Rani gitu loh," Rani tersenyum bangga.
Rani segera mengambil gawainya lalu memesan ojek online untuk Zafir.
"Udah aku pesenin, Mas. 2 menit lagi dateng."
"Makasih, Ran."
"Ongkosnya lima belas ribu." ucap Rani dengan wajah penuh harap.
"Udah pake saldo gopay kamu kan?"
"Iya."
"Makasih banyak, nah itu udah di depan rumah." Zafir menunjuk ke arah teras rumah. Sebuah motor telah berhenti di sana, sang driver melihat ke arah dalam rumah.
"Lina, saya ke kantor dulu. Sampaikan salam saya buat ayah kamu."
"Iya, Mas. Nanti disampaikan."
"Ari, Rani, saya pergi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam." Ketiga bersaudara itu menjawab kompak.
Zafir segera naik ke atas motor ojol yang telah dipesan Rani. Motor pun melaju.
"Ari, maksud kamu apa sih menolak mas Zafir?" Rani bertanya.
"Kamu denger pembicaraan aku sama Zafir?" tanya Ari pada Rani.
"Mas Zafir, gak sopan kamu nyebut nama doang!" protes Lina.
"Iya, aku denger semua. Suara kalian jelas kedengeran sampe ke belakang."
"Kamu belum jawab pertanyaan kakak dan kak Rani!" keluh Lina.
"Feeling aku gak enak soal calon suami kak Lina."
"Jadi cuma karena feeling?"
"Iya."
"Gak logis." Ucap Lina
"Aneh!" Rani menambahkan.
"Biarin. Gak perlu alasan logis untuk gak suka sama seseorang."
"Kalo gak ada alasan logis berarti kamu gak boleh menghalangi hubungan kak Lina sama mas Zafir!" ucap Rani tegas.
"Mau nikah ya nikah aja, nanti kalo ada apa-apa jangan libatin aku.
"Apa-apa apanya sih maksud kamu?" Lina penasaran sekaligus mulai emosi.
"Susah ngomong sama orang yang lagi jatuh cinta,"
"Kamu dari tadi gak ngasi alasan apapun, mana kakak ngerti yang kamu maksud!"
"Dah lah, aku males bahas si Zafir mending cabut."
Sebenarnya Ari mencurigai sesuatu hanya belum cukup bukti untuk diungkap.
Tanpa bicara apapun lagi, Ari berdiri dan masuk ke kamarnya. Lina menggelengkan kepalanya melihat ulah adiknya yang menurutnya keras kepala.
Hanya 3 menit Ari di dalam kamar, lalu keluar dengan baju yang lebih rapi. Ia telah mengganti celana pendeknya dengan celana panjang dan juga memakai jaket.
"Mau kemana?" tanya Lina sambil mencekal tangan Ari.
"Maen."
"Kita belum selesai bicara,"
"Terserah kak Lina mau kayak gimana dengan si Zafir. Kalau pun kita bicara lagi kak Lina sama kak Rani tetep bakal bela si Zafir."
"Kalau kamu punya alasan logis dan bukti yang kuat, kakak pasti bisa terima."
Itu yang mau aku cari, Kak. "Terserah kakak aja mau gimana, aku pergi."
-----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top