Episode 15
Karlina berdiam diri di dalam kamar dengan kedua tangan yang memeluk guling. Ia sudah berusaha tidur namun tetap tidak bisa karena mengingat ucapan Zafir, sekaligus kejadian tadi sore.
"Mas Zafir serius nggak ya dengan yang apa dia bilang tadi?"
Kedua pipinya merona saat mengingat ucapan Zafir sewaktu di taman, "Lina, saya paham perasaan saya. Entah sejak kapan rasa ini ada tapi rasa ini nyata. Saya suka sama kamu," mengigit pipi bagian dalam, Karlina reflek menaikan guling untuk menutup wajahnya yang terasa panas.
"Aaa..." Karlina berteriak di balik guling dengan tubuhnya yang berguling ke kanan Dan kiri. Sungguh, dadanya terasa menghangat mengingat ucapan Zafir Dan cara Zafir memberikan es krim untuk dirinya Dan anak-anak di taman tadi.
Gerakan tubuhnya terhenti saat mengingat tatapan marah dan wajah bahagia Wasti tadi saat melihat Karlina di usir keluar. Mengubah posisi menjadi duduk, Karlina mengusap wajahnya kasar karena bingung dengan apa yang di hadapi olehnya saat ini.
Disitu sisi hatinya berbunga-bunga, di satu sisi pikiran nya bingung seperti ada benang kusut yang menyangkut di setangkai bunga indah. Begitu pikirnya.
"Sudah.., lebih baik aku tidur karena besok masih butuh banyak energi, terlebih mommy sedang dalam keadaan tidak baik saat dekat sama aku." ujar Karlina.
Merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, Karlina membaca doa sebelum tidur, lalu menghadap kearah kanan dengan kedua tangan yang memeluk guling erat, dan mulai menyelam dalam lautan mimpi.
***
Pagi ini Karlina bangun lebih awal, tidak sebetulnya ia hanya tertidur beberapa jam, kemudian tidak bisa tidur lagi.
Menyiapkan makanan untuk mommy, Karlina menengok keluar rumah melalui pintu kaca yang langsung terhubung dengan taman belakang.
Hari ini hujan turun dengan lebat, dan Karlina merencanakan untuk melemaskan otot-otot kaki mommy di dalam kamar agar mommy lebih cepat sembuh.
Karlina mendengar suara sepatu pantofel mendekat kearah dapur, membuatnya lebih cepat bergerak dengan mengambil nampan, Karlina mengisi gelas dengan air putih, dan memasukkan makanan ke dalam piring tidak lupa mengambil sendok.
Jujur, rasanya sedikit menjadi aneh dan canggung saat mendengar pengakuan Zafir kemarin, rasanya Karlina sedikit malu juga karena kemarin ia juga mengakui perasaan nya.
Mengangkat nampan, Karlina keluar dari dapur bertepatan dengan Zafir yang masuk kedalam dapur bersama Wasti.
"Permisi Mas, Mbak Was-" ucapannya tertahan di langit-langit mulutnya saat tangan Zafir menahan lengan Karlina.
Wasti yang melihat itu berdecak sepelan mungkin dengan kedua bola mata yang berputar.
"Y-ya Mas, ada apa?"
"Kamu mau ke kamar mommy?"
"Iya Mas, sudah masuk waktu makan untuk mommy," kedua mata Karlina tanpa sengaja melihat Wasti yang saat ini mengatainya tanpa suara. "Su-sudah dulu ya Mas, kasian mommy nunggu. "
"Aku ikut ya, sudah lama aku nggak makan bareng sama mommy."
"Ka-Kalau begitu biar aku ajak mommy keruang makan aja ya Mas?"
"Yasudah, ayo.. Biar Mas bantu kamu."
Zafir mengambil alih nampan yang sebelumnya di pegang oleh Karlina, lalu menyimpannya di atas meja makan. Menengok kearah belakang, Zafir memperingati Wasti untuk menyiapkan makanan dan harus selesai saat mereka kembali.
Setelah kepergian Zafir dan Karlina, Wasti memukul-mukul serbet ke wastafel yang ada di depannya dengan bibir yang di majukan, mengejek Zafir sekaligus Karlina yang menurut nya terlalu banyak akting di hadapan Zafir.
"Giliran saya aja, ngomong nya penuh ancaman, giliran sama Karlina aja, lemah lembut sudah mirip seperti ngomong ke Istri!" cibir Wasti.
"Kenapa kamu Ti, masih pagi kok sudah menggerutu aja," ujar pak Naryo yang baru masuk kedalam dapur untuk membuat kopi.
"Itu tuh! Kesayangan kamu, makin melunjak! Makin caper sama pak Zafir!"
"Melunjak bagaimana?"
"Ya melunjak pokoknya, makin caper!"
"Itu hanya menurut kamu saja mungkin, tetapi saya bingung.."
"Bingung kenapa Mas?"
"Kenapa Karlina memanggil nyonya dengan panggilan mommy seperti Zafir?"
"Itu! Dia itu pasti guna-gunaiin pak Zafir mangkanya pak Zafir jadi baik sama dia! Coba sama saya, sama kamu, pasti nggak ada baik-baiknya!"
"Sama saya baik kok Nak Zafir, mangkanya.. Kalau kerja jangan grutu terus, majikan juga bos-"
"WASTI! PAK NARYO!!"
mereka berdua saling melemparkan pandangan saat nama mereka di panggil oleh Pak Zafir, jantung mereka berdua semakin berpacu cepat sat mendengar suara pecahan kaca.
***
Karlina dan Zafir berhenti tepat di depan kamar Misha. "Biar Mas dulu yang masuk, nanti baru kamu ya," mengetuk beberapa kali, Zafir masuk kedalam kamar dengan senyum hangat, dan membuat Misha senang karena tidak perlu melihat wajah Karlina.
Tetapi senyum yang sebelumnya terpasang di wajah Misha, seketika menghilang saat melihat Karlina masuk kedalam kamarnya.
Masih berusaha tenang, Misha berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja di depan Zafir, padahal tadi pagi-pagi sekali Karlina sudah membantunya untuk membersihkan diri dan ia masih biasa saja, tetapi saat melihat Karlina dan Zafir bersama, rasa amarah itu kembali datang.
"Good Morning mom," sapa Zafir dengan menciumi wajah Misha.
"...Ning,"
"Kita makan bersama yuk dibawah, bareng Pak Naryo, dan Wasti, gimana, mommy mau?"
"Ma..u."
Melirik Karlina, tangan kanan Misha terangkat dengan jari telunjuk menunjuk Karlina. "..aa.. Gak..kan?"
Zafir menengok kearah yangbdi tunjuk oleh Misha lalu tersenyum hangat, "Karlina juga ikut mom, karena mau bagaimana pun dia juga bekerja di tempat kita, kan mommy sendiri yang bilang, kita harus menganggap semuanya sebagai keluarga,"
Rahangnya mengeras, Misha menatapnya tajam Zafir yang saat ini menatapnya dengan lembut. Menengok kearah lain, Misha bahkan berusaha menggeser duduknya agar menjauh dari Zafir.
"Mommy.."
"Nggak apa Mas, Lina bisa makan nanti, kan aku harus suapi mommy dulu." ujar Karlinansetelah lama terdiam.
"Kan kamu juga bisa sekalian makan Lina, jangan begitu, kita harus makan bersama, itu keputusan aku dan nggak ada yang boleh menggugat itu!"
Karlina terdiam, bahkan Misha sampai menengok kearah Zafir karena tidak percaya dengan apa yang anaknya itu bilang.
"...gak!"
"Mommy mau makan atau nggak?"
"..mau!"
"Berarti kita harus makan bersama."
"..Gak! ... Gak!... Gak!"
"Mommy!" mengusap wajah kasar, Zafir menatapnya Misha dengan pandangan sensi. "Maaf mommy, Zafir nggak bermaksud bentuk mommy.. Ayo kita makan ya mom,"
"...gak!"
Misha mendorong tubuh Zafir menjauh, rasanya hati Misha sakit saat anaknya berani membentak dirinya demi orang lain, demi Karlina yang bukan siapa-siapa di keluarganya.
Karlina maju beberapa langkah lalu membantu Misha yang masih terdiam di atas tempat tidur nya, sedangkannZafir, lelaki itu malah sibuk berdiam diri dengan raut wajah kusut.
"Mommy.. Ayo kita makan di bawah,"
"Nggak!"
Zafir yang tak tahan mendengar ucapan Misha in memanggil Wasti dan Pak Naryo untuk membantu nya membawa ke ruang makan.
Namun Zafir terdiam saat Misha melempar gelas seperti kemarin. Dan membuat suasana kamar benar-benar berat, sedangkan Karlina, perempuan itu berjongkok dengan menutup kedua telinga.
Pecahin aja semuanya, rugi berapa sudah gelas dirumah ini yang pecah? Belum Wasti kalau nggak sengaja mecahin gelas atau piring, besok apa lagi yang mau di pecahin? Hah! Pecah lama-lama kepala suasana rumah nggak mendukung banget! Di kantor belum ada perkembangan, dirumah malah begini suasananya!
Memijit dahi, Zafir menghitung semua kerugian gelas, dan piring yang pecah. Apa besok kalau Wasti mecahin piring aku potong gaji saja ya? Lumayan kan, jika satu piring yang dipecahin seharga lima puluh ribu, lalu Wasti memecahkan delapan, hampir Empat ratus ribu lebih gajinya yang aku potong? Lalu gelas yang mommy oecahkan tadi aku potong dari gaji Lina saja, ah jangan, belum waktunya, lebih baik potong gaji Pak Naryo saja, kalau ditanya apa alesannya, bilang saja karena menghabiskan stock kopi, seperti nya itu ide bagus! Kemudian... Ac di kamar mommy ganti jadi kipas angin, bilang saja Acnya rusak, benar! Kamu memang pintar Zafir! Tidak salah kamu dilahirkan!
Wasti dan Pak Naryo masuk dengan tergesa-gesa, bahkan sampai membuat keduanya tersangkut di pintu masuk. Wasti memukul tangan Pak Naryo agar mundur terlebih dahulu lalu membiarkan dirinya masuk kedalam ruangan kamar Misha.
"Iya pak, ada apa?" Tanya Wasti.
Zafir menunjuk lantai dekat pintu masuk. "Tuh! Bersihkan! Sudah lah saya tunggu di ruang makan," setelah mengatakan itu, Zafir berbalik badan, namun langkah nya terhenti saat mengingat sesuatu.
kan! Rusak sudah image baikku! menghembuskan napas pelan. Zafir berbalik badan, lalu membawa Misha kedalam gendongannya, walaupun mommynya itu menunduk.
"Wasti, bereskan itu! Pak Naryo bawa kursi roda mommy ke ruang makan, Karlina, kamu ikut aku kebawah ayo cepat, aku sudah terlambat ke kantor."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top