Episode 12

Karlina bangun seperti biasanya, bangun pukul setengah tiga pagi hari lalu di lanjutkan dengan sholat tahajud, dalam sholat nya Karlina benar-benar khusyuk tidak bergerak sedikit pun selain gerakan sholat.

Beberapa menit kemudian Karlina selesai sholat, kedua tangannya menyatu di depan dada dengan kepala yang tertunduk. Karlina berdoa, berdoa untuk dirinya, kesembuhan ayahnya, untuk kedua adiknya, untuk kesembuhan mommy Misha, dan Mas Zafir.

Orang yang perlahan sudah menjadi magnetnya untuk tersenyum dan lebih semangat dalam melaksanakan tugas untuk menjaga mommy.

Selesai berdoa, Karlina memilih melanjutkan untuk membaca Al-Qur'an seraya menunggu masuknya waktu sholat Subuh.

Karlina membaca ayat-ayat tersebut dengan benar, lantunan ayat terucap melalui bibir tipisnya. Biasanya dia akan membaca ini bersama dengan ayah dan kedua adiknya, membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an bersama sampai masuk adzan subuh tiba.

Tetapi kali ini berbeda, Karlina hanya membaca nya sendiri di dalam kamar yang cukup luas. Dia menangis, bacaannya terhenti saat mengingat ayahnya yang saat ini di jaga oleh kedua adiknya. Namun, Karlina tidak ingin berhenti sebelum Mommy benar-benar sembuh.

Menarik napas dalam-dalam, Karlina kembali melanjutkan membaca ayat-ayat tersebut di tengah keheningan. Keheningan yang menenangkan pikiran dan hati, namun kembali terhenti saat pintu kamarnya terbuka tiba-tiba dan memperlihatkan Zafir yang berdiri tepat di tengah-tengah pintu kamar Karlina.

“E-eh... Maaf, maaf, enggak bermaksud buruk,” ujar Zafir dengan kedua matanya yang menyipit. .

Karlina menyudahi bacaannya lalu meletakkan Al-Qur'an di atas meja dekat tempat tidur nya. Zafir yang melihat itu jadi tidak enak sendiri karena mengganggu orang lain karena tiba-tiba masuk seperti sekarang.

Zafir benar-benar terkejut saat mendengar lantunan ayat yang terdengar merdu dan menenangkan hati, karena penasaran Zafir mendekat ke arah kamar Karlina lalu menempelkan telinganya pada daun pintu, namun sial bagi Zafir, karena pintu kamar tersebut tidak tertutup rapat dan membuat dia berada di kamar ini dengan kecanggungan yang luar biasa.

“Ya Mas, ada apa? Mommy butuh bantuan?” tanya Karlina lembut tanpa melepas mukenah yang di gunakan.

“Mhm... Tadi mommy sempet bangun pas aku Cek kamarnya, apa memang selalu begitu?”

Karlina terdiam. Dia merasakan jika Zafir membuat alasan, tetapi tidak memiliki bukti jika Zafir berbohong. Tersenyum lembut, Karlina mengangguk kan kepala.

“Iya Mas, terkadang mommy memang selalu bangun untuk minum air putih,”

“Karlina,”

“Ya Mas?”

“Aku lapar, bisa buatkan sesuatu?”

Karlina tersenyum. “Iya Mas, nanti aku buatkan,”

“Mhm... Aku tunggu di ruang makan,”

Zafir berbalik badan dengan telapak tangan yang memegang handle pintu, sebelum menutup pintu Zafir melirik melalui bahu.

“Suara kamu bagus, aku berharap lebih sering mendengar nya,” setelah mengatakan itu, Zafir menutup pintu dengan senyuman yang mampu membuat hati Karlina berdetak tidak karuan.

'Masha allah, kenapa jantung aku berdetak secepat ini, apa iya aku punya penyakit jantung kalau dekat dengan Mas Zafir?' Kedua tangan Karlina berada di depan dada dengan mata yang terpejam merasakan detak irama jantung nya selepas kepergian Zafir.

“Oh iya! Mas Zafir udah nunggu, aku harus cepat!”

***

Zafir menunggu dengan tablet pintar yang berada di atas meja. Di dalam gelapnya ruang makan, Zafir terus menunggu ke datangan Karlina seraya mengecek investasi saham emasnya.

Kemarin Zafir mendapat sedikit keuntungan setelah bergabung dengan investasi emas non fisik, dan penjualan kemarin sedang berada di nominal tertinggi, jadi atas usulan orang kepercayaannya, Zafir menujual saham non fisiknya dan mendapatkan uang yang lumayan untuk perkembangan kantor nya ke depan.

Penjualan akan di mulai nanti pukul Lima pagi, namun Zafir sudah membuka aplikasi nya terlebih dahulu sekaligus membaca beberapa artikel tentang saham non fisik.

Lampu menyala, membuat Zafir mendongakkan kepala dan menemukan Wasti masuk ke dalam ruang makan dengan daster yang masih di gunakan oleh wanita itu.

“Eh, Pak.. Bapak mau makan? Saya buatkan ya?”

“Gak, kamu kembali ke kamar saja sana, sekarang.”

“Tetapi nanti Pak Zafir kelap–”

Kedua mata Zafir berkilat, mengatakan jika dia tidak ingin Wasti berada di satu ruangan yang sama dengan dirinya, membuat wanita itu menunduklalu mengatakan maaf, kemudian mematikan lampu kembali sebelum Zafir membentaknya.

Menghela napas berat, Zafir kembali memfokuskan diri dengan artike yang sebelumnya dia baca. Lampu ruangan kembali menyala, membuat dahinya mengerut.

“Maaf Mas, tadi aku ganti baju dulu soalnya,” ucap Karlina.

“Iya gak apa, aku kira kamu lupa tadi terus ketiduran,”

“Enggak kok Mas,”

“Lina, aku mau makan yang simpel aja sekarang, dan tolong buatkan teh,” menarik napas, Zafir menghembuskan pelan dengan jari telunjuk dan ibu jari memijat dahinya.

“Nasi goreng ya Mas?”

“Em, boleh... Pedes ya, biar enak pas minum tehnya,”

“Siap!”

Disisi lain, Karlina dan Zafir tidak mengetahui jika sejak tadi ada Wasti yang terus memperhatikan mereka berdua dengan pandangan curiga.

Wasti memperhatikan gerak-gerik Karlina dan Zafir yang sejak tadi terlihat sangat akrab, tidak seperti dirinya dan Zafir. Bibirnya berdecak kesal, pasti ada sesuatu antara pak Zafir dan Karlina, nggak mungkin atasan dan bawahan bisa se-serasi itu, sedangkan saat bersama yang lain, sifat pak Zafir sekeras batu, dan sedingin es.

***

Pagi datang begitu cepat, Zafir sejak pagi tadi sudah berangkat ke kantor dengan perasaan senang, membuat hawa di dalam rumah juga sedikit ringan.

Sebelum Zafir berangkat kerja, pria itu sudah membantu Karlina untuk memindahkan Mommy Misha ke taman belakang untuk berjemur.

Seperti nya hal itu akan terus terjadi karena Zafir sangat terlihat bahagia dengan kemajuan pesat kesehatan mommy nya.

Zafir menggendong Mommy nya dari kamar menuju taman, dengan Karlina yang membawa kursi rodanya. Wasti pun turut membantu dengan membawakan makan beserta minum untuk  Misha, tentunya karena perintah langsung dari Zafir, jika tidak, jangan harap Wasti membantu Karlina.

Pukul dua belas, Karlina kembali membawa Misha ke dalam kamar dengan bantuan pak Naryo, karena Wasti sibuk dengan pekerjaan rumah.

“Makasih ya pak, sudah bantu Lina pindahin mommy ke kamar,” ujar Karlina.

Pak Naryo yang mendengar itu membulatkan mata saat Karlina memanggil Nyonya Misha dengan panggilan mommy.

Bukan hanya pak Naryo, Misha yang mendengar itu pun sampai menengok kearah Karlina dengan pandangan bertanya.

Sebetulnya Karlina itu siapa, orang yang bekerja di Home care untuk menjagaku atau menjadi istri Zafir? Berani berani nya dia memanggilku dengan panggilan mommy!

Menyadari keadaan tidak baik, pak Naryo izin keluar terlebih dahulu dan meninggalkan Karlina bersama Misha.

“Mommy, Lina ambilkan minum ya buat mommy sehabis itu Lina izin sholat sebentar ya,”

Misha mengangguk tanpa melihat wajah Karlina yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan lembut.

Sebetulnya dirumah ini ada apa? Kenapa jadi seperti ini? Wasti pasti tahu jawabannya! Pasti! Andai aku sudah sembuh aku pasti akan langsung menemui Wasti saat ini juga!

“Mommy nggak mau duduk dikasur aja?”

Berhenti memanggilku dengan sebutan mommy! Kamu tidak pantas! geram Misha dalam hati.

Misha menggeleng, kepalanya tetap melihat kearah jendela.

“Yasudah, Lina ke dapur dulu ya, ambil minum..”

Setelah kepergian Karlina, Misha masih betah duduk di atas kursi roda yang mengarah ke jendela. Pandangan nya kembali menerawang, mengingat hal-hal aneh yang terjadi di rumahnya.

Pertama, Tini tiba-tiba di pecat oleh anaknya lalu di gantikan oleh Karlina. Kedua, Misha melihat sendiri jika Karlina dan Wasti memiliki masalah, terlebih saat dia tidak sengaja melihat Wasti menunjuk-tunjuk Karlina dengan air mata yang mengalir. Ketiga, ini yang paling ganjal menurut nya, kenapa Karlina memanggil dia dengan sebutan mommy? Dan kenapa anaknya bisa dekat dengan Karlina, sampai-sampai wanita itu memanggil Zafir dengan sebutan Mas?

Pegangannya pada kursi roda menguat, saat prasangka buruk hinggap di kepalanya.

Tubuh nya mengejang saat merasakan sebuah telapak tangan menyentuh lembut bahunya.

Karlina melihat respons Misha seperti itu di buat kaget sendiri, lalu meminta maaf dengan suara yang bergetar.

“Ma–ma–maaf mommy, maaf! Karlina nggak bermaksud buat mommy kaget,” Misha yang mendengar itu memejamkan mata bersamaan dengan menghembuskan nafas pelan. “Maaf mommy.., maaf..”

“..A...Ya,”

Menengok kearah Karlina, Misha lagi-lagi dibuat bungkam saat melihat kedua mata Karlina yang selalu memperlihatkan kejujuran.

“Maaf ya mommy, sekali lagi Karlina minta maaf... Air minumnya Karlina simpan di atas meja ya,”

“..a.. Ya,”

“Karlina sholat sebentar ya mom, nanti Lina kembali lagi ke sini..”

Setelah berpamitan, Karlina bergegas pergi menuju kamarnya yang sedikit jauh dari kamar Misha saat ini.

Sepeninggalan Karlina, Wasti mengetuk pintu kamar Misha, saat Misha menengok kearahnya, Wasti baru berani masuk ke dalam kamar dengan kedua mata yang berkaca-kaca.

Duduk di atas lantai, Wasti memegang kedua tangan Misha seraya menangis, membuat Misha panik, ingin bertanya namun tidak bisa menanyakan apa yang terjadi.

Wasti menatap kedua mata Misha, sebetulnya memberanikan diri, karena saat ini adalah kesempatan yang bagus.

“B-bu...” suara Wasti bergetar karena tenggorokannya tercekat.

“Maaf sebelumnya,” Wasti menyeka air mata yang mengalir. “Saya mau cerita soal Karlina yang semakin hari semakin kurang ajar Bu, Hiks.. Saya sudah nggak tahan Bu,”

Suara Wasti yang tersendat sendat karena menangis membuat Misha berusaha mendengar kan dengan benar.

“Waktu itu pertama kali Karlina masuk kesini, dia sudah membuat Tini di pecat, sehabis itu dia menuduh saya mencuri Debit card milik pak Zafir,

Gaji saya di potong oleh Bapak, padahal itu bukan salah saya Bu, kiriman uang untuk cucu saya jadi berkurang karena tuduhan itu, di tambah lagi Pak Zafir selalu bersikap ketus ke saya, sedangkan ke Karlina ...”

Wasti kembali menyeka air mata yang turun menggunakan punggung tangan, mirip seperti anak kecil yang mengadu pada ibunya jika permen miliknya di makan oleh teman nya.

“... Sedangkan ke Karlina, pak Zafir sangat baik bahkan semalam saya melihat mereka berduaan di dapur dan makan bersama, Hiks.. Padahal saat itu saya sudah bangun lalu menawarkan untuk membuatkan makanan pak Zafir, tetapi beliau menolak malah mengusir saya dan menunggu Karlina,”

Marah, Misha benar-benar di kuasi rasa amarah saat mendengar penjelasan Wasti. Pikiran yang sebelumnya hampir tertelan rasa kagum pada Karlina, kini kembali menguasai pikiran nya.

Aku tidak menyangka jika Karlina mampu melakukan hal serendah itu, apa yang sebetulnya Karlina cari dari anakku? Harta kah?

Pupil matanya melebar saat menemukan alasan utama Karlina melakukan hal itu bahkan mampu membuat anaknya berubah. Benar! Pasti karena harta yang di miliki oleh keluarga Ku! Pasti karena itu, Karlina mengurusku dengan telaten selain pekerjaan!

Tanpa Misha sadari, bibir Wasti tengah melengkung membentuk senyuman lebar dengan tangan kanan yang memegang botol obat tetes mata yang tersimpan di saku rok hitamnya.

Habis riwayat kamu Lina.. Habis! Setelah ini nyonya akan membenci kamu, lihat saja sebentar lagi kamu akan di tendang keluar tanpa uang sedikitpun!

Tubuh Wasti mengejang saat merasakan sentuhan lembut tangan Misha. Wasti paham, pasti nyonyanya itu akan mengambil tindakan setelah Wasti menceritakan semuanya.

“Bu... Maaf saya jadi cerita ke ibu, tapi saya sudah tidak kuat di perlakukan seperti ini, rasanya saya ingin keluar dari sini, Hiks...” ujar Wasti sekali lagi, membuat Misha menggeleng dengan tatapan sedih.

“...Ngan...”

“Ta-tapi Bu, saya sudah nggak–”

“Jangan!”

Misha terkejut saat suaranya  keluar dengan lantang, begitu juga dengan Wasti yang saat ini memperlihatkan ekspresi kaget.

“Bu.. Ibu sudah bisa bicara, Alhamdulillah.. Wasti janji Bu, Wasti akan bertahan sampai ibu sembuh!” Kalau bisa selama nya, sampai si Karlina keluar dari rumah ini, tambah Wasti dalam hati.

“Ibu mau minum?” tanya Wasti.

Misha mengangguk, setelah itu Wasti mengambil air yang ada di meja, lalu membantu Misha minum.

“..Sih!”

“Ibu mau pindah ke tempat tidur?”

“Ya,”

“Baik, biar Wasti bantu ya Bu..” ujar Wasti dengan membantu Misha pindah ke tempat tidur dengan punggung yang bersandar pada sandaran tempat tidur.

“Kalau begitu saya kembali ke dapur dulu ya Bu, sebentar lagi pak Zafir pulang,”

Misha mengangguk memandang punggung Wasti yang perlahan menghilang dibalik pintu.

Beberapa menit kemudian Karlina kembali dengan wajah yang terlihat lebih segar setelah selesai sholat.

Mengetuk pintu beberapa kali, Karlina masuk kedalam kamar Misha dengan senyum hangat di wajahnya.

Saat ingin menanyakan apa Misha ingin makan, gelas kaca yang berada di atas meja dekat tempat tidur Misha terlempar ke arah tembok yang berada di sebelah nya, membuat Karlina menghindar ke samping lalu menengok Misha yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan tajam, bahkan kedua mata Misha memerah.

“Mo-mommy, mommy kenapa?” tanya Karlina berusaha tidak panik.

“..GI!” ujar Misha dengan nada tinggi.

“Ta-tapi kena–”

“GI!... Pergi....!”

Karlina terdiam saat melihat Misha menangis saat menatapnya. Menundukkan kepala, Karlina ikut menangis dan hal itu membuat Misha menatap bingung Karlina.

Zafir masuk kedalam kamar Misha lalu melihat Karlina dan Misha sama-sama menangis pun bingung, terlebih saat melihat gelas yang pecah tidak jauh dari tempat Karlina berada.

“Ada apa ini? Mommy? Karlina?” tanya Zafir.

Karlina menggeleng, sedangkan Misha terus menunjuk ke arah Karlina dengan mengucapkan kata pergi.

Menghela napas kasar, Zafir berbalik badan mengahdap Karlina, lalu menyentuh kedua bahu wanita itu lembut.

“Karlina.., kamu sebaiknya pergi dulu, biar mommy aku yang urus, kamu tenangin diri kamu dulu ya,”

“I-iya Mas, maaf.. Lina nggak tau mommy kenapa,”

“Iya.. Tenang okay?”

Karlina mengangguk, kemudian Zafir membawa Karlina keluar dari kamar Misha lalu berteriak memanggil Wasti untuk membersihkan kamar Misha.

Zafir kembali ke kamar misha, bertepatan dengan Wasti yang melewati Karlina dengan sapu dan pengki di tangan wanita itu.

“Makanya, jangan ganjen sama pak Zafir, emang enak di lempar gelas sama nyonya? Sadar diri kamu mending Lina,” ucapan itu keluar dengan begitu mulus dari bibir Wasti, membuat Karlina diam di tempat.

Ya Allah... Sebenarnya apa yang terjadi?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top