Episode 03
Karlina berdiri tepat di depan pagar hitam yang menjulang tinggi melebihi tinggi tubuhnya. Meneguk saliva kasar, ia memberanikan diri untuk menekan bel yang ada di sebelah kiri pagar.
Menarik napas panjang, Karlina merasa hatinya berdetak cepat. Siang tadi ia di hubungi oleh ibu Dana agar segera datang ke alamat yang tertera di kertas yang sebelumnya di berikan oleh Ibu Dana.
Menunggu beberapa saat, Karlina mengejang kaget saat mendengar suara klakson mobil yang berbunyi tepat di belakang nya.
Menoleh ke arah belakang, kedua matanya melebar terkejut saat melihat sebuah mobil Porsche Cayman berwarna biru metalik berada tepat di belakang nya.
Masyaallah.. Ini beneran mobil yang sering di omongin sama temen-temen di sekolah dulu? Tanya Karlina dalam hati.
Suara klakson kembali terdengar, membuat Karlina terkejut lalu pergi menyingkir agar mobil mahal itu masuk kedalam kawasan rumah yang terlihat sangat besar dan megah.
Karlina berdecak kagum, bibirnya pun tidak henti melafalkan doa agar kelak ia memiliki rumah sebesar dan semegah ini.
Tanpa sengaja kedua matanya melihat seorang pria keluar dari dalam mobil dengan satpam yang berdiri di dekat mobil mahal itu. Pandangan matanya dengan pria itu tidak sengaja bertemu, namun pria itu lebih dahulu mengalihkan pandangan untuk berbincang dengan satpam.
Karlina bisa melihat dua pria itu berbincang dengan jari telunjuk pria yang menaiki mobil mahal itu menunjuk kearahnya.
Seorang satpam berlari kearahnya setelah selesai berbincang dengan pria yang saat ini sudah masuk kedalam rumahnya dengan salah satu pembantu yang membawa jas pria itu.
"Permisi mbak, ada yang bisa di bantu?" tanya satpam tadi, membuat Karlina menatap pria yang ia perkirakaan seumuran dengan ayahnya.
"A.. Iya pak, perkenalkan saya Karlina, dari Home Care Ibu Dana," jelas Karlina dengan senyum hangat membuat satpam itu terdiam sejenak saat melihat senyum nya.
"Saya Pak Naryo, satpam di rumah ini."
"Tadi saya sudah pencet bel sebelumnya," terdiam sebentar, Karlina melihat pria yang mengendarai mobil tadi kembali ke mobilnya mengambil sesuatu, lalu menengok kearahnya saat ini dengan sudut bibir yang tertarik mengulas senyum.
"O..iya, maaf mbak, tadi saya sedang ke kamar mandi sewaktu mbak tekan belnya,"
"Iya pak, nggak apa pak,"
"Oiya.., Mbak Karlina mau cari siapa?"
"Saya mau cari pak...." Karlina kembali membaca kertas yang sebelumnya ia genggam. "Saya cari Pak Farabi Zafir Al-Ikhsan, apa benar ini rumah beliau?"
"Benar mbak, ada keperluan apa ya ketemu Pak Zafir?"
"Tadi saya di telepon oleh pemilik Home Care tempat saya bekerja katanya pak Zafir mencari satu orang untuk mengurus ibu beliau,"
"Ternyata mbak toh! Masuk mbak, sudah di tunggu pak Zafir di dalam, kebetulan bapak baru pulang."
Karlina masuk kedalam lingkungan rumah itu dengan kaki kanan yang melangkah masuk terlebih dahulu, bibirnya mengucapkan Bissmillah agar pekerjaanya di rumah besar dan megah ini berjalan dengan mudah, tidak terdapat rintangan yang terlalu berat.
"Mari mbak, biar saya antar ke dalam.."
"Iya Pak,"
Pak Naryo berjalan terlebih dahulu dari Karlina setelah menutup dan mengunci pintu gerbang yang ternyata memiliki dua gerbang, satu gerbang hitam utama, dan di delakangnya terdapat gerbang kayu seukuran pundak pak Naryo.
"Ngomong-ngomong umur mbak itu berapa?" tanya Pak Naryo saat mereka berdua jalan beriringan.
Karlina tertawa kecil, dengan genggamannya pada tali tas mengerat. "Umur saya 19 tahun pak hehehehe, memang nya umur bapak berapa?"
"Yang benar mbak? Waduh, seumuran sama anak saya yang nomor dua dong mbak," canda pak Naryo dengan tawa kecil di akhir kalimat. "Umur saya 40 tahun,"
Mereka berdua berhenti tepat di depan pintu yang terbuka lebar, menampilkan ruangan tamu dan ruang santai yang menjadi satu. Di salah satu sofa terlihat pria itu sedang berkutat dengan laptop dan kertas-kertas yang tertumpuk di atas meja kaca.
"Permisi Pak," ujar pak Naryo dengan tangan kanan mengetik pintu.
"Ya pak, masuk!"
Mereka berdua masuk kedalam rumah dengan kepala Karlina yang menunduk. "Ya, kenapa pak?" tanya Zafir mendongakkan kepala menatap pak Naryo dan Karlina.
"Ini pak, ada mbak Karlina dari... Dari mana mbak tadi?"
"Ya, dari Home care pak.."
"Iya itu, dari Home Care pak.. Katanya bapak sudah telepon ke tempat mbak Karlina bekerja,"
Menganggukkan kepala, Zafir mengangkat tangan kanannya memberikan gesture untuk pak Naryo pergi meninggalkan mereka berdua.
"Terima kasih pak,"
"Iya sama-sama, saya kembali kedepan pak.. Mari Mbak Karlina, bapak tinggal dulu.."
Setelah mengatakan hal itu, Karlina benar-benar di tinggal berdua dengan Zafir yang saat ini menatap lekat kearahnya. Meneguk saliva kasar, Karlina memberanikan diri untuk mendekat saat Zafir melambaikan tangan kanannya, menyurh ia untuk mendekat.
Karlina berhenti sedikit jauh dari sofa yang di tempati oleh Zafir. Penampilanku apa ada yang aneh ya sampai di perhatikan begitu? Tanya nya dalam hati.
Mau bagaimana pun, ia tidak ingin memiliki kesan pertama yang buruk dengan calon bosnya itu, semuanya harus sempurna, setidaknya tidak terlalu buruk, itu yang selama ini selalu Karlina terpkan pada dirinya sendiri.
"Nama kamu..." jantung Karlina berdetak cepat saat mendengar suara berat Zafir yang saat ini sedang membaca kertas yang ia perkirakan biography miliknya. "Karlina Eka Putri, kamu orang yang paling di rekomendasikan oleh Ibu Dana saat saya menghubungi tempat beliau,"
"Iya benar pak, nama saya Karlina."
"Cantik..." puji Zafir dengan suara kecil, namun sayangnya Karlina mendengar nya dan membuat kedua pipinya bersemu merah, namun sebisa mungkin ia sembunyikan, mau bagaimanapun ia harus professional.
Menyandarkan punggung pada sandaran sofa, kaki kanan Zafir bertumpu di atas kaki kirinya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.
"Perkenalkan diri kamu, secara rinci, jujur saja saya penasaran saat Ibu Dana merekomendasi kan kamu untuk mengurus Mommy saya,"
"Nama saya Karlina Eka Putri, saya anak pertama dari tiga bersaudara, tinggi saya 155 cm, saya lulusan dari SMK kesehatan, dan pernah bekerja di salah satu Rumah Sakit Negri karena rekomendasi dari sekolah dan di saat yang sama juga saya bekerja di Home Care," jelas Karlina dengan sedikit nervous, tidak seperti tempat yang sebelumnya pernah ia datangi.
Zafir mengangguk kan kepala dengan tangan kanan yang mengusap dagu, terlihat seperti menimbangkan data diri dan cara Karlina mengenalkan diri.
"Menarik, tadi saat kamu mengenalkan diri katanya kamu pernah bekerja di salah satu Rumah Sakit Negri, apa kamu masih bekerja disana? Maaf-maaf saja, saya tidak ingin mommy saya di urus oleh orang yang salah,"
"Iya. Saya pernah bekerja di salah satu Rumah Sakit Negri, namun saya sudah di pecat dan saya hanya bekerja di Home Care untuk saat ini,"
"Kamu yakin bisa mengurus mommy saya sampai sembuh?" tanya Zafir kali ini dengan melembutkan pandangan nya saat menatap mata Karlina, tidak seperti sebelumnya yang terkesan mengintimidasi.
"Saya yakin,"
"Mommy saya bukan orang yang mudah akrab dengan orang baru loh,"
"Tidak apa pak, saya yakin nanti bisa akrab dan dekat dengan ibu bapak,"
"Kamu langsung membawa pakaian?"
"I-iya pak, tadi Bu Dana bilang kemungkinan saya akan menginap,"
"Mhm.." bangun dari duduknya, Zafir menjulurkan tangannya kedepan dengan senyum hangatnya. "Kamu di terima, nanti kita berangkat ke rumah sakit untuk menjemput mommy."
Karlina menyambut uluran tangan Zafir dengan senyum bahagia. "Terima kasih pak, saya akan bekerja segiat mungkin sampai ibu bapak sembuh!"
"Saya akan menagih itu terus menerus sampai keadaan mommy pulih,"
Melepas jabat tangan, Zafir memanggil salah satu bekerja untuk menunjukkan kamar yang akan di tempati oleh Karlina.
"Tunjukkan kamar untuk Karlina, dan perlakukan dia dengan baik," ujar Zafir dengan tegas.
"Ta-tapi, kamar itu masih di tempati oleh Tini pak,"
"Tini sudah tidak bekerja disini, jadi cepat antarkan Karlina ke kamar itu, sebelumnya bersihkan terlebih dahulu!"
Melirik sinis kearah Karlina, pekerja itu mendengus kesal setelah men jawab perintah Zafir. Karlina tau, dan sudah jelas jika pekerja itu tidak menyukainya.
"Wasti, saya tau apa yang barusan kamu lakukan, jangan ulangi itu, dan cepat antarkan Karlina ke kamarnya."
"Ba-baik pak!"
Setelah memastikan Karlina dan Wasti pergi, Zafir mengambil ponsel nya lalu menghubungi dokter Rizal yang merekomendasikan Home Care untuknya.
"Halo dokter, bagaimana keadaan mommy?"
"Alhamdulillah, keadaan ibumu sudah mulai membaik,"
"Alhamdulillah.."
"Bagaimana, kamu sudah menghubungi tempat yang saya sarankan tadi?"
"Ya, sudah.. Orangnya juga sudah datang tadi,"
"Namanya?"
"Karlina Eka Putri, kemungkinan nanti saya akan kesana bersama Karlina,"
"O..! Karlina itu, dia orang yang bekerja dengan ulet dan bersungguh-sungguh, kamu tidak akan menyesal mempekerjakan Lina,"
"Dokter mengenal Karlina?" tanya Zafir penasaran.
"Pak,"
"Dokter sebentar," ujar Zafir dengan kepala yang menoleh kearah samping tempat dimana Wasti berdiri. "Kenapa?"
"Karlina sudah ada di tempatnya pak, dan Karlina menolak untuk saya bantu membereskan kamar,"
Mendekat kan ponsel, Zafir kembali berbincang dengan Dokter Rizal dan berpamitan. "Nanti saya hubungi lagi, terima kasih dok,"
Setelah mendengar jawaban dokter Rezal, Zafir mematikan sambungan telepon nya lalu mengatakan pada Wasti untuk mengantar ke kamar yang di tempati oleh Karlina.
Sepanjang perjalanan menuju kamar Karlina, Zafir bisa melihat jika Wasti terlihat sangat resah dengan tangan wanita itu yang sibuk memilin ujung bajunya.
"Kamu kenapa?" tanya Zafir.
"Ti-tidak pak," jawab Wasti gugup.
"Mhm..."
Zafir dan Wasti tiba di depan kamar yang di tempati oleh Karlina lalu terdiam saat melihat keadaan kamar itu berantakan seperti baru terekena angin puting beliung membuat raut wajah Zafir mengeras.
"Apa yang terjadi?" tanya Zafir.
Karlina terdiam saat sedang membereskan barang-barang yang sebelumnya di acak-acak oleh orang yang ada di sebelah Zafir.
"Itu... Tadi jatuh semua nggak sengaja jatuh,"
Mendengus, Zafir membalikkan badan lalu pergi tanpa bicara apapun membuat Wasti benar-benar mematung, saat mendengar suara Zafir.
"Dua kesalahan dalam sehari," ujar Zafir dengan nada menusuk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top