3. Dua Hati, Satu Menangis dan Satu Bersabar
LANGIT tanpa awan, berwarna biru padam. Mentereng di atas sana menemani pagi yang cerah. Kabut yang turun, entah dari mana menimbulkan suasana yang dingin menenangkan.
Posisi matahari masih menggantung rendah di sebelah timur, namun kali ini sedikit menjorok ke arah timur laut. Mungkin, terjadi karena rotasi dan revolusi bumi yang membuat posisi matahari berpindah-pindah.
Begitulah yang ada dipikiran seorang laki-laki yang lahir di Lampung 24 Mei 2001, berkulit kecokelatan dan pencinta musik. Ia selalu menerapkan ilmu yang telah dipelajari di sekolah.
Ia berjalan-jalan sendiri di koridor utama gedung sekolah, sebenarnya itu bukan jalur yang langsung terhubung ke kelasnya, entah kenapa saat ini melewati jalur tersebut, ia bahkan belum meletakkan tas sekolahnya di kelas. Berkelok sampai akhirnya tiba di deretan kelas 11-IPA. Kemudian, berhenti di depan pintu kelas dengan tulisan di atasnya 11-IPA-4 pada papan kayu yang menggantung pada siku. Bukan kelasnya. Melainkan kelas orang lain. Yah, dia sedang mencari seseorang dari kelas tersebut.
Ia mengulurkan lehernya pada kaca di daun pintu berharap menemukan orang yang dicarinya, namun usahanya sia-sia. Ia bahkan tak tahu posisi duduk orang yang dicarinya. Begitu pula kelas itu pun masih sepi tanpa orang. Tapi ada satu ransel di atas sebuah bangku di tengah2 ruangan. Dan ia tak tahu itu punya siapa.
Mika mengerling pada jam tangannya, baginya ini masih pagi untuk para pelajar berangkat menuju ke sekolah. Tanpa banyak pilihan ia berniat menuju ke kelasnya namun tiba-tiba ada sosok yang menepuk pundak kirinya. Ia langsung melengak ke orang yang menepuk pundaknya itu.
"Eh Kayron?" katanya bingung.
"Ngapain?" Kayron bertanya. Baginya sesuatu hal yang tak umum ketika anak IPS melewati deretan kelas IPA.
"Yah, niatnya mau ajak lo sarapan di kantin."
"Tapi?"
"Gua kira lo belum datang."
"Oh, iya sih. Gua juga nggak biasa datang ke sekolah sepagi ini. Tadi ada urusan bentar di ruang guru, ruang tata usaha dan ruang kepala sekolah."
"Yaudah ayo!" seru Mika. Ia akhirnya tahu siapa pemilik tas di dalam ruang kelas 11-IPA-4.
"Iya."
Sampai di kantin mereka duduk di salah satu meja yang tersedia di depan kios kantin milik tante Nia.
"Mau pesan apa?" tanya Mika seraya meletakkan ponsel dan tas ranselnya di atas meja kepada Kayron yang akan duduk.
"Nggak usah," jawab Kayron sambil duduk. "Gua udah sarapan di rumah lo aja silakan."
Mika langsung pergi meninggalkan meja. Menuju masuk ke dalam kios kantin. Sedangkan Kayron hanya duduk menikmati suasana kantin yang sangat sepi. Kali pertama baginya datang ke kantin di pagi hari seperti saat ini. Kemudian, meja di depannya bergetar. Ia langsung mengerti dimana pusat getaran itu. Bukan dari gempa bumi melainkan dari ponsel Mika yang bergetar karena ada telepon masuk. Kayron membaca dalam hati nama yang tertera pada layar ponsel tersebut, yaitu Kirana. Namun tak lama layar ponsel tersebut padam sepertinya sambungan telah diputus.
Tak lama Mika datang membawa nampan yang di atasnya tersedia dua gelas teh hangat dan sepiring nasi goreng. "Gua pesankan teh hangat. Santai gua yang bayar," katanya selagi menyajikan di atas meja.
"Ponsel lo tadi getar ada telepon dari Kirana." Kayron langsung menyampaikan apa baru saja ia rasakan.
"Oh," jawab Mika singkat. Duduk mengambil ponselnya, mengabaikan nasi goreng yang tersaji termasuk mengaibaikan Kayron.
Kayron terlihat kesal ketika melihat laki-laki di depannya mengabaikan kehadirannya. Tapi ia tak ingin menghancurkan suasana pagi yang cerah ini dengan mengkritik orang yang sibuk dengan ponselnya dengan mengabaikan sarapan di pagi hari.
Sejenak Mika tersadar karena telah mengabaikan sekitarnya gara-gara sibuk mengetik pesan untuk Kirana. Melirik Kayron sejenak yang matanya ke kanan dan ke kiri berusaha memalingkan tatapan.
"Minum dulu tehnya?" pinta Mika sopan sembari meletakkan ponselnya di samping piring nasi goreng.
"Lo makan aja sarapannya." Kayron menanggapi dengan nada sinis.
"Kenapa?"
"Apanya?"
"Yah lo kenapa?"
"Gua nggak suka aja ada orang yang sibuk dengan ponselnya sampai lupa kalau di depannya itu ada orang lain." Kayron menyeruput teh hangatnya sejenak bersama dengan layar ponsel Mika yang menyala karena ada pesan masuk.
"Yaudah kalau gitu gua matikan saja ponselnya," kata Mika lembut dan langsung mematikan daya ponselnya sebelum membaca pesan yang baru saja masuk. "Biar lo-nya senang."
"Iya." Kayron masih tetap dengan nada sinisnya. Lagipula ia tak begitu mengharapkan kalau saja yang diucapkan Mika itu benar-benar dilakukannya jika tidak juga tidak menjadi masalah. Begitu melihat orang di depannya itu benar-benar mematikan ponselnya terlintas di pikiran Kayron bahwa Mika adalah orang misterius, yang sifatnya sulit untuk ditebak.
Tanpa banyak bicara, seperti seorang anak yang telah dimarahi oleh ibunya Mika langsung mengambil alat makannya dan siap menyantap nasi goreng yang tersaji di depannya.
"Andai semua anak IPS seperti lo." Tanpa sadar Kayron bergeming sendiri menatap Mika yang asik menyantap makanan. Begitu Mika berbalik menatapnya Kayron langsung mengalihkan tatapannya ke segala arah.
"Apa lo bilang barusan?"
"Lupakan," sahut Kayron yang tak berani lagi menatap Mika.
Mika kembali melanjutkan menyantap makanannya. Kemudian tersentak otaknya telah berhasil mencerna apa yang Kayron katakan tadi, langsung menatap Kayron dengan tatapan tegas. "Maksudnya apa?"
"Apa?"
"Ada apa dengan anak IPS?"
"Lo tuh beda."
"Gak ngerti."
"Waktu itu gua ke kelas lo dan orangnya tuh jutek pada, lo juga jutek tapi lo beda."
"Maksudnya?"
"Yah bukan gitu. Pas gua tanya keberadaan lo mereka tuh kayak nggak ramah gitu."
"Siapa?" tanya Mika kembali.
"Aku nggak kenal. Tapi waktu itu ada tiga cowok satu gemuk, satunya lagi rambutnya lepek kek habis kena badai dan satunya lagi tuh Galeh temen band lo itu."
"Oh."
"Cuma Oh?"
"Jangan suka nge-judge orang kalau belum tahu dalamnya." Mika kembali menyelsaikan makannya.
"Emang mereka kek apa?"
"Siapa?"
"Yah tiga cowok itu lah Mik."
"Gideon, Ichal sama Galeh. Entar lo juga tahu sendiri mereka seperti apa."
"Terus kalau dia siapa?" Kayron menunjuk dengan bola matanya ke arah samping kiri mengarah pada dua orang berbeda jenis yang berhadap-hadapan berbatasan dengan meja. "Dari seragamnya kelihatan anak IPS."
"Siapa?" tanya Mika langsung mengikuti arah yang ditujuk oleh Kayron. "Yang lagi duduk sama Febi itu? Mantan lo kan?"
"Sumpah lo ngeselin banget nggak usah diperjelas juga kalau Febi tuh mantan gua. Lagian berita itu cepat benget sih nyebarnya kalau gua habis putus sama Febi."
"Jivaro, Jivaro Yahya lengkapnya, anak 11-IPS-1."
"Oh jadi karena laki-laki itu dia minta putus sama gua." Kayron bergeming sendiri. "Menurut lo lebih cakepan mana gua apa Jivaro itu?" tanyanya pada Mika.
Mika terdiam sejenak. Memandang Jivaro lalu memandang ke arah Kayron. "Sama-sama jelek."
"Ah... tapi hidungnya lebih mancung gua, kulitnya putih gua, apa lagi alisnya itu malah lebat punya gua."
"Tapi lo akhirnya diputusin juga kan sama Febi, Febi juga lebih milih Jivaro daripada lo."
"Sumpah lo lama-lama ngeselin banget. Ah... bete gua lama-lama di sini."
"Hahahaha." Mika ketawa bahagia melihat wajah Kayron yang terlihat kesal.
"Malah ketawa lagi!" protes Kayron dengan tatapan garang.
"Lucu deh kalau lo lagi bete gini."
"Sudah ah gua mau balik kelas dulu!"
"Eh jangan dong kan sarapanku belum selesai."
"Loh tuh bikin gua..."
"MIKAAAAAAA!" Tiba-tiba ada suara perempuan berambut hitam kemerahan, berwajah putih dan bergincu tipis berwarna merah padam yang berteriak memanggil nama Mika dengan begitu kerasnya saking kerasnya sampai beberapa orang yang ada di kantin langsung mengarahkan pandangan ke arahnya, termasuk Mika dan Kayron. Membuat Kayron kata-katanya terpotong dan terhenti tidak dilanjutkan.
"Kirana?" sapa Mika terkejut bercampur bingung.
"Kok ponsel kamu nggak aktif?" kata Kirana sambil duduk di samping Mika pada kursi kosong.
"Oh iya semalam lupa nge-charge," jawab Mika berbohong.
"Aku tungguin kamu loh di kelas."
"Iya, gua sudah ajak Kayron nih."
"Oh!" kata perempuan berambut hitam kemerahan dengan sinis solah ia tidak tahu kalau ada orang lain yang duduk di depan Mika. Ia langsung mengarahkan tatapan sinis ke arah Kayron. "Lo nggak sarapan kan? Balik sana ke kandang lo. Mika sudah gua temenin."
"Kirana! Lo apa-apaan sih." Mika langsung menatap Kirana tegas. Ia tidak terima atas apa yang dilakukan Kirana terhadap Kayron.
"Yah!" sahut Kayron sedikit kasar. "Kebetulan banget gua juga mau balik." Kayron langsung berdiri dan berjalan meninggalkan meja tanpa merilir sekalipun ke arah Mika.
"Kay... Kay... Kay...." Mika berdiri, berusaha mengejar namun lengannya dipegang oleh Kirana sehingga ia tak bisa mengejar Kayron.
"Kamu ngapain sih ngejar-ngejar dia segala?"
"Bukan urusan lo yah!"
"Mika? Kamu kok jadi belain dia?"
"Kirana cukup!" kata Mika tegas. "Berhenti ngusik kehidupanku. Gua uda sering peringatkan ini sama lo."
"Oh jadi lo masih benci sama gua? Iya! Lo masih benci kalau hubungan lo sama Tara rusak gara-gara gua. Tapi kan lo waktu itu uda maafin gua."
"Yah gua uda maafin lo soal Tara tapi bukan berarti lo bisa bebas datang ke kehidupanku setelah semuanya telah lo rusak."
Suasana kantin kali itu berubah menjadi tegang. Sekumpulan anak kelas sepuluh langsung pergi meninggalkan kantin dengan sedikit mendekatkan kepala membicarakan Mika dan Kirana yang bertengkar adu bicara. Jivaro dan Febi yang tadinya sudah nyaman berada di kantin juga terpaksa pergi karena menurut mereka Mika dan Kirana merusak suasana romantis yang menyelubungi mereka.
"Mika?" Setetes air mata turun dan mengalir di pipi Kiri Kirana, disusul dengan tetesan ke dua di pipi kanannya. Genggaman tangannya yang memegang lengan Mika perlahan merenggan dan terlepas. Ditataplah wajah Mika lamat-lamat, hatinya terasa teriris dengan kata-kata yang terlontar dati mulut Mika. Ia tak sanggup lagi mengungkapkan kata-kata lagi yang ada di pikiran dan hatinya.
"Eh... maaf gua nggak maksud bentak lo tadi." Mika tiba-tiba merasa bersalah karena telah membentak perempuan di depannya itu. Segelintir penyesalan menjalar ke tubuh Mika. Terhenyu melihat tetesan air mata yang keluar begitu banyak dari mata perempuan di depannya itu.
Kirana mundur dua langkah menjauh kemudian berlari meninggalkan kantin seraya mengusap air matanya.
Mika terpaku di tempat.
***
JAM terakhir pelajaran, seharusnya kelas 11-IPS-2 diisi dengan mata pelajaran Sosiologi namun karena gurunya berhalangan hadir maka dari itu kelas tersebut kosong. Namun tidak ketinggalan tugas dari guru Sosiologi tak pernah terlewatkan.
Pelajaran Sosiologi termasuk dalam pelajaran ringan sehingga sebelum bel pulang berbunyi seluruh kelas sudah selesai mengerjakan tugas yang telah diberikan tadi. Dan sudah berhambur keluar kelas dengan membawa tas ransel masing-masing menuju parkiran.
Karena Mika adalah ketua kelas maka dari itu ia yang bertanggung jawab atas buku tugas teman-temannya untuk di kumpulkan di ruang guru di meja guru Sosiologi yaitu bu Ninik.
Selagi memasukan buku-buku materi ke dalam tas ia menunggu sampai semua buku tugas teman-tamannya terkumpul barulah ia mengumpulkan ke ruang guru.
"Kirana?" kata Mika ragu. "Lo udah ngumpulin tugas?"
Kirana tidak menjawab. Ia langsung meninggalkan buku tugas di atas bangkunya dan pergi keluar kelas. Sejak pagi tadi ia tak mau melihat Mika karena sakit hatinya kejadian di kantin tadi. Matanya juga sembab karena terlalu banyak menangis hari ini.
Diambillah buku tugas Kirana oleh Mika karena buku tersebut adalah buku terakhir yang belum terkumpul. Setelah semua beres dan hanya dia seorang di kelas tersebut. Mika langsung membawa tumpukan buku tugas itu dalam satu pelukan. Ia tidak langsung membawa ke ruang guru melainkan berhenti di depan kelas 11-IPA-4.
***
BEL sekolah berakhir telah berkumandang tapi seisi kelas 11-IPA-4 belum berniat untuk meninggalkan kelas walaupun guru yang mengajar di jam terakhir telah meninggalkan kelas. Sebagian sibuk pembagian tugas untuk perasiapan malam kesenian, dan beberapa kelompok siswa menggerumbul membicarakan praktikum biologi besok pagi.
"Kay, kita satu kelompok praktikum kan?" tanya Anisa. Perempuan berkerudung berkacamata, menghampiri bangku Kayron yang sibuk menyusun materi untuk rapat pengurus OSIS.
"Oh iya yah," jawab Kayron selagi otaknya mengingat kembali siapa saja anggota kelomponya. "Siapa saja Nis? Eh Ren, lo juga kan?" Saat itu Reno belum meninggalkan kelas.
"Tara, gue, Reno sama lo." jawab Anisa.
"Woi... Tara. Sini lo! kita rapat buat praktikum besok," teriak Reno tiba-tiba membuat Kayron dan Anisa tersentak kaget.
"Ren, bikin kaget aja. Biar Tara rapat buat acara malam kesenian kan dia pengurus kelas," ujar Kayron.
"Lihat noh tuh bocah ke sini juga." Reno tersenyum melihat wajah lucu Tara yang tergopoh-gopoh datang ke bangku Kayron.
"Maaf-maaf gua lupa," kata Tara. Perempuan berambut pendek tergerai menyenyuh pundaknya. "Jadi gua bawa apa aja?"
"Masih belum dibagi," jawab Anisa.
"Nih pensil lo gua ganti yang kemarin gua hilangin." Tiba-tiba Reno mengulurkan pesil ke arah Tara.
"Kok cuma satu," sahut Tara kesal. Seraya mengambil kasar pensil tersebut.
"Kan kemarin gua cuma hilangin satu doang," sangkal Reno. Anisa dan Kayron hanya menyimak.
"Yah kemarin cuma satu tapi yang dulu-dulu bisa selusin lebih yang telah lo hilangin. Mau jadi pesulap lo hilangin pensil gua mulu."
"Yah anggap saja itu pensil mewakili selusin pensil lo yang hilang itu." Reno langsung berdiri dan meninggalkan bangkunya tanpa permisi.
"Eh mau kemana lo katanya rapat buat praktikum besok," protes Tara. Tapi Reno tak menghiraukannya.
"Sudah santai aja. Alat dan bahannya biar aku saja yang bawa lagian di rumah sudah ada semua," kata Kayron meredam amarah Tara. "Nis lo bisa pulang aja. Dan lo Tar lanjutin rapat pengurus kelasnya. Sukses buat acara besok jumat yah. Gua mau ralat OSIS dulu." Kayron merapikan berkas-berkas materi rapat lalu menyambar tas ranselnya.
Saat tadi Reno keluar kelas ia bertemu dengan Mika yang berdiri dengan membawa tumpukan buku tulis di kedua tangannya dalam satu pelukan.
"Eh Mika apa kabar?" sapa Reno kepada Mika.
Mika hanya mengaggukan kepala.
"Cari siapa lo?... cari Tara yah?... ada tuh di dalam lagi rapat alay bersama Kayron," kata Reno. "Gua balik dulu yah!"
"Oh oke." Jawab Mika.
Reno berlalu tergantikan sosok Kayron yang keluar dari kelas. Sebelum ia menyapa, Kayron lebih dulu menyapanya.
"Hey Mika," sapa Kayron. "Kenapa? Maksud gua cari siapa?"
"Eh nggak gua cuma mau ngajak lo aja. Mau nggak entar sore ikut gua ke tempat latihan band?"
"Ntar gua kabarin deh. Gua nggak tahu rapat OSIS ini sampai jam berapa!" katanya sambil menunjukan berkas-berkas yang dibawanya.
"Yaudah, gua tunggu WhatApp dari lo?"
Kayron mengaggukan kepala, mengikuti arah pergi Mika yang berjalan menjauhinya.
((BERSAMBUNG))
MAAAAAAAAAAAAAAAF BANGET. Slooooooow update.
Aku mohon sekali dan sangat butuh kritikan mengenai part ini, karena apa? Aku waktu nulis sedikit kurang percaya diri dengan part ini karena naskahnya yang panjang dan garing. Kalau kalian juga merasakan itu,
Silakan tinggalkan komentar tentang part ini di sini!
Lamongan, 21 Agustus 2017.
Aila Radit
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top