2. Tatapan, Sebuah Isyarat dan Pertanda
TERLALU gelap untuk dikatakan sore dan tak cocok untuk dikatakan malam. Matahari mulai turun, garis senja terpampang jelas di langit ujung.
Pukul tujuh, itu yang diingatnya. Walaupun sekarang masih pukul enam. Ia sudah bersiap-siap. Tak sabar ingin menjemput seseorang. Aroma parfum menyebar ke seluruh ruangan kamarnya. Menata rambut sejenak lalu menyambar jaket kulit berwarna hitam di balik pintu kamar. Kemudian ia keluar kamar sembari memakai jaket itu.
"Mika?" sapa seorang pria yang membuat kakinya terhenti. "Mau kemana?" Pria itu berjalan mendekat.
"Ke rumah teman," jawabnya singkat.
"Nggak makan malam dulu?"
"Nggak." Ia langsung pergi meninggalkan pria itu, setelah menutup pintu kamarnya.
"Mama kamu sudah masak loh buat kamu," teriak pria itu kembali. "Makan malam dulu, Mika!"
Mika berhenti di tempat. Mengepalkan tangan. Mengembuskan nafas berat lalu menghadap ke pria itu dengan tatapan kesal.
"Sejak kapan om Rezky mulai mengatur hidup Mika?" katanya kesal. "Sudah yah Om, Om itu nggak ada hak untuk mengatur kehidupanku. Mau aku makan atau nggak itu urusan aku."
"Om nggak ngatur hidup kamu," sahut pria itu. "Tapi tolong hargai Mama kamu yang sudah masak tadi!"
"Ah!" Mika membuang muka dan memutar bola matanya ke atas. "Palingan juga beli di warung depan komplek."
"Tapi setidaknya mama kamu sudah siapkan buat..."
"Maaf yah Om sebelumnya, jangan membuat aku berkata kasar terhadap Om," sela Mika. Amarahnya kian memuncak.
"Ada apa ini kok ribut banget?" Tiba-tiba seorang wanita datang menuruni tangga. Berhenti di samping Resky. "Ada apa, Mas? Mika?"
Baik Mika maupun Resky seketika menutup rapat mulut mereka. Tidak ada yang mau menjawab pertanyaan dari wanita tersebut.
"Mika, kamu kok sudah rapi? Mau kemana?" tanya wanita itu kepada Mika.
Mika tidak menjawabnya dan malah pergi meninggalkan dua orang yang membuatnya merasa tidak betah berada di rumah.
"Kamu kebiasaan banget yah! Ditanya malah pergi!" bentak wanita itu sembari ingin mengejar langkah Mika, namun dicegah oleh Resky. Wanita itu terlihat kesal ditahan oleh suaminya. "Tuh anak sudah kelewatan, Mas," protesnya. Mika terus berjalan sampai akhirnya ke luar rumah.
"Sudah biarkan. Mika tadi bilang mau ke rumah temannya." Resky berusaha menenangkan wanita tersebut karena dilihatnya hendak meneteskan air mata.
"Aku sudah capek-capek siapkan makanan di rumah, tapi apa? Tak pernah ia makan. Tuh anak malah keluyuran sama teman-teman band-nya itu."
"Sudah sayang, anak seumuran Mika memang susah diatur. Mereka hanya ingin dimengerti, itu saja."
"Kamu ngerti apa soal anak!"
"Aku sudah menganggap Mika anak aku sendiri, walaupun Mika tidak menganggapku sebagai ayahnya. Iya, emang aku belum punya anak. Tapi, setidaknya aku sekarang belajar bagaimana menjadi seorang ayah." Pria itu langsung merangkul wanita di sampingnya dengan lembut. "Sudah yuk kita makan. Nantin kita sisakan buat Mika, siapa tahu nanti dia lapar ketika dia pulang."
***
SUDAH menjadi kebiasannya menata jadwal pelajaran lebih awal sembari mengingat kembali apakah ada tugas yang perlu dikerjakan nanti malam. Sesekali ia mengerling pada ponselnya. Mika sudah berjanji akan menjemputnya pukul tujuh di rumah. Alih-alih mendapatkan suatu pesan tentang hal itu, ponselnya hanya menampilkan sebuah notifikasi biasa yaitu dari roomchat grup OSIS.
Terkadang ia berpikir bagaimana Mika dapat menghubunginya kalau tadi siang belum sempat bertukar nomor. Apalagi dia belum memberitahu alamat rumahnya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Tertera deretan angka pada layar ponsel tersebut. Kayron merasa was-was. Dengan ragu, ia mengambil ponselnya di atas meja belajar. Ditekanlah tombol hijau lalu didekatkan ke telinga kanannya.
"Ha-halo? Siapa?" katanya ragu.
"Ini gua Mika." Terdengar suara seorang laki-laki yang menjawab.
"Oh... iya? Eh, maksud gua kenapa?"
"Jadi nggak?"
"Ja-di!" jawab Kayron. "Tapi, bukannya tadi siang lo bilang pukul tujuh yah?"
"Iya, ada masalah kalau misalnya berangkat sekarang?"
"Nggak sih, tapi gua belum makan malam."
"Yah entar gampang lah. Gua jemput ke rumah yah?"
Kayron terdiam.
"Halooo." Mika merasa sunyi tidak ada jawaban dari Kayron.
"Eh, gua izin bunda dulu. Ntar gua SMS."
"Yah."
Kayron langsung memutuskan sambungan. Sebelum ia turun untuk menemui bundanya, ia berganti pakaian telebih dahulu. Memakai celana jeans serta kemeja semi-formal. Tak lupa ia menyambar sepatu sneakers-nya di dalam kerdus di atas lemari pakaian. Ia juga sempatkan untuk mengirim pesan terhadap Mika.
To : +6285706352xxx
[Tahu rumah gua emang?]
Menekan tombol kirim lalu pergi ke ruang makan. Sampai di ruang makan ternyata sudah lengkap semua anggota keluarganya kecuali ayahnya.
"Ayah ke mana, Bun?" tanya Kayron kepada bundanya yang sedang menyiapkan makanan di atas meja makan.
"Ada tamu di luar," jawab bundanya, seraya meletakan piring bersih di atas meja. "Kamu mau kemana? Mau jalan sama Febi yah? Ajak ke sini lah makan malam bareng."
"Nggak usah sebut nama Febi lagi, Bun, Kay sudah putus sama dia. Lagian Kay keluar karena ada urusan bentar buat keperluan OSIS," jawab Kayron.
"Kenapa putus? Padahal bunda ingin sekali bikin kue bareng sama dia," sahut bundanya dengan nada kecewa.
"Kay juga bisa bikin kue," timpal Kayron sebal.
Bundanya hanya mengaggukan kepala lalu kembali ke dapur.
"Cieeee. Yang habis putus," goda kakak perempuanya. Tyas.
"Nggak lucu deh mbak." Kayron makin kesal. Ia berusaha mengalihakan pembicaraan. Kemudian terlintas di pikirannya. "Oh iya, Mbak, tadi Kay sempat lihat aktor Korea kesukaan mbak, siapa tuh... eh, Ji Chang Wook."
"Kenapa?"
"Nanti dramanya ditayangain pukul delapan."
"Serius kamu?"
"Terserah Mbak mau percaya apa tidak." Kayron menyambar tempe goreng yang tersedia di atas piring di atas meja makan. "Tadi Kay nemukan kardus yang isinya komik-komik di atas lemari saat mau ambil sepatu. Itu punya bang Billy yah?"
"Nitip bentar lah," jawab Billy dengan rasa tak bersalah. "Di kamarku sudah nggak ada tempat."
"Jual aja tuh semua komik-komiknya pasti muat lagi deh." Kayron makin kesal.
"Enak aja," protes Billy. "Harus keluar kota dulu baru bisa dapetin semua serinya."
"Tapi yah nggak sampai masuk kamar orang juga, Bang!" protes Kayron.
"Sudah jangan pada ribut. Mending kita makan aja." Tiba-tiba ayah Kayron datang dan langsung duduk mengitari meja makan. "Loh Kay kok sudah rapi. Mau kemana kamu?"
"Ada urusan OSIS..." Ponsel Kayron bergetar. Ternyata ada pesan masuk. Ia langsung membaca pesan tersebut.
From : +6285706352xxx
[Perumahan Indah di jalan Bhasuki. blok C no. 17. Rumah Ketua RT Bpk. Kuncoro. Gua otw.]
"...Kay pamit pergi dulu ya Yah, sudah di tunggu soalnya." Kayron mencium tangan Ayahnya lalu berteriak, "Bunda, Kay pergi dulu yah."
"Iya hati-hati," sahut bundanya dari dapur.
Kayron langsung berjalan keluar rumah selagi membalas pesan dari Mika.
To : +6285706352xxx
[Gila! Lengkap bener. Gua tunggu depan gang.]
Setelah membaca balasan dari Kayron, Mika langsung berpindah tempat yang semula ia sudah berhenti di depan rumah Kayron.
Ia menunggu kehadiran Kayron di atas sepeda motornya di depan gang. Selagi memandang lurus jalanan di depannya.
Tiba-tiba ada sosok laki-laki berjalan menuju ke arahnya. Sosok itu adalah Kayron. Ia langsung turun dari sepeda motornya. Dan mengambil helm di dalam jok.
"Kok sudah di sini? Sejak kapan?" kata Kayron begitu dekat.
"Belum semenit." Mika langsung mengulurkan helm kepada Kayron. "Yang lain masih belum kumpul kita keliling-keliling aja dulu, atau lo mau makan?"
"Tuh kan," kata Kayron kecewa. "Tahu tadi gua makan dulu, nggak nemuin lo di sini."
"Kita makan di luar aja, gua juga belum makan."
"Mending gua balik aja makan bareng keluarga, enak nggak keluar uang."
"Kalau gitu gua bayarin deh." Mika kembali menaiki sepeda motornya.
"Nggak usah! langsung ke sana saja, kita tunggu sampai teman-teman lo dateng."
"Ya sudah, ayo!" ajak Mika.
Kayron dengan ragu-ragu naik ke atas sepeda motor di belakang Mika sembari memakai helm pemberian Mika.
Mika menyalakan sepedanya dan melaju menuju kafe tempat biasanya ia nongkrong bersama teman-teman bandnya.
***
KAFE yang mereka kunjungi saat itu masih sepi. Bahkan cenderung kosong tanpa pengunjung. Pelayan hanya sedikit saat itu. Dua orang berdiri di depan pintu masuk. Satu orang berdiri di depan meja kasir. Dan dua orang lagi sedang mengelap meja.
"Sepi banget," bisik Kayron.
Mika hanya mengaggukan kepala.
"Lo sama temen-temen lo biasanya duduk di mana?"
Mika menunjuk arah luar kafe, di sana terdapat beberapa kursi yang di peruntukan untuk pengunjung yang merokok karena di dalam kafe tersebut terdapat AC.
"Tahu gitu kenapa kita masuk."
Tanpa banyak bicara Mika langsung keluar dari dalam kafe dan duduk di salah satu kursi di sana. Sedangkan Kayron mengikutinya dari belakang lalu duduk bersebrangan dengan Mika di meja berbentuk lingkaran.
"Pesan aja, biar gua yang bayar," kata Mika mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
Tak lama pelayan mendatangi meja mereka. Kayron asik memilih-milih makanan dari buku menu sedangkan Mika sibuk dengan ponselnya.
"Lo pesen apa?" tanya Kayron kepada Mika.
"Ice tea." Mika masih terfokus dengan ponselnya.
"Saya pesan Red Velvet Frape satu dan Pancake with Ice Cream Red Velvet Flavor satu juga." Kayron menutup buku menu dan memberikan ke pelayan. "Sama Ice Tea pesanan dia yah mbak." Kayron menunjuk Mika dengan bola matanya. "Sudah itu saja."
"Baik, Mas, silakan ditunggu yah," kata si pelayan lalu pergi meninggalkan meja.
Sunyi. Hanya ada alunan putaran musik dari audio di dalam kafe bercampur dengan suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya di depan kafe.
Kayron sibuk memperhatikan sekitarnya karena menurutnya kafe itu adalah tempat baru karena kali pertamanya ia datang. Ia tak tahu harus berbicara apa dengan laki-laki di depannya agar suasana kesunyian tidak menyelubung, ia bahkan tak punya topik untuk dibahas.
Sedangkan Mika masih tetap sama, sibuk dengan ponselnya. Ia sendiri tak tahu harus bagaimana selagi menunggu teman-temannya datang. Ia masih belum mengenal lebih dekat dengan laki-laki di depannya itu.
"Kita belum berkenalan?" kata Kayron selagi otaknya menemukan topik pembicaraan. Ia juga tak berharap mendapatkan jawaban dari Mika.
"Nggak usah berlebihan, yang penting gua tahu nama lo begitu pula lo tahu nama gua." Mika meletakkan ponselnya di atas meja.
"Buat formalitas saja."
"Fungsinya apa?"
"Yah nggak ada," jawab Kayron menyesal telah mengajaknya berkenalan.
"Nama gue Mika Wahyu Anggriawan, lahir di Lampung, 24 Mei 2001."
Rasa penyesalan Kayron akhirnya tergantikan dengan ia mendengar nama lengkap sekaligus tanggal lahir dari laki-laki di depannya yang super dingin.
"Gua..."
"Nggak usah disebutkan, gua udah tahu," sela Mika sebelum Kayron memperkenalkan diri. "Kayron Triwicaksono lahir di Surabaya, 3 Agustus 2001."
"Oke." Kayron mengaggukan kepala menutup mulutnya sejenak. "Tadi tahu nomor ponselku dan alamat rumahku dari siapa?"
Mika mengambil ponselnya. Mengetik sesuatu lalu memberikan ponselnya kepada Kayron. "Semua data-data seluruh siswa ada di web sekolah. Lo kan ketua OSIS masak nggak tahu?"
"Yah tahu, tapi nggak sampai kepikiran cari di sini juga." Kayron melihat layar ponsel Mika sejenak lalu mengembalikan kepada pemiliknya.
Pelayan datang membawakan makanan yang tadi di pesan, menghidangkan di atas meja lalu pergi meninggal meja.
"Ya udah makan aja dulu gih es krimnya," kata Mika memersilakan. "Tadi lo pesan yang premium, kan?"
"Enggak, eh... tapi tadi ada tulisan premium. Kenapa emang?"
"Satu scoop-nya 15.000 jadi jangan sampai lo sia-siakan es krim itu sampai meleleh sebelum lo makan."
"Mahal amat." Kayron langsung menatap pancake-nya dengan terkejut. Karena di atas pancake tersebut terdapat tiga scoop es krim. Ia sempat menyesal telah memesan makanan yang begitu mahal. "Gua kira harganya murah karena tadi nggak ada price-nya."
"Ya udah nggak usah sok kaget, lagian nggak ikut bayar juga."
"Yah gua nggak enak aja, pesan mahal begini. Kamu hanya pesan ice tea."
"Biasa aja," sahut Mika. "Lo suka Red Velvet yah?"
"Yah begitulah."
Ponsel Mika yang awalnya layarnya padam kemudian menyala dengan notifikasi pesan dari Kirana. Kayron juga sempat melihat layar ponsel itu sekilas kemudian ia memulai menyantap makanan pesanannya.
Mika pun mengambil ponselnya di atas meja. Sesekali ia melirik ke arah Kayron yang makan penuh dengan berat hati karena memakan makanan yang tergolong premium itu.
***
SEKITAR pukul 7.30 malam, teman-teman Mika satu persatu mengisi kursi kosong di antara Mika dan Kayron. Bertepatan dengan pancake yang sudah habis termakan. Yang pertama datang adalah Rayhan, kemudian Kinar dan Galeh.
"Oh, ini yang katanya mau undang d'UNOs ke acara pagelaran sekolah kalian itu," kata seorang perempuan yang baru datang. Ia satu-satunya perempuan yang mengisi kursi kosong. "Saya Dinda." Mengulurkan tangan kepada Kayron untuk berjabat tangan. Kayron menyambut tangan itu dengan menghambur senyuman.
"Pak Naryo nggak bisa hadir yah?" tanya Mika kepada Dinda, Rayhan, Kinar dan Galeh.
"Iya, tapi diserahkan ke mas Farid," jawab Rayhan.
Mika mengaggukan kepala sejenak, mengarahkan pandangan ke arah Kayron lalu berkata, "Kay, lo nanti ngomongnya sama Mas Farid."
Kayron menganggukan kepala mengerti. Hanya itu yang bisa ia lakukan karena ia merasa asing berada di tengah-tengah orang yang baru saja di kenalnya.
Setelah cukup lama berbincang-bincang ringan, seorang pria yang bernama Farid datang ke arah meja mereka. Mika langsung meminta Kayron dan Farid untuk berpindah meja di dalam kafe agar lebih nyaman membahas persoalan d'UNOs.
Tak perlu memakan waktu lama karena kesepakatan kedua pihak berjalan dengan lancar. Kayron dan Farid kembali. Farid langsung duduk di kursi yang di duduki Kayron tadi. Sedangkan Kayron terpaksa harus berdiri, karena kursinya telah terduduki.
"Udah?" tanya Mika kepada Kayron. "Mau balik atau masih nongkrong bareng kami?"
Kayron tak tahu harus memilih apa. Ia tak mempunyai alasan yang kuat untuk memilih salah satunya.
"Yasudah kita balik aja." Mika berdiri dari duduknya mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari saku celananya, ia letakan di atas meja. "Gua nitip bayar pesananku tadi."
"Mau kemana lo?" tanya Galeh.
"Nih ngenterin dia pulang, kasihan dari pada di sini dia diam saja." Mika langsung pergi dari meja sebelumnya ia mengode Kayron agar ikut di belakangnya.
"Gua balik dulu yah," ucap Kayron. Kemudian ia menyusul langkah Mika.
"Beli nasi goreng dulu yuk! Gua laper," ajak Mika kepada Kayron selagi ia menuju ke arah sepeda motornya. Kayron hanya terdiam pasrah. "Kenapa diam? Nggak mau? Atau ada tugas sekolah yang belum lo kerjakan?"
"Nggak. Ya udah, ayo."
Mereka berdua pergi mencari penjual nasi goreng. Sampai akhirnya berhenti di warung nasi goreng pinggir jalan dekat terminal. Menurut Mika nasi goreng di sana enak.
Mika memesan dua nasi goreng untuk di makan di tempat karena Kayron juga ingin makan juga setelah menghabiskan pancake di kafe tadi.
Selagi menunggu nasi goreng disajikan mereka berdua duduk di kursi panjang tanpa meja. Di temani dua botol air putih kemasan.
"Teman lo asik juga." Kayron memulai pembicaraan.
"Yah," sahut Mika. "Tapi, tadi kenapa lo diem aja?"
"Gua nggak biasa sama orang baru," jawab Kayron. "Tadi aja gua kira bakalan ribet berurusan sama mas Farid ternyata cuma simpel aja nggak ribet."
"Iya begitulah, memang lo kira kek gimana?"
"Yah gua kira harus tanda tangan atau semacannya lah."
"Nggak lah," sahut Mika. "Lo uda save nomor gua tadi?"
"Belum."
"Ya udah save aja, barang kali lo butuh apa-apa soal d'UNOs bisa hubungin gua aja."
"Iya nanti lah, gua tadi juga lupa minta nomornya mas Farid."
Penjual nasi goreng menyodorkan makanan, mereka pun menerimanya lalu makan dalam diam.
"Thanks yah," kata Kayron setelah nasi gorengnya telah habis.
"Buat apa? Gara-gara dibayarin?"
"Iya," sahut Kayron. "Tapi ada lagi."
Mika langsung menoleh ke arah Kayron, begitu pula Kayron. Tatapan mereka bertemu.
((BERSAMBUNG))
Yuhuuu....
Long time banget yah updatenya. Maklum orang sibuk. Sok sibuk sih sebenarnya.
Perkenalan kurasa cukup deh yah? Kurang lebih dari bagian 1 dan 2 ini sudah melibatkan banyak tokoh. Kemungkinan nambah lagi. Atau mungkin tidak.
Aku ngetik ini nggak buru-buru aku publikasikan karena ada alasan tertentu. Yah maklum masih dipantau pembimbing jadi nggak sembarangan.
Lamongan, 5 Agustus 2017.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top