10. Berdebar, Setiap Detaknya Penuh Perasaan yang Terpendam

SETELAH dari kelas 11-Bahasa Kayron berjalan ke utara menuju koridor deretan kelas 11-IIS. Tapi kemudian dia terhenti ketika melihat Mika sedang berdiri menatap mading sekolah di samping tangga menunu lantai dua.

Tuh anak kenapa di sini sih, batin Kayron seraya menghampiri Mika.

"Nih honor penampilan lo di malam kesenian kemarin," kata Kayron mengulurkan amplop cokelat yang tadinya diambil dari kantong celananya.

Mika tersentak sejenak lalu menatap Kayron dan teralih dengan amplop cokelat itu. "Oh, terimakasih yah," katanya menerima amplop coklat itu, dimasukan ke dalam saku celana sebelah kirinya lalu kembali menatap mading.

Kayron tidak beranjak pergi, dia masih berdiri di tempat menatap mata Mika. Jantungnya berdetak tidak normal bertempo cepat seketika itu. Ia pun mengalihkan ke mading sejenak, jantungnya kembali berdetak normal.

"Kenapa masih di sini?" tanya Mika tanpa memalingkan muka dari mading. "Masih ada yang perlu diomongin lagi?"

"Iya," jawab Kayron singkat.

Mika langsung menatap Kayron. Begitu juga Kayron. Sehingga tatapan mereka bertemu. Kayron langsung mengalihkan ke dahi sedangkan Mika mengalihkan ke bibir.

"Lo tuh kenapa sih?" kata Kayron cepat-cepat supaya tidak terasa tegang dan canggung.

Mika hanya diam dan kembali menatap mading membaca segala informasi yang terpampang di sana.

"Mika!" Kayron mulai meninggikan suaranya dan mendorong bahu Mika.

"Kenapa?" tanya Mika.

"Maksud lo selama ini tuh apa sih? Coba jelaskan ke gua sekarang."

"Katanya tidak mau nemuin gua lagi, dan sekarang lo nemuin gua."

"Kan tadi ngasih honor." Kayron mulai mengerutkan dahi.

"Itu kan udah, terus kenapa masih di sini?" Mika tersenyum tipis.

"Lo tuh aneh," sahut Kayron segera. "Kemarin lo bilang ke gua semua tentang K itu adalah gua terus kemarin lo malah jalan sama Kirana dan sebenarnya maksud lo itu apa bilang kalau K itu gua dan bukan Kirana."

Mika meremas ibu jarinya sampai tangannya berkeringat. Dia ingin sekali menutup mulut Kayron supaya bisa menjelaskan semuanya. Namun itu sangat sulit Kayron terus saja berbicara.

"Gua nggak bisa nerima semua ini. Lo kemarin minta maaf ke gua hanya karena lo ingin jalan sama Kirana iya kan? ehmmm... gua tahu sekarang lo persembahkan lagu romantis di malam kesenian waktu itu kata lo buat gua agar gua tidak cemburu kalau sebenarnya lagu itu buat Kirana. Sudah kubilang waktu lo ngasih surat ke gua bahwa gua tidak suka sama Kirana. Terserah lo mau jadian sama Kirana atau lo mau nikah sekalipun sama Kirana gua nggak peduli. Itu hak lo dan sebaiknya gua pergi saja dari pada lo merasa terganggu kalau lo masih mengira gua itu suka sama Ki..."

Mulut Kayron langsung tertutup, kalimatnya terpotong ketika Mika membungkuk sehingga wajah mereka berdekatan.

Mata Kayron terbelalak kaget suatu yang tak terduka ketika bibir Mika bertemu dengan bibirnya. Jantungnya langsung berhenti berdetak sejenak lalu kemudian berdetak dengan kencang, menggebuh dadanya seperti mendapat tekanan yang luar biasa.

Begitu sadar Kayron langsung mendorong dan menonjok wajah Mika tepat mengenai pangkal bibir sampai akhirnya keluar sedikit darah. Beruntung saat itu koridor dalam keadaan lengang.

Mika menyeka darah tersebut menggunakan ibu jari. Menatap Kayron sejenak, kemudian pergi meninggalkan Kayron yang masing mengepalkan tangan, nafas laki-laki itu masih menggebuh.

"Mika maaf," ucap Kayron tapi Mika sudah lebih dulu pergi.

Kayron terdiam menutup mulutnya sejenak. Menepuk-menepuk kedua pipinya. Apa ini mimpi. Tidak! ini nyata.

***

SEJAK ia datang ke sekolah pagi hari tadi wajah Kirana sudah sembab seperti habis menangis semalaman. Ia bahkan tidak keluar kelas sama sekalipun. Upacara tadi ia malah pergi ke UKS. Di jam istirahat ia gunakan membaca novel di dalam kelas.

Sehabis dari kantin Galeh, Reyhan, dan Gideon datang menghampiri meja Kirana.

"Tumben lo nggak ke kantin bareng kita-kita," kata Galeh.

"Biasanya aja lo nempel mulu sama Mika," timpal Gideon.

"Nempel terus seperti permen karet di celana," sahut Ichal. Seisi kelas ternyata menyimak dan langsung tertawa lebar.

"Ada masalah mungkin dengan Mika," kata Reyhan setelah tawa itu berakhir.

"Masa lalu biar lah masa lalu jangan kau ungkit jangan ingatkan aku." Gideon yang bertubuh gemuk langsung bernyanyi sambil joget.

"Woi! Masalah bukan masa lalu," seru Galeh. Gideon langsung berhenti bernyanyi, namun suasana kelas semakin meledak akan tawa melihat ekspresi Gideon.

"Ah kalian berisik!" teriak Kirana sampai air matanya berlinang.

"Sudah Ki lo yang sabar, dari dulu Mika emang nggak suka sama lo, lo-nya aja yang ke-pede-an. Tadi Mika sudah cerita banyak, dia nggak maksud buat PHP lo. Mungkin lo merasa inisial K yang Mika maksud itu nama lo tapi sebenarnya bukan lo," kata Galeh yang kali ini nadanya serius.

Kelas tiba-tiba hening ketika Mika masuk sambil menutup mulutnya dengan dasi. Mata lelaki itu memerah seperti menahan amarah. Ia menghampiri sekumpulan siswi di sudut depan yang bergerombol mendekatkan kepala sambil berbisik.

"Gua minta tisu," katanya purau.

Buru-buru salah satu gadis memberinya beberapa lembar tisu. Mika meraihnya dan menempelkan di pangkal bibirnya, bercak merah menempel di sana.

"Lo habis berantem," tanya Galeh dari bangku Kirana.

Tapi Mika tak memberi jawaban, laki-laki itu berjalan dengan tenang menuju bangkunya. Namun tiba-tiba Kayron masuk dan langsung menuju ke samping Mika. Kayron mengatur nafasnya agar tetap tenang mengabaikan orang sekitarnya yang sedang menatapnya. Suasana kelas berubah menjadi sunyi.

"Mik, maaf tadi gua refleks," katanya dengan nada pelan. "Sumpah tadi gua nggak nyangka kalau lo...," ia menelan ludah sejenak lalu berkata, "Kalau lo mau lakukan itu lagi gua nggak akan nonjok lo, maaf."

Mika menatap mata Kayron dan menggandengnya mengajak keluar kelas tanpa bicara. Semua mata mengikutinya hingga keluar. Karena posisi duduk Kirana tak jauh dengan Mika ia sempat mendengar apa yang dikatakan Kayron walaupun samar-samar.

"Mereka emang habis ngelakuin apa?" tanya Gideon ke semua orang.

"Jadi, apakah inisial K itu Kayron yah?" Kirana ikut bertanya.

"Mungkin," jawab Galeh kembali ke bangkunya.

"Sudah lah biarkan saja mereka." Gideon dan Reyhan juga kembali ke bangkunya.

***

PINTU utama kamar mandi di tutup oleh Mika dari luar. Kayron masih terdiam di tempat setelah jantungnya terguncang hebat sekali lagi. Perlahan mulai kembali normal, setelah mika berlalu cukup lama. Ia menghela nafas berat lalu keluar dari kamar mandi menuju ke kelasnya.

Sampai di kelas, ternyata dia terlambat di dalam sudah ada Siti selaku guru Matematika sekaligus wali kelasnya. Jantungnya kembali berdetak kencang namun kali ini sensasinya berbeda. Dengan tekad  yang kuat ia memberanikan diri untuk masuk ke kelas, menyalimi Siti sebagai orang tua kedua.

"Dari mana kamu?" tanya Siti tegas.

"Saya dari kamar mandi bu," jawab Kayron ragu. "Maaf bu saya telat masuk kelasnya."

"Kalau begitu kamu kerjakan soal nomor dua puluh di papan tulis dari tugas yang saya berikan waktu itu, ini teman satu kelas belum ada yang bisa, kalau kamu bisa mengerjakan kamu bisa duduk."

Kayron menyambar spidol papan tulis dan mulai mengerjakan.

"Kamu tidak lihat pertanyaannya dulu?" tanya Siti kebingungan karena Kayron sudah menulis pertanyaannya di papan.

"KAYRON SUDAH HAFAL BU!" sahut Reno di bangkunya.

Kayron tatap melanjutkan sampai akhirnya menemukan jawabannya. Dalam hatinya ragu menatap guru Matematikanya itu dengab was-was.

"Yasudah kamu bisa duduk," kata Siti setelah mengkoreksi perkerjaan Kayron.

Kayron kembali kebangkunya, tapi pikirannya masih tertinggal di kamar mandi mengingat kembali kejadian di kamar mandi bersama Mika sepuluh menit yang lalu.

"Kayron cepat duduk!" Bentak Siti.

Kayron langsung duduk. Memegang bibirnya dengan jari telunjuk dari pangkal ke pangkal dari bibir bawah ke bibi atas. Otaknya membayangkan kejadian nyata yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Sampai di rumah pun juga sama pikiran itu tak pernah hilang. Berkali-kali ia menatap cermin memperhatikan bibirnya apakah ada yang berubah dari bentuk bibirnya.

Begitu seterusnya di hari berikutnya Kayron tak berani melihat Mika lagi karena takut terbayang kejadian itu. Jika di kejauhan melihat Mika ia langsung berputar arah agar tidak bertemu. Jantungnya terus berdetak kecang setiap kali menjumpai Mika.

Ia merasa tak setenang dulu ketika berada di sekolah. Walaupun perasaan was-was pernah terjadi sebelumnya yaitu menghindari Febi, tapi sekarang adalah Mika yang terus menghantui pikirannya membuatnya takut pergi kemana-mana.

"Kay, ke kantin nggak?" tanya Reno. Sedangkan Bayu menunggu jawaban Kayron.

"Nggak, gua sudah bawa bekal, gua nitip jus jambu merah," kata Kayron menyerahkan uang selembar berwarna biru. "Sisanya kalian bagi lah."

"Lo sudah seminggu ini kita ajak ke kantin selalu nolak," sahut Bayu. Alfo mengaggukan kepala.

"Sudah lah syukur-syukur kalian tiap ke kantin gratis terus kan?"

Reno dan Bayu nyengir dan langsung hilir mudik.

Begitu bel istirahat berakhir telah berbunyi Reno masuk ke dalam kelas sedangkan Bayu dan Alfo pergi ke ruang guru.

"Nih jus pesanan lo," kata Reno mengulurkan gelas plastik bertutup kepada Kayro.

"Seret tahu nungguin lo semua nggak dateng-dateng." Kayron kesal dan meraih gelas tersebut.

"Tadi gua ketemu Mika di kantin dia tanyain lo," kata Reno sambil duduk di kursinya. "Gua jawab kalau lo selalu di kelas dan sudah seminggu ini begitu."

"Terus?" tanya Kayron antusias. Sambil meminum jus jambu merahnya

"Terus dia yang bayar jus lo itu," jawab Reno santai.

Kayron langsung tersedak. "Serius? ini Mika yang bayarin?"

"Biasa aja kali, iya dia yang bayarin. Katanya sebagi perminta maafan dia telah cium lo."

"Sumpah lo Mika bilang gitu!" Kayron terkejut bukan main mendengar apa yang dikatakan Reno kepadanya.

"Jadi lo beneran ciuman sama Mika, anjir gila lo yah..."

Kayron langsung membungkam mulut Reno dengan tangan kanannya. "Jangan keras-keras ngomongnya!" bisik Kayron. Ia melepas bungkaman tangannya itu.

"Kapan? Di mana?" Reno semakin penasaran. "Aku kira Mika cuma bercanda dan ternyata!"

"Waktu gua telat masuk kelas di jamnya bu Siti. Eh...," Kayron mulai ragu untuk bercerita. "Gua juga tidak tahu Mika tiba-tiba... yah lo tahu lah maksud gua. Saat itu gua lengah."

"Di mana?"

"Di depan mading sekolah dan di kamar mandi pojok samping lab. Biologi."

"Dua kali! Serius?"

Kayron mengaggukan kepala. "Tapi jangan bilang siapa-siapa yah, gua mohon."

Reno mengaggukan kepala. "Mungkin bilang ke Bayu. Eh itu dia."

Saat itu kebetulan Bayu masuk ke dalam kelas dengan membawa selembar kertas. Bayu berdiri di depan kelas.

"Teman-teman minta perhatiannya sebentar," teriak Bayu. "Jadi sekarang sampai jam terakhir bapak ibu guru ada rapat jadi semua jam kosong, tapi ini ada tugas dan harus dikumpulkan sepulang sekolah."

Buuuu... seisi kelas bersorak.

"Tambahan," kata Bayu kembali. "Untuk kelompok praktikum Biologi Kayron, Reno, Tara dan Anisa kalian dapat tugas tambahan merangkum tentang sistem pencernaan manusia dan hewan ruminansia dibuat presentation besok pagi di labolatorium biologi sedangakan kelompok lain mempersiapkan pre-test untuk besok sepulang sekolah di kelas 11-MIA-5." Bayu kembali ke bangkunya memberikan selembar kertas tersebut ke Kirana agar ditulis di papan tulis.

"Kay setelah ini kita ke perpus cari materi biar enak di sana sekalian selesaikan tugas lainnya," seru Tara sambil pergi ke depan kelas.

***

JALUR tercepat menuju perpustakaan yang berada di lantai dua adalah melewati deretan kelas 11-IIS. Kayron pun was-was ia tak berharap kalau bertemu Mika di pertengah perjalanannya. Ia juga tak mungkin memutar arah yang jauh hanya demi menghindar dari Mika. Saat itu pikirannya melayang tidam tahu arah ketika berjalan menuju perpustakaan bersama Reno, Anisa, dan Tara.

"Kenapa harus kelompok kita sih!" keluh Tara.

"Syukur kita tidak ikut pre-test, mana waktunya pulang sekolah pula," sahut Anisa menanggapi.

"Gua mah cukup bersyukur satu kelompok sama orang-orang pintar setidaknya gua kecipratan kepintaran kalian." Reno ikut menambahkan.

Sedangkan Kayron hanya diam. Keringat dingin mulai bermunculan dari kulitnya terutama di bagian dahi. Tangannya mulai bergemetar. Kakinya semakin mendekati kelas Mika semakin terasa berat. Apa lagi kemudian muncul dari dalam kelas Mika bersama teman-temannya yang kemudian duduk di depan kelas. Kayron semakin gemetar. Pikirannya kembali pada kejadian yang tidak terlupakan itu.

"Kay, lo kenapa?" tanya Anisa melihat Kayron yang mulai memelankan jalannya.

"Apa gara-gara ada Mika lo jadi begini?" bisik Reno.

Kayron mengaggukan kepala.

"Sudah lah, anggap saja kejadian waktu itu tidak pernah terjadi," kata Reno serius kali ini.

Kayron meyakinkan dirinya, memperkuat tekat. Namun begitu dekat dan hampir melewati Mika dan teman-temannya lengah bawahnya dipegang erat oleh Mika membuatnya terhenti.

"Mik, lepasin," lirih Kayron. Sambil melihat Tara, Reno dan Anisa berjalan menjauh tak menyadari kalau Kayron jauh di belakang.

Mika tidak melepaskannya dan malah menyeret Kayron semakin jauh dari Teman-temannya. Begitu di tempat yang lengang hanya ada beberapa siswa lain berlalu lalang. Barulah ia melepaskan lengan Kayron.

"Lo berusaha ngehindar dari gua, iya? Kenapa?" tanya Mika serius. Kayron tidak berniat untuk menjawab. "Oke, maaf gua uda cium lo dulu."

"Sudah Mik jangan bahas itu lagi," pinta Kayron yang tak berani menatap wajah Mika dan malah melihat ke segala arah berharap tidak ada yang mendengar apa yang dikatakan Mika. "Gua tidak ngehindar dari lo."

"Bohong," sela Mika. "Terus sampai kapan lo lari-larian begini?"

"Gua tidak lari gua jalan, berdiri dan duduk selama ini—sudah yah, gua mau ke perpus dulu."

"Seriusan!" Mika mengernyit manatao mata Layron dengan serius.

"Gua sibuk Mik!" bentak Kayron tiba-tiba. "Banyak tugas yang perlu gua kerjakan, kalau lo seret gua ke sini buat bahas kejadian itu lagi mending gua melakukan hal yang beguna."

Mika terdiam.

Kayron menatap wajah Mika dengan serius lalu pergi meninggalkannya.

"Gua suka sama lo, Kayron Triwicaksono!" teriak Mika. Membuat Kayron terhenti. Menahan nafasnya sejenak. Memejamkan mata, berharap ini semua tidak pernah terjadi. Kemudiaan ia menghembuskan nafas dan kembali berjalan.

Mika masih berdiri di tempat. Melihat Kayron yang semakin menjauh.

***

SAMPAI di perpustakaan Kayron meletakkan barang bawaanya di atas meja. Masih terngiang perkataan Mika yang baru saja didengarnya itu. Menelaah, bahwa semua itu salah. Dari dulu tak pernah ada pemikiran bahwa akan ada seorang laki-laki yang datang dalam kehidupannya lalu mengungkapkan perasaannya.

Kenapa Mika bilang itu ke gua. Kayron menatap Tara di sebrang sana. Padahal cewek itu lebih baik.

"Kay, lo nggak pa-pa?" tanya Reno.

"Eh... tugas yang dikumpulkan nanti sepulang sekolah aku kerjakan saja, kalian fokus di presentasinya saja," kata Kayron. "Mana buku tugas kalian."

"Tapi Kay tulisan lo kan beda sama tulisan gua," timpal Tara. "Maksud gua tulisan lo lebih rapi daripada gua."

"Kalau begitu gua kerjakan di lembaran saja nanti kalian tinggal menyalinnya."

Tara tampak ragu begitu pula Anisa namun Reno sudah mengerti bahwa ada sesuatu yang mengganggu Kayron.

"Sudah ikut apa kata Kayron saja, biasanya kalau begini nih ada yang nggak beres dengan hatinya," sahut Reno.

Anisa dan Tara pun akhirnya mengerti dan memberikan buku tugas mereka kepada Kayron.

"Dan si pengganggu hatinya sudah datang mendekat," sela Reno saat Tara hendak mengucapkan sesuatu.

Tara langsung terdiam dan salah tingkah melihat Mika berdiri di belakang Kayron.

"Kenapa Mik?" tanya Reno kepada Mika.

Mika melirik ke arah Kayron yang sibuk mengerjakan soal-soal di buku pelajaran.

"Kirain cari Tara," celetuk Reno. Tara langsung menendang kaki Reno. Reno melirih. "Kita pindah meja saja, sepertinya Mika dan Kayron akan membicarakan sesuatu."

Reno pun berdiri, diikuti Tara dan Anisa yang kikuk. Lalu berpindah tempat. Sedangkan Kayron masih fokus menulis dan Mika duduk di samping Kayron.

"Maaf gua sepertinya terlalu memaksa lo," kata Mika. "Gua tahu kalau menurut lo semua ini tidaklah benar. Tapi gua sudah tidak bisa lagi berbohong dengan perasaan gua."

"Mik." Kayron meletakkan bolpoinnya lalu menatap wajah Mika. "Anehnya, lo tahu kalau gua cowok dan lo juga cowok."

"Iya gua tahu, tapi apa lo tidak merasakan apa yang gua rasakan?"

Kayron membisu.

"Jika lo nggak bisa, gua akan coba pergi. Gua tahu kalau hal ini akan terjadi." Mika berdiri. "Maaf dan terima kasih atas waktu lo selama ini." Ia langsung pergi tapi tanganya seperti ada yang memegangnya.

"Kalau lo mau nanti malam setelah belajar kita keluar?" kata Kayron. "Mungkin gua butuh semua penjelasan lo."

Mika mengaggukan kepala.

"Nanti gua WhatApp." Kayron melesapkan tangan Mika dan kembali menulis. Sedangkan Mika pergi keluar dari Perpustakaan.

((BERSAMBUNG))

Lamongan, 10 September 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top