Ketika Aku Bertemu Denganmu (4)
Gelora menenggelamkan kepalanya ke dalam bathtub. Rasanya sangat menyegarkan setelah hawa panas membakar dirinya.
Menatap langit-langit kamar mandi, membuat Gelora teringat kembali kejadian tadi ketika pulang sekolah.
***
"Gelora!"
Suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Bahkan suara napasnya terdengar karena kelelahan.
"Kenapa buru-buru, Kak Bagas?"
"Lupa ngasih tau ke lo doang. Bisa gak ntar malem datang ke sekolah?"
"Mau ada apa, Kak?"
"Baca di berita, bakal ada fenomena blue moon. Kita bakalan motret di bukit belakang sekolah sekalian kemah."
"Boleh tuh. Kebetulan besok libur sekolah."
"Oke. Dateng ke sekolah jam lima sore, ya."
Setelah Bagas pergi, barulah Gelora kembali melanjutkan langkahnya. Ketika sampai di depan gerbang, Gelora mendapati Stepa tengah bersandar seraya memainkan ponselnya.
"Stepa?"
Mendengar namanya dipanggil, membuat Stepa melirik ke arah Gelora.
"Kupikir Reza yang memanggil, ternyata temannya. Ada apa?"
"Tidak. Hanya ingin menyapa."
"Oke," kata Stepa lalu fokus lagi pada ponselnya.
"Tunggu. Siapa namamu?" tanya Stepa ketika Gelora hendak melangkah pergi.
"Ge—gelora."
"Pftt .... bhwahahah ...."
"Tuhkan! Kau pasti menertawakan namaku."
"Tidak. Namamu bagus."
"Lalu, kenapa kau menertawakan namaku?"
"Aku hanya ingin akrab saja."
Rasanya ini seperti nostalgia. Seperti mimpi yang Gelora alami saat itu. Entah mimpi atau memang nyata. Tapi, memori menyenangkan ini seolah berputar kembali.
"Ngomong-ngomong, kau sedang menunggu seseorang?"
"Iya, aku—"
"Maaf menunggu lama, Stepa."
Itu adalah Reza. Beberapa detik Gelora sempat membelalakkan matanya sebelum akhirnya Gelora menggelengkan kepala.
"Hei, kayaknya gue ganggu kalian berdua," kata Reza.
"Apaan si, Za. Ya kagak, lah," kata Gelora. "Gue balik duluan, ya."
"Hati-hati, Bro."
Gelora melambaikan tangan. Setelah cukup jauh dari Stepa dan Reza, barulah Gelora menundukkan kepalanya seraya berjalan.
***
Setelah cukup lama berendam, Gelora kemudian mengenakan pakaian yang sesuai. Dia juga sudah menyiapkan peralatan untuk berkemah.
"Jadi kemah?" Ibunya tiba-tiba memasuki kamar Gelora.
"Iya. Besok juga pulang."
"Hati-hati, ya."
"Hmm."
Diantar oleh ibunya hingga ke depan rumah, Fahri dan Eri ternyata sudah menjemput Gelora menggunakan mobil Fahri.
Dari jauh tampak ibunya Gelora melambaikan tangan dan dibalas oleh Gelora.
"Anak mamih banget, nih?" kata Eri, melihat ke belakang dari bangku depan.
"Abisnya, Ibu gue cuma punya gue. Mau gimana lagi?"
"Ayah lo?"
"Pergi sama yang baru."
"Ups, sorry."
"Gak papa. Gue udah terbiasa."
Tidak jauh perjalanan dari rumah Gelora, para senior sudah menunggu para junior di depan gerbang sekolah.
Fahri juga sudah memarkirkan mobilnya di tempat mobil dekat sekolah.
"Oke. Jadi gak usah formal banget, ya. Ini cuma kegiatan ekstrakurikuler kita aja biar gak boring." Bagas membuka percakapan terlebih dahulu.
"Seperti yang kalian udah tau, kita bakal memotret fenomena blue moon. Hasil potretnya akan langsung diserahkan pada ekskul jurnalistik buat dijadikan berita lewat blog dan akun sosial media sekolah. Jadi, lakukan dengan serius tapi santai. Siap?"
"Siap!" jawab seluruh anggota serempak.
Mereka semua mulai berjalan menaiki bukit. Cukup waktu lama untuk menaikinya.
Selama perjalanan beban Gelora tampak hilang. Tak ada sama sekali pikiran tentang Stepa dan Reza.
Gelora berharap hal ini akan terus berlanjut. Ternyata bermain bersama teman-teman barunya sangat mengasyikkan. Bagaimana tidak, dia sampai bisa melupakan penyebab kesedihan yang selama ini selalu menghantui dirinya.
Entah perasaan apa itu. Gelora baru merasakannya.
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top