8. Persiapan
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Hari ini Raja datang ke toko lebih pagi dari biasanya karena sore harus ke mal untuk mengecek persiapan pameran besok. Dia berjalan ke ruangannya di lantai dua sambil sesekali menyapa pegawai yang dilewati. Pria yang hari ini memakai kaus berkerah dengan celana chino berwarna cokelat muda itu menghampiri beberapa pegawai yang berkumpul di salah satu sudut lantai satu.
"Nanti ngobrol lagi waktu istirahat. Sekarang kita kerja dulu, yuk! Kalo target bulan ini terpenuhi, saya traktir semua. Gimana?" ucap Raja sambil merangkul pundak salah satu pegawai pria.
"Serius, Pak? Traktir makan-makan, nih? Sama bonus juga, nggak, Pak?"
Raja tertawa mendengar pertanyaan dari pegawai yang dirangkulnya itu. "Gampanglah itu. Bisa diatur. Asal kalian semua jangan males-malesan. Kalo semua target bisa terpenuhi, bisa saya pertimbangkan untuk bonus akhir tahun."
Pria itu menepuk lengan tiga pegawai yang berdiri di dekatnya lalu melanjutkan perjalanan ke lantai dua sambil melambai.
"Makasih, Pak. Kita akan bekerja keras!" teriak salah satu pegawai pria dengan mengepalkan tangan ke udara.
"Ayo-ayo bubar. Balik ke stand masing-masing." Seorang lainnya membubarkan perkumpulan itu dan kembali ke tempat masing-masing.
Tiba di lantai dua, Raja menghampiri meja pegawai yang bertanggung jawab untuk pameran.
"Ke ruangan saya sekarang," perintahnya sambil mengetuk meja pegawainya itu.
Raja masuk ke ruangannya diikuti oleh pria yang membawa buku catatan kecil dengan pulpen. Dia mempersilakan pegawainya itu untuk duduk di sofa yang tersedia. Setelah memeriksa beberapa email di komputer, dia duduk di hadapan pegawai tersebut.
"Gimana untuk persiapan pameran besok, Gal?"
"Semuanya sudah aman, Pak. Abis ini saya mau liat langsung ke lokasi."
"Sekalian abis makan siang aja. Saya ikut."
"Oh, baik, Pak. Ada yang perlu ditambah lagi, Pak?"
"Ah, ini Galih. Untuk SPG dan SPB gimana? Jadi ambil berapa orang? Terus di toko tinggal berapa?"
Pria bernama Galih itu membuka catatannya. "Untuk SPG kita udah dapet dua, kebetulan mereka udah sering bantu-bantu untuk event brand Samsung, Pak. Untuk SPB kita juga dapet dua orang. Nanti di toko masih ada dua orang untuk masing-masing brand. Saya rasa masih bisa hendel untuk pembeli yang datang ke toko."
"Oke kalo gitu. Kamu bisa balik ke meja lagi."
Raja kembali ke meja kerjanya setelah Galih keluar dari ruangan. Pria itu mengeluarkan ponsel yang berdering dari saku celananya. Dia mengerutkan kening saat membaca nama seorang marketing salah satu merek gadget terkenal itu.
"Gimana, Mas?"
"Saya denger toko Bapak mau ikutan pameran di Blok M Square besok?"
"Tau aja soal pameran-pameran kayak gini."
Suara tawa dari seberang telepon memenuhi pendengaran Raja.
"Taulah, Pak. Kan, udah kerjaan saya itu. Jadi, gini, Pak. Ini untuk seri terbaru Iphone udah rilis dan kami punya stok hanya beberapa aja. Kalo Pak Raja mau ambil, saya kasih harga spesial. Gimana, Pak?"
Raja tidak langsung menjawab, dia berpikir sambil mengetukkan-ngetukkan pulpen yang dipegangnya ke meja.
"Oke. Saya ambil. Sepuluh dulu aja, Mas. Mau saya taruh di pameran besok."
"Siap, Pak. Sekarang langsung saya antar ke toko."
Raja mengakhiri pembicaraan di telepon lalu keluar dari ruangan untuk memberitahukan kepada kasir tentang transaksi yang baru saja dibuatnya. Pria itu melihat tokonya hari ini lumayan ramai. Ada beberapa siswa yang masih mengenakan seragam datang untuk menyervis ponsel mereka. Ada juga beberapa orang datang mencari ponsel yang sesuai dengan pekerjaan mereka dan ada juga yang hanya mengikuti tren.
Pria itu tersenyum melihat usaha yang dibangunnya sendiri bisa berjalan lancar. Meski perlahan, tetapi selalu ada kemajuan setiap tahunnya. Melihat tokonya mendapat kepercayaan dari pelanggan merupakan kebanggaan tersendiri. Dia tidak akan menyesal telah menolak tawaran orang tuanya untuk meneruskan bisnis keluarga.
Andai dia ada di sini. Pasti dia seneng banget bisa wujudkan impiannya selama ini. Kalo aja gue nggak ragu waktu itu, apa mungkin dia ada di samping gue sekarang? ucap Raja dalam hati. Dia tersenyum lalu menghampiri meja kasir.
Di tempat lain, Ratu sedang bersitegang dengan seorang pelanggan. Wanita itu sudah bersabar menghadapi pelanggan tersebut yang selalu menggoda bahkan sampai menyentuh beberapa bagian tubuhnya. Sudah sering diperingatkan, tetapi kelakuan pelanggan itu tidak pernah berubah.
Sudah ketiga kalinya Ratu menghela napas sejak lima menit yang lalu. Pelanggan kurang ajar itu berdiri dengan pongah di depannya tanpa rasa bersalah sedikit pun. Kalau saja teman kerjanya tidak menghalangi, pasti pria hidung belang itu sudah babak belur oleh Ratu.
"Kalo Bapak nggak mau minta maaf, kita bisa bawa masalah ini ke kantor polisi."
"Enak aja! Emang salah gue apaan?"
Ratu mendengkus. "Bapak masih nggak mau ngaku? Di sini ada CCTV dan banyak saksi. Saya nggak peduli kalopun saya harus menanggung malu asal Bapak bisa dipenjara."
Wanita itu menoleh ke sekeliling yang terdapat beberapa pelanggan berkerumun untuk menyaksikan permasalahannya.
"Wah! Bisa-bisanya lo fitnah gue. Lo pikir gue bakal ngaku gitu? Gue nggak berbuat salah di sini."
Seseorang maju sambil berdecak. Ratu melihat wanita paruh baya seumuran ibunya itu menggeleng-geleng dengan terus berjalan ke arah pria hidung belang.
"Udah salah! Nggak mau ngaku lagi," ucap wanita paruh baya itu sambil menginjak kaki pria kurang ajar hingga mengaduh.
"Ini kenapa semua nyerang gue? Salah gue apa? Kenapa nggak ada yang nyalahin cewek itu? Suruh siapa dia terlalu cantik dan seksi. Kalo bukan gue, pasti ada cowok lain yang bakal godain dia juga."
Ratu maju lalu menampar keras pria itu. Emosi yang sudah berusaha ditahan sejak tadi makin membuncah, apalagi setelah mendengar orang itu justru menyalahkannya.
"Kurang ajar! Berani-beraninya lo nampar muka gue."
Pria itu hendak membalas Ratu, tetapi tangannya yang terangkat ditahan oleh seorang pria yang maju untuk melindungi wanita itu.
"Mas Putra?"
Tatapan semua orang kini tertuju kepada pria yang dipanggil Putra oleh Ratu. Putra menyeret pria yang telah membuat masalah dengan kekasihnya itu keluar dari swalayan. Dia tidak tinggal diam dan langsung melayangkan sebuah pukulan tepat mengenai ulu hati hingga pria itu tersungkur sambil terbatuk-batuk. Semua orang ikut ke luar dan membentuk kerumunan lagi.
Ratu segera menghentikan Putra yang hendak menghajar lagi pria hidung belang itu. Wanita itu menarik kekasihnya untuk menjauh dan membiarkan pria mesum itu lari ketakutan setelah meminta maaf. Dia berbalik dan membubarkan kerumunan sambil mengucap terima kasih dan maaf berkali-kali.
"Kamu nggak apa-apa? Pria tadi nggak ngapa-ngapain kamu?"
Putra langsung menanyai Ratu setelah kerumunan tadi bubar. Seorang wanita yang merupakan teman kerja dari Ratu memberikan sebotol air mineral kepadanya.
"Minum dulu." Pria itu membukakan botol tersebut lalu memberikan kepada wanita di hadapannya.
Wanita itu menarik napas panjang lalu mengembuskannya sebelum menerima air mineral dari kekasihnya. "Mas aja yang minum. Mas abis ngehajar orang. Pasti capek."
Pria yang mengenakan kemeja putih itu mengambil botol tersebut lalu duduk di samping Ratu yang selonjoran di depan swalayan. Setelah meneguknya hingga setengah, pria itu menyerahkan botol air minum kepada Ratu.
"Kamu beneran nggak apa-apa? Pria itu udah ngapain kamu?"
Ratu menghela napas. "Dia tadi sempet megang-megang tangan terus ngelus-ngelus lengan aku. Nggak cuma aku korbannya, salah satu pegawai cewek lain juga kena. Makanya aku tadi emosi banget. Karena nggak sekali aja dia begitu. Udah diperingatin masih aja nggak kapok. Dan dia selalu dateng ke swalayan dalam keadaan setengah mabok. Siang bolong pula."
"Syukurlah, nggak sampek diapa-apain. Aku tadi dateng pas ibu-ibu itu maju. Makanya aku langsung maju buat ngelindungi kamu."
"Makasih, ya, Mas. Maaf udah ngerepotin."
Putra membawa wanita di sampingnya itu mendekat lalu merangkul pundak Ratu. "Kayaknya kamu mending berhenti aja, deh, kerja di sini. Pria tadi pasti bakal balik lagi dan gangguin kamu terus."
"Tapi, aku belum ada tempat tujuan lain, Mas."
"Nanti aku bantu cari kerjaan di tempat lain."
"Nanti aku pikirin lagi, ya."
Mereka berdiri dan masuk kembali ke swalayan. Ratu menghitung uang di meja kasir lalu bersiap untuk pulang, sementara Putra setia menunggunya.
Jumlah kata: 1237
Bersambung
~~~
Mikirin siapa, Ja?🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top