24. Kedatangan Tamu
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Ratu merasa pipi kanannya akan berlubang jika pria di sampingnya itu terus menatap tanpa henti. Dia menoleh sambil memelotot agar Raja menghentikan tatapan tajam kepadanya. Pria itu hanya meringis dan menggaruk kepala yang jelas-jelas tidak gatal. Ratu sendiri hanya bisa bertanya melalui kode mata karena dia masih belum tahu harus bicara apa setelah pria di hadapannya itu menyinggung sedikit tentang perasaan yang dipendam selama ini.
"Lo nggak pengen tanya gitu, apa yang mau gue omongin lima tahun lalu?"
Raja membuka kembali obrolan. Dia menanti jawaban dari wanita yang hanya diam sejak perkataannya terakhir kali.
Ratu menghela napas lalu menggeleng. "Enggak. Kalo memang Kak Raja ngerasa gue harus tau, pasti suatu saat nanti lo bakal ngomong sendiri. Tapi, kalo emang itu sesuatu yang harusnya gue nggak tau, ya lo nggak perlu kasih tau gue."
Raja berdecak. "Emang nggak pernah berubah, ya lo, Tu. Tetep cuek dan nggak peka."
"Apaan, sih? Kenapa jadi nyalahin gue? Lo sendiri yang main rahasia-rahasiaan dulu? Salah siapa?"
Raja gemas lalu mengacak-acak rambut Ratu yang membuat wanita itu makin cemberut.
"Ih, lepasin, nggak? Kebiasaan, ya, lo, Kak! Kalo sebel sama gue pasti ngacak-ngacak rambut gue." Ratu mendengkus sambil berdiri lalu melipat tangan di depan dada.
Raja menghentikan tawanya melihat wanita itu merajuk. Sekuat tenaga dia menahan diri agar tidak tertawa lagi dan menyebabkan pegawainya itu makin marah. Pria itu ikut berdiri lalu mengusap pelan kepala Ratu sambil tersenyum manis.
"Jangan ngambek, dong! Entar ilang cantiknya. Duduk lagi, yok!"
Masih dengan memegang puncak kepala Ratu, Raja membawa wanita itu untuk kembali duduk. Karena terpeleset, Ratu berpegangan kepada Raja dan membuat mereka berhadapan dengan jarak sangat dekat. Embusan napas keduanya pun saling terasa.
Ratu hendak melepas tangan dari lengan Raja, tetapi pria itu menahannya. Wanita itu menelan ludah saat pria di hadapannya mendekatkan wajah mereka. Ratu segera melepas tangan Raja yang berada di pinggangnya. Dia berbalik menghadap depan lagi sambil merapikan pakaiannya yang sedikit kusut.
"Kayaknya kita harus balik, deh, Kak. Nggak enak sama yang lain. Pasti mereka nungguin."
"Oh, iya." Raja hanya merespons sekenanya karena masih terkejut dengan apa yang hendak dilakukannya baru saja.
Ratu berjalan terlebih dulu dan membiarkan Raja menyusul di belakang. Wanita itu menghindari tatapan langsung dengan mantan kakak tingkat yang saat ini menjadi bosnya itu. Dia tidak bisa mengartikan degup jantungnya yang berubah cepat saat pria itu ingin menciumnya. Atau hanya pikirannya saja yang terlalu jauh? Bisa saja Raja hanya ingin mengambil sesuatu di wajahnya. Ah, dasar bego! Malu-maluin banget.
Wanita itu makin mempercepat langkah setelah menyadari kebodohannya sendiri. Tiba di samping mobil, dia masih harus menunggu Raja agar bisa masuk ke dalamnya. Saat pria itu terlihat, Ratu buru-buru memalingkan wajah lalu menunduk dalam. Beruntung, pria itu tidak bertanya dan bergegas membuka mobil.
Sepanjang perjalanan ke penginapan, tidak ada yang berbicara lagi. Kedua orang itu hanya diam dan fokus pada kegiatan masing-masing. Ratu yang bersandar sambil memandangi jalanan di luar jendela dan entah pikirannya ke mana, sementara Raja fokus memperhatikan jalanan di depan sambil sesekali melirik wanita di sampingnya itu.
Tiba di depan penginapan, Raja menahan tangan Ratu yang hendak membuka pintu mobil.
"Tu, soal di lapangan basket kampus tadi. Jangan mikir yang aneh-aneh tentang gue, ya? Sori, kalo tindakan gue buat lo nggak nyaman."
Ratu tersenyum. "Gimana kalo kita lupain aja hal yang nggak ngenakin itu? Kita anggap hari ini kita seneng-seneng keliling Bandung dan bernostalgia di kampus?"
"Lo nggak apa-apa?"
"Santai. Gue nggak apa-apa, kok, Kak."
"Makasih, ya."
Ratu mengangguk lalu benar-benar keluar dari mobil dan meninggalkan pria yang sedang merutuk kepada diri sendiri itu.
Keesokan harinya, Ratu dan seluruh pegawai Meteor Mobile baik yang dari toko langsung maupun sales event kembali melakukan pekerjaan. Hari terakhir pameran di Bandung membuat mereka semua lebih semangat dari hari sebelumnya karena sudah tidak sabar untuk kembali ke Jakarta.
Pameran berakhir pada pukul delapan malam. Raja mengajak seluruh tim untuk makan malam dan merayakan keberhasilan mereka karena telah menjual sebanyak lima puluh unit dari berbagai merek hanya dalam waktu tiga hari. Pemilik toko tersebut juga sedang mempertimbangkan pembukaan cabang di Bandung.
Ratu bersalaman dan mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekannya sesama sales sebelum masuk ke mobil Raja. Mereka langsung kembali malam itu juga.
Tiba di rumah, Ratu langsung masuk ke kamar dan mengistirahatkan tubuh. Pagi harinya, dia bangun dengan badan yang masih terasa pegal. Dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dengan harapan tubuhnya menjadi lebih segar. Baru selesai ganti baju, dia mendengar ada keributan dari depan. Wanita itu memutuskan untuk menyusul ke depan setelah mengikat rambut.
"Ada apa, sih, Kak pagi-pagi udah ribut?" Ratu terbelalak melihat pria yang ada di hadapan kakaknya. "Kak Adipati?"
"Tu! Bilangin sama dia buat pergi dari sini. Gue nggak mau liat mukanya lagi. Lo tau, dia ke sini cuma mau ambil Bela dari gue."
"Apa? Ambil Bela?"
Ratu maju untuk melindungi kakaknya. Anggun dan Bela segera berlari ke kamar.
"Lo udah gila atau gimana, Kak? Kenapa baru dateng sekarang? Terus kenapa tiba-tiba ke sini nemuin Kak Rani buat ambil Bela? Apa hak lo?"
"Ratu, tolong! Ini urusan aku sama Rani. Jadi, kamu sebaiknya nggak usah ikut campur."
"Jelas ini jadi urusan gue! Bela bukan cuma anak Kak Rani. Bela juga anak gue. Gue yang rawat Bela dari dia masih bayi. Lo ke mana aja selama ini?"
Adipati tidak memedulikan Ratu dan justru melongok untuk menatap Rani yang berada di belakang sang adik.
"Ran, aku bakal kasih yang terbaik buat Bela. Jadi, biarin aku yang ngerawat Bela sekarang. Bela juga anak aku, Ran."
Ratu mendengkus mendengar ucapan mantan kakak iparnya itu. "Berengsek! Bisa-bisanya lo akuin dia sebagai anak lo sekarang? Lo lupa kalo dulu lo sendiri yang udah buang mereka demi perjodohan konyol itu?"
Adipati memejam sambil mengepal. "Bisa nggak kamu diem aja? Bela itu anak aku sama Rani. Biar kami yang bicara. Jangan ikut campur."
Ratu menganga saat Adipati mendorongnya menjauh. Dia mendengkus makin keras dari sebelumnya dan hendak berbalik menyerang pria tidak tahu diri itu. Namun, dari belakangnya terdengar seseorang menyapa.
"Tu, gue ke sini mau ngasih ini. Oleh-oleh lo ketinggalan di mobil gue. Semalem lo udah ngantuk banget sampek nggak sadar ada barang yang ketinggalan."
Raja menyadari jika kedatangannya tidak pada waktu yang tepat. Suasana di rumah Ratu mendadak tegang. Dia hanya berusaha untuk tersenyum menatap wanita yang menahan emosi itu.
"Makasih, ya, Kak Raja. Gue jadi ngerepotin. Sori, gue masih ada urusan keluarga. Jadi, nggak bisa nyuruh lo masuk."
"Di mana Bela? Bela, ini Papa, Bela. Jangan takut sama Papa, Nak."
Ratu dan Raja sama-sama menoleh saat mendengar Adipati berteriak di dalam rumah. Rani yang berada di atas kursi roda berusaha untuk menahan pria itu agar tidak mendekat ke kamar Bela.
"Mas Adipati?"
Kini, semua orang menoleh menatap Raja termasuk pria yang disebut namanya itu.
"Raja? Ngapain lo di sini?"
"Ini rumah pegawai gue sekaligus temen kuliah. Lo sendiri ngapain?"
"Gue mau ambil anak gue."
"Anak? Tunggu sebenernya ini ada apa? Lo kenal sama keluarga Ratu?"
"Setop! Lebih baik lo keluar dari rumah gue, Kak. Lo nggak berhak buat ngaku-ngaku jadi ayahnya Bela apalagi mau ambil dia. Selama ini lo ke mana? Lo nggak ada waktu Kak Rani hamil. Lo nggak ada waktu Kak Rani ngelahirin Bela. Lo nggak ada waktu Kak Rani kecelakaan karena ngejar lo. Kenapa tiba-tiba lo muncul sekarang buat ambil Bela, sementara lo udah punya keluarga sendiri," ucap Ratu yang maju ke hadapan Adipati.
"Lo pikir gue mau dijodohin? Gue terpaksa, Tu. Kalo bukan karena sepupu tolol gue yang nolak perjodohan itu. Gue nggak bakal ninggalin Rani. Dan lo tau siapa sepupu tolol gue itu? Dia!" Adipati menunjuk Raja dengan tangannya. "Raja! Kalo bukan karena dia, gue mungkin udah bahagia sama Rani."
Ratu benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya itu. Dia hanya menatap kosong bergantian antara Adipati dan Raja. Kepalanya tiba-tiba sakit dan dadanya sesak. Wanita itu menunduk sambil berpegangan pada kursi agar tetap bisa bertahan.
Jumlah kata: 1296
Bersambung
~~~
Langsung berasa disamber geledek, ya, Tu? Sabar, sabar.🥰🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top