12. Dilamar
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Ratu mengucapkan terima kasih saat Putra membukakan pintu mobil. Dia selalu bersyukur bertemu pria seperti kekasihnya itu. Putra menjadi sosok pria yang selalu ada dan menyayanginya dengan tulus. Wanita itu tak pernah berhenti membanggakan pria yang dicintainya itu kepada orang-orang terdekat.
Mereka mampir ke toko piza untuk membelikan makanan kesukaan Bela. Tidak lupa juga Ratu membelikan penganan favorit ibu dan kakaknya. Dia begitu senang mendapatkan upah sebagai SPG karena bisa menyenangkan keluarganya dengan sedikit makanan enak.
"Kamu nggak beli makanan kesukaanmu juga?"
Ratu yang terus tersenyum sambil memandangi kotak piza di tangan itu menoleh setelah mendengar pertanyaan Putra.
"Semua ini juga makanan kesukaanku, kok, Mas. Atau ada yang mau kamu beli? Biar kali ini aku yang traktir."
"Enggak usah, Ratu. Itu aja harusnya aku yang bayar. Uangmu itu mending ditabung buat biaya berobat ibu kamu."
Wajah cerianya seketika berubah mendung ketika harus diingatkan kepada kenyataan. Ratu merasa bersalah dan terus menunduk. Tiba-tiba Putra menarik dan membawa sebelah tangan Ratu ke depan wajahnya. Kemudian, dia mengecup lembut punggung tangan itu.
"Untuk kali ini pengecualian. Kamu boleh pakek hasil kerja keras kamu selama tiga hari ini sesuka kamu. Kalo gitu, aku mau ditraktir bakso di ujung gang rumah kamu. Boleh?"
Ratu mengernyit sambil tersenyum geli. "Ya, boleh, dong. Tapi, masak cuma bakso di ujung gang, sih? Nggak ada yang lain? Beli kemeja baru? Dasi? Atau sepatu?"
"Aku nggak butuh baju baru atau barang lainnya. Aku liat kamu bisa tersenyum ceria gini aja udah seneng banget."
"Makasih, ya, Mas. Aku beruntung banget bisa ketemu kamu."
"Kamu udah nggak apa-apa? Kamu masih keliatan pucet dan capek banget, loh."
"Enggak apa-apa. Udah mendingan. Nanti nyampe rumah aku langsung istirahat."
Mereka tiba di rumah setelah mampir dan menghabiskan masing-masing dua mangkuk bakso di warung ujung gang. Bela yang sengaja belum tidur itu langsung berlari kepelukan Ratu ketika wanita itu baru keluar dari mobil.
"Ih, kamu, kok belum tidur? Nungguin Momy, ya?"
"Nungguin piza, dong!" Bela mengecup pipi Ratu lalu berlari ke dalam rumah setelah berhasil mengambil penganan dari Italia itu.
Ratu menggeleng-geleng melihat tingkah peri kecilnya itu. Dia berbalik menghadap mobil lalu mengucapkan terima kasih kepada Putra.
"Jangan lupa istirahat. Besok kalo masih nggak enak badan biar aku jemput aja. Nggak usah motoran sendirian. Atau kalo bisa izin nggak masuk aja."
"Aku udah izin tiga hari, nggak enak kalo nggak masuk."
"Ya udah besok telepon aja kalo minta dijemput. Aku balik dulu, ya."
Ratu mengangguk dan tetap berdiri di depan rumah sambil melambai hingga mobil Putra menghilang di tikungan.
"Mama mana, Kak? Aku beliin ketoprak kesukaan Mama. Ini aku juga beliin burger di tempat langganan Kak Rani. Sini gabung sama Bela juga, Kak," ucap Ratu sambil meletakkan makanan yang telah dibelinya di atas meja makan.
"Tu, gue, kan udah bilang jangan boros-boros. Lo kebiasaan manjain Bela kayak gini. Nanti dia jadi kebiasaan. Mending uangnya ditabung aja buat keperluan mendesak."
"Kak, nggak boleh ngomel di depan makanan kayak gini. Udah, deh, makan aja. Rezeki nanti juga dateng sendiri selama kita tetep usaha."
Rani menghela napas lalu mendekat ke meja makan. Setelah ibu mereka bergabung, akhirnya dia mengambil burger yang dibeli Ratu dan memakannya.
Keesokan harinya, tepat pukul tujuh malam, Ratu mengganti kaus merah bertuliskan nama swalayan tempatnya bekerja dengan sebuah gaun merah muda selutut. Wanita yang mematut diri di cermin dalam loker itu tersenyum sendiri mengingat pesan yang dikirimkan oleh Putra semalam.
Pria itu memintanya untuk membawa ganti. Apalagi kata-kata kekasihnya saat menjemputnya tadi siang, membuat dadanya berdebar kencang sepanjang hari.
"Kamu nggak lupa bawa ganti, kan?" tanyanya setelah Ratu masuk ke mobil.
"Memangnya Mas mau ngajak ke mana, sih? Sampek aku harus izin segala ke kafe?"
"Aku mau ngajak kamu makan di tempat yang bagus. Udah lama juga kita nggak pergi berduaan."
Seketika wajah Ratu memerah. Dia menunduk sambil memegang pipinya yang terasa hangat.
Wanita yang masih berdiri di depan loker itu menggeleng untuk membuyarkan lamunannya. Dia menoleh saat salah satu teman kerjanya memanggil untuk memberitahu jika Putra sudah menunggu di depan. Ratu menarik napas lalu mengembuskannya. Setelah memastikan penampilannya sempurna, dia keluar dari ruang karyawan dan menghampiri Putra.
Mereka meninggalkan swalayan setelah Ratu berpamitan kepada teman kerjanya. Wanita itu tersenyum malu saat salah satu teman menggodanya dengan mengedipkan mata. Dia menerima uluran tangan Putra dan mereka bergandengan menuju mobil. Ratu makin salah tingkah ketika kekasihnya itu membukakan pintu.
Sepanjang perjalanan, Putra menggenggam tangan wanita yang duduk di sampingnya itu.
"Kita mau makan di mana, Mas?"
"Ada. Nanti kamu liat sendiri."
Ratu tidak berhenti tersenyum apalagi setelah Putra mencubit pelan hidungnya. Wanita itu benar-benar merasa menjadi ratu dalam sehari. Kekasihnya itu lagi-lagi membukakan pintu saat mereka tiba di depan restoran dan menggandeng tangannya hingga tiba di meja yang sudah dipesan. Pria itu juga menarikkan kursi untuk Ratu.
Wanita yang menggerai rambutnya itu terbengong ketika pelayan langsung membawa makanan ke meja mereka. Dia menggenggam tangan Putra setelah pelayan pergi.
"Mas, ini nggak berlebihan? Kok, banyak banget? Mahal-mahal lagi makanannya."
"Harusnya aku pesen tempat di restoran hotel berbintang buat nyenengin kamu hari ini."
Ratu mengernyit. "Nggak usah berlebihan gitu, Mas. Makan di warteg biasa juga aku udah seneng banget."
"Kamu lupa kalo hari ini hari spesial kita?"
"Hari spesial?" Ratu mencoba mengingat-ingat hari spesial apa yang dimaksud oleh kekasihnya itu.
Putra mengusap punggung tangan Ratu. "Hari ini hari jadi kita yang ketiga. Kamu pasti lupa karena terlalu sibuk kerja."
Ratu melebarkan mata lalu menutup mulut dengan kedua tangan. "Ya ampun, Mas. Maaf banget aku lupa. Aku nggak siapin apa-apa buat kamu."
"Nggak perlu, Sayang. Kamu duduk di sini aja aku udah seneng."
"Makasih, ya, Mas."
Mereka menghabiskan makanan yang telah dipesan oleh Putra sambil membicarakan pertemuan-pertemuan pertama keduanya hingga bisa bertahan sampai saat ini. Tiba saat makanan penutup datang, Ratu dibuat senang lagi dengan sebuah muffin cokelat kesukaannya yang disajikan oleh pelayan.
Ratu tidak sabar untuk segera memakan kue yang saat digigit itu cokelat di dalamnya langsung lumer. Dia mengerutkan kening ketika menggigit sesuatu yang keras dalam muffin-nya. Wanita itu makin terkejut melihat sebuah cincin berada dalam kue cokelat tersebut.
"Mas, ini?"
Ratu berkedip beberapa kali melihat Putra berdiri dari kursi lalu berlutut di hadapannya. Dia ragu-ragu menyambut uluran tangan pria di hadapannya itu. Seketika, suasana dalam restoran itu berubah bising dengan bisik-bisik dari pengunjung lain yang melihat aksi Putra.
"Aku udah kenal kamu selama tiga tahun ini. Dan aku yakin kamu adalah wanita yang aku cari sebagai pendamping hidup. Aku mungkin bukan pria sempurna yang bisa memberikan apa pun yang kamu mau, tapi aku akan berusaha untuk jadi yang terbaik. Kamu mau menikah denganku?"
Ratu meremas sebelah tangan yang bebas dan dadanya berdebar kencang. Dia masih tidak percaya Putra akan melamarnya seperti ini. Mata mulai berkaca-kaca karena terlalu bahagia mendapat kejutan dari kekasihnya itu. Dia memperhatikan sekitar dan melihat para pengunjung lain ikut tersenyum sambil mengatakan "terima-terima". Tanpa berpikir panjang lagi, dia mengangguk samar sambil tersenyum manis.
"Aku mau, Mas. Mau banget. Makasih, ya."
Putra berdiri bersama dengan Ratu. Pria itu mengambil cincin dan memakaikannya ke jari manis Ratu. Kemudian, dia mencium kening kekasihnya itu lama. Terdengar sorak-sorai dari sekeliling dengan tepuk tangan meriah dari para pengunjung lainnya.
Jumlah kata: 1171
Bersambung
~~~
Duh, senengnya Ratu dilamar.🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top