Part 21 - Kemelut Hati


Assalamualaikum sahabat pembaca 😄
Alhamdulillah hari ini aku bawa part baru nih.
Maaf ya telat 2 hari.
InsyaAllah cerita ini akan aku usahakan up sepekan sekali. 😁

Yuk yuk vote dulu sebelum baca.

Happy Reading

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Timbulnya cemburu mengakibatkan banyak hal.
Emosi menguasai diri.
Kesal ikut menghampiri.
Hingga lupa untuk bersikap baik.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Kemelut hati antara kesal dan bingung kini menimpa Laura. Ia sangat kesal saat mendengar ternyata Nabil tak mencintainya, tetapi ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Ingin memaki, tetapi ia merasa tak pantas dan itu memalukan. Ingin menghakimi, tetapi ia gengsi dan malah membuat laki-laki itu ke-GR-an.

Alhasil, meski sepuluh menit telah berlalu, tak ada obrolan sama sekali antara dua insan yang kini duduk berdampingan. Nabil mengemudi dan Laura duduk di kursi sampingnya, sibuk dengan pikiran sendiri.

'Kalau kamu nggak cinta sama aku? Kenapa kamu selalu perhatian? Kamu selalu baik sama aku? Kamu selalu manjain aku? Kamu selalu nurutin apa yang aku mau dan kamu bersabar menghadapi aku, Mas? batin Laura ditengah kemelut hatinya yang dipenuhi kegelisahan akibat kemunculan secercah perih yang ia rasakan.

Laura menoleh ke arah Nabil, menatap laki-laki itu tak berkedip. Ingin melontar pertanyaan-pertanyaan yang bergelayut dalam hati, tetapi lidahnya kelu, tak mampu karena malu dan gengsi.

Nabil yang merasakan gadis di sampinya menatap dirunya intens pun menoleh. Memberi kode dengan kedua alis yang beradu sebagai perwakilan tanya 'kenapa'

Laura yang sadar Nabil menoleh, seketika memalingkan wajah ke arah samping kirinya.

'Kenapa aku jadi kesel saat tahu dia nggak cinta? Bukannya seharusnya aku malah seneng dong, dia nggak akan jadi beban buat hidup aku.' Laura tampak menghela napas cukup dalam, kata hatinya mencoba menghibur dirinya sendiri.

"Setelah nganter kamu, aku langsung ke pondok ya, Ra." Nabil memecah keheningan itu dengan pembahasan lain dan Ia tak mau pusing dengan tatapan Laura tadi.

"Heem," jawab Laura singkat dengan tatapan yang sama sekali tak lepas dari arah depannya.

"Nanti kalau udah mau pulang, tinggal telepon atau chat ya."

"Heem."

Lampu lalu lintas berwarna merah. Setelah memberhentikan mobilnya, Nabil menoleh ke arah sang istri dan mendapatkan hal tak biasa yang terpancar dari wajah wanita itu.

"Kamu kenapa, Ra? Kok keliatannya lagi kesal gitu. Bukannya tadi bahagia banget mau ketemu temen-temen kamu? Atau gegara aku nyuruh kamu ganti pakaian?"

"Nggak, aku nggak apa-apa," ucap Laura dengan nada jutek tanpa menoleh sedikit pun ke arah Nabil.

"Kok aku nggak per--"

"Udah nggak usah banyak ngomong, lampunya ijo."
Nabil pun urung melanjutkan omongannya. Tampak laki-laki itu menghela napas sembari kakinya menginjak pedal gas.

Perjalanan keduanya tak sesuai prediksi karena kemacetan sejak melewati lampu merah tadi mulai melanda. Laju mobil begitu pelan karena memang kendaraan yang berlalu lalang hari ini cukup padat.

"Waduh, udah jam segini belum nyampek-nyampek."

"Sabar, namanya juga macet," ucap Nabil tanpa menoleh, karena ia harus fokus dengan jalan.

"Tapi kan udah telat banget ini."

"Ya terus mau gimana?"

"Emm aku minta jemput temen aku aja, deh. Tadi dia nawarin boncengan, tapi aku nolak."

Nabil diam tak merespon. Mau menjawab apa juga dia bingung.

"Kok malah diem. Boleh nggak?"

"Terserah."

"Yakin, nih?"

"Cewek apa cowok?"

"Kalau cowok kenapa?"

"Nggak boleh."

"Kenapa nggak boleh? Kamu kan nggak cinta sama aku. Nggak mungkin cemburu, kan?"

Nabil yang mendengar kata nggak cinta langsung menoleh karena terkejut. Tumben-tumbenan Laura membahas cinta? Apa dia dengar obrolanku dengan papanya semalam? batinnya.

"Yah, malah bengong. Aku telepon temenku kalau gitu."
Melihat Laura yang melakukan panggilan dan menempelkan ponselnya ke telinga. Tangan Nabil dengan sigap mengambil ponsel itu dan memutuskan panggilan.

"Bukan masalah cemburu atau tidak cinta, Ra. Tapi ini masalahnya, cowok itu bukan mahram kamu dan haram berboncengan. Dosa, Ra."

"Halah dosa-dosa. Mas juga dosa udah nyakitin hati aku." Laura merampas lagi ponselnya, lalu bergegas membuka pintu dan segera turun karena posisi mobil kini benar-benar berhenti, tak bergerak lagi akibat macet yang semakin parah.

Nabil tampak menghela napas cukup panjang, ia juga bingung apa maksud Laura telah menyakiti hatinya? Nabil bergegas menepikan mobil, kemudian turun menghampiri Laura.

"Masih nggak nurut sama suami?" Laura menoleh dan sempat terpaku menatap Nabil sesaat setelah mendengar kata 'suami'.

Namun saat mengingat apa yang tadi ia dengar dari obrolan Mama Papanya. Laura kembali melengos dengan kesal lalu kembali mengusap layar ponselnya, karena nada panggilan terputus akibat tak ada jawaban.

Setelah memencet layar bergambar telepon berwarna hijau itu lagi. Laura sempat menunjukkan layar yang menyala itu ke arah Nabil.

'Rina' batin Nabil membaca tulisan yang tertera di layar ponsel Laura yang menyala. Tanpa harus menjelaskan, Nabil pun paham dan lega karena sang istri menurut dengan larangannya.

Selang beberapa detik, tampak Laura usai mengobrol dengan teman perempuannya itu. Nabil sejak tadi hanya diam memperhatikan.

"Kalau mau langsung ke pondok, jalan aja dulu. Aku mau nunggu Rina di sini."

"Kamu kenapa, Ra? Tiba-tiba jutek gini sama aku?" Respon Nabil sama sekali tak nyambung dengan apa yang dikatakan Laura. Karena benar-benar penasaran atas sikap Laura pagi ini.

Laura menatap Nabil dengan tatapan tak suka. Hanya sebentar, lalu ia mengayun langkah menuju bangku panjang yang terteta di bagian depan atapnya tertera tulisan 'Halte Bus'

Nabil tampak menghela napas, berusaha sabar menghadapi Laura yang sepertinya mendadak badmood itu. Ia pun mengikuti langkah Laura dan duduk di sampingnya.

"Kok malah duduk di sini?" Laura kembali jutek melontar tanya seraya menatap tak suka ke arah laki-laki yang berstatus suaminya itu.

"Kamu kan belum jawab pertanyaan aku." Dengan entengnya Nabil menagih jawaban.

"Aku sebel aja sama macet. Jadi makin lama mau ketemu sama temen-temen." Laura berusaha mencari alasan lain. Karena ia tak mau apa yang dirasakan hatinya saat ini terbongkar.

"Yakin hanya karena itu?"

Laura mengangguk, tanpa sedikit pun menoleh ke arah Nabil.

Belum lama keduanya menunggu, tiba-tiba sebuah motor matic berbelok dan berhenti tak jauh dari keberadaan mereka.

"Rina datang, aku berangkat dulu. Assalamualaikum." Tanpa menoleh dan menunggu jawaban dari Nabil, Laura bergegas melangkah menghampiri sosok perempuan yang baru saja membuka helmnya. Bahkan gadis itu sengaja tak bersalaman terlebih dahulu pada sang suami.

Nabil yang hendak memanggil Laura urung. Karena perempuan itu begitu cepat berlalu dari hadapannya.

"Siapa tuh cowok ganteng?" tanya Rina yang melihat Nabil terus menatap Laura.

Laura mengendikkan bahu. "Tau, orang nunggu bus kali."

Nabil pun akhirnya mencoba mengejar sang istri. "Laura."

"Udah ayo, Rin. Kita cabut." Laura buru-buru duduk di belakang Rina yang terlihat kebingungan.

"Lah ini gimana, dia manggilin lo. Dia siapa lo, sih?" tanya Rina tampak penasaran.

Laura sempat bingung harus menjawab apa. Melihat Nabil yang telah berdiri di dekat mereka akan menjawab, Laura dengan tegas berkata. "Supir. Iya, dia supir pribadi gue."

Nabil tercengang dan langsung terpaku mendengar penuturan Laura. Lidahnya mendadak tercekat akibat terkejut dengan jawaban Laura yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Sampai akhirnya Laura berlalu dari hadapannya tanpa ia sadari.

'Astaghfirullah, Ra, Ra. Kamu malu mengakui aku sebagai suamimu?'

.
.
.
.

Bersambung
Senin, 11 Robiul Awwal 1443 H

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top