Part 19 - Tak Bisa Tidur
Assalamualaikum sahabat Pembaca :-)
Apa kabar semua?
Ada yang nungguin cerita ini nggak? hehe
Maaf ya setelah melewati satu purnama akhirnya aku bisa nulis cerita ini lagi.😃
Maaf banget ya. 🥺🥺🥺
Bulan kemarin aku lagi ikutan Event, jadi bener-bener nggak sempet buat lanjutim cerita ini.
Yuk mampir yuk, ke cerita aku yang aku ikutin event.
Judulnya tuh
TRIPLE P
dan
DI ANTARA DUA RASA
langsung liat di BIO aku ya 😄
Nah, malam ini buat nepatin janji aku mau up malam ini
Maaf ya lanjutannya masih pendek.
Anggap aja masih pemanasan, ya.
Doain aja besok atau lusa bisa up lagi dan ke depannya lebih rajin up nya 😁
Eh kenapa malah kebanyakan basa basi yak ✌✌✌
Jangan lupa vote dulu ya kawan.
Komentarin yang banyak biar aku lebih semangat :-)
Happy Reading
💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓
Suasana yang mulai menghangat, mendadak panas. Nabil tampak kelimpungan sendiri dalam gemingnya. Hatinya semakin kencang berdebar, pikiran kacau membuatnya bingung harus menjawab dengan jujur atau berbohong demi kebaikan ego dan hatinya sendiri.
Ia benar-benar bingung harus menjawab apa, hingga laki-laki itu sampai sekian detik hanya terpaku dalam ketertundukannya, tanpa menjawab sepatah kata pun.
Melihat sang menantu hanya terdiam, Ridwan tersenyum sembari menepuk punggung Nabil. "Papa paham kok, Bil. Pasti kamu saat ini sedang berupaya mencintai Laura, kan?"
Ridwan sebagai laki-laki pastilah paham apa yang dirasakan Nabil. Pasalnya dulu dia menikah dengan Kaira juga hasil perjodohan. Memang tak banyak pasangan itu dengan mudah mencintai wanita yang tak dikenal sama sekali. Apalagi di saat yang sama hatinya telah terisi oleh wanita lain.
Nabil mendongak, mendapati wajah teduh dan senyum yang terpancar tulus dari sang mertua. Ada kelegaan tersendiri dalam hati Nabil. Bibirnya memaksa ikut mengulas senyum lalu menganggukkan kepala. "Maafin Nabil ya, Pa."
Ridwan menggeleng, "Kamu nggak salah, kok. Malah Papa sangat berterimakasih sama kamu, karena kamu mau menjadi menantu dan suami putri Papa yang sangat baik. Mau sabar menghadapi tingkah Laura yang pasti sering kamu membuat kamu jengkel. Papa bangga sama kamu, kamu bisa membuat Laura banyak berubah. Sepertinya kini dia telah menjadi wanita yang lebih baik. Kyai Kholil benar-benar tak salah memilihkan mantu untuk Papa."
Ridwan tampak bahagia, ia merasa begitu lega melihat perubahan Laura menjadi lebih baik.
"Alhamdulillah, Pa. Ini semua juga tak luput berkat doa Papa sama Mama," ucap Nabil sembari bibirnya menyungging senyum.
"Oh iya, besok kamu ikut Papa ya. Papa mau beliin sesuatu sama kamu."
"Apa itu, Pa?"
"Kita langsung lihat besok ya. Papa tinggal dulu, Papa baru ingat ada yang harus kerjain di ruang kerja." Nabil pun menganggukkan kepala seraya ikut menyungging senyum, membalas senyum papa mertuanya.
Nabil tampak enggan beranjak, ia tetap memilih duduk seorang diri dengan pikiran mengingat obrolan yang tadi sempat membuat dirinya tegang. Helaan napas keluar dari mulutnya, karena kenyataannya sang mertua mengerti posisinya dan sama sekali tak murka karena dia tak kunjung mencintai putrinya.
'Entahlah, kapan aku bisa mencintai Laura. Sedangkan hatiku belum pernah mencoba untuk itu,' batin Nabil seraya mengusap wajahnya kasar.
"Mas." Tiba-tiba Laura datang menghampiri.
"Hmm," jawab Nabil singkat lalu bibirnya mengulas senyum saat melihat Laura tersenyum.
"Yuk makan." Nabil menganggguk lalu beranjak. Keduanya pun berjalan beriringan menuju ruang makan.
---***---
Malam kian merangkat semakin larut, suasana hening dan hawa dingin AC mencekam. Namun, Nabil belum juga bisa terlelap. Pikirannya masih tak tenang saat mengingat persoalan hatinya.
"Mas." Tiba-tiba Laura memanggil Nabil yang kini tampak akan beranjak.
"Mau ke mana? Nggak bisa tidur ya?" tanya Laura lalu menutup mulutnya yang menganga. Meski kedua matanya belum terbuka lebar, ia bisa melihat wajah Nabil yang sama sekali tak terlihat bangun tidur.
Nabil tersenyum lalu mengangguk.
"Apa gara-gara kita tidur seranjang? Kalau gitu Laura pindah ke kamar tamu aja, ya." Laura buru-buru menyibat selimutnya berniat akan bangkit dari tidurnya.
"Nggak, Ra. Bukan karena itu, kok. Aku haus, mau minum."
"Beneran?"
Nabil mengangguk lagi lalu berjalan mengitari kasur menuju arah pintu.
"Biar Laura ambilin ya, Mas." Bergegas Laura bangkit dan mencekal tangan Nabil agar menghentikan langkah.
"Maaf, tadi Laura lupa nyiapin," ucap Laura tampak merasa bersalah.
Pasalnya, kemarin-kemarin Laura selalu mengisi botol di meja ruang tamu, di sisi kursi panjang yang ditiduri Nabil.
Nabil tipikal laki-laki yang gampang berkeringat sehingga mudah merasakan haus. Jadi, saat tidur ia pasti terbangun karena kehausan.
Nabil pun tak bisa menolak lagi, kepalanya mengangguk dan Naura langsung berlalu dari hadapannya.
Selang beberapa menit, Laura tampak membawa botol di tangan kanan dan gelas di tangan kirinya.
Ia pun menuju meja di samping kasur, lalu menuangkan air ke gelas itu. "Nih," ucap Laura sembari menyodorkannya ke arah Nabil.
"Makasih ya, Ra." Laura mengangguk lalu tersenyum.
"Mas nggak betah tidur di kamar ini?"
tanya Laura ikut duduk di samping Nabil.
"Hmm sepertinya hanya butuh adaptasi aja, Ra. Aku kan nggak pernah tidur di kasur yang empuknya kebangetan kayak gini, mana ini dinginnya beda dengan dinginnya angin malam, kan."
"Em kamu nggak suka dinginnya AC? Kenapa nggak bilang, sih," ucap Laura sembari tangannya berniat meraih remot AC. Namun dicegah oleh Nabil. "Biarin aja, Ra. Entar kamu malah yang nggak bisa tidur karena kegerahan."
"Tapi kan--"
"Udah nggak apa-apa, sebentar lagi pasti mata ini ngantuk dan bakal terlelap dengan sendirinya, kok. Ya udah yuk, tidur. Hoaaamm." Nabil langsung membekap mulutnya saat rasa ngantuk yang datang membuatnya menguap.
Laura tampak terkekeh, lucu saja menurutnya. Padahal baru saja Nabil bilang sebentar lagi ngantuk, ternyata benar, hanya selisih beberapa detik laki-laki itu tampak menguap.
"Ya sudah, selamat istirahat, Mas. Mimpi indah, ya," ucap Laura lirih karena sebenarnya malu ia berucap demikian.
Nabil yang baru saja merebahkan diri langsung menoleh saat gumam suara sang istri. "Kenapa, Ra?"
"Eh, enggak kok Mas. Met rehat ya."
Nabil tersenyum lalu mengangguk. Ia pun tidur dengan posisi miring memunggungi bantal guling yang berada di antara dirinya dengan istrinya.
Kata Laura guling ini sebagai batas tidur keduanya agar tak terjadi peristiwa yang tak di inginkan. 'Pokoknya aku belum siap kita deket-deketan ya, Mas tidurnya. Aku belum siap yang itu-itu,' ucapan Laura tadi sebelum tidur membuat Nabil kini tersenyum, padahal matanya telah terpejam.
'Sungguh istriku masih seperti anak kecil,' batin Nabil lalu melanjutkan membaca doa dan surat-surat pendek serta zikir sebelum tidur.
Rasulullah tidak pernah tidur sebelum mencium Fatimah.
Pernah suatu ketika ditegur dan ditanya salah satu istrinya, kenapa engkau selalu mencium Fatimah?
Rasulullah menjawab, 'setiap aku rindu surga aku mendapatkan semerbak bau harum surga pada diri Fatimah'.
Suatu hari Siti Fatimah sudah masuk di kamarnya, sudah di dalam selimutnya, mau tidur.
Rasulullah mengetuk pintu kamarnya, kemudian Rasulullah masuk dan Siti Fatimah bangun, kata Rasulullah 'jangan, tetaplah kamu di tempat tidurmu'.
Kemudian beliau bersabda ''putriku Fatimah, kamu jangan tidur sebelum mengkhatamkan Al-Quran. Kamu jangan tidur sebelum menjadikan seluruh nabi memberikan syafaat untukmu. Kamu jangan tidur sebelum merelakan atau memberi kerelaan kepada seluruh kaum mukminin-mukminat di dunia ini. Dan terakhir wahai putriku Fatimah jangan kamu tidur sebelum kamu Umrah dan Haji''.
Permintaan yang sulit semua. Sebelum tidur khatam Al-Quran. Sebelum tidur menjadikan seluruh Nabi memberikan syafaat. Sebelum tidur merelakan kaum mukminin-mukminat. Sebelum tidur Umrah dan Haji. Aku berpikir penuh rasa penasaran.
Siti Fatimah terkejut mendapatkan perintah ini. Sebelum sempat Fatimah berkata, Rasulullah shalat dua rakaat di kamar Siti Fatimah. Siti Fatimah duduk menanti selesai shalat ayahnya untuk menanyakan tentang perintah tadi.
Setelah Rasulullah salam, Siti Fatimah berkata, 'ayahku, siapa yang mampu sebelum tidur khatam Al-Quran, menjadikan para Nabi memberi syafaat, merelakan seluruh kaum mukminin-mukminat, dan melaksanakan Umrah dan Haji?'
Rasulullah tersenyum kemudian beliau bersabda, 'bukan begitu putriku, bukankah engkau
kalau membaca Qulhuwallahu Ahad (Surah Al-Ikhlas) sebanyak 3x dihitung seperti khatam Al-Quran.
Kedua, bershalawatlah kepadaku dan seluruh para nabi, nanti kami semua siap memberi syafaat.
Ketiga, doakan kaum mukminin-mukminat; Astaghfirullah lil mukminina wal mukminat, supaya semua kaum mukminin-mukminat rela kepadamu.
Ke empat, Umrah dan Haji yang kumaksud ialah membaca; Subhanallah, walhamdulillah, wa Laa Ilaha Illallah, wa Allahu Akbar, maka pahalanya seperti kamu melakukan Umrah dan Haji'.
Jadi inilah amalan yang diajarkan Rasulullah kepada putrinya Fatimah. Dan mari kita amalkan dan ajarkan kepada anak-anak kita:
1. Membaca Qulhuwallahu Ahad (Al-Ikhlas) 3 x.
2. Shalawat kepada para Nabi (Allahumma Shalli ala Muhammad wa Ali Muhammad wa Alal Anbiya-i wal Mursalin).
3. Mendoakan kaum Muslimin (Astaghfirullah lil mukminina wal mukminat).
4. Kemudian membaca (Subhanallah, wa-Alhamdulillah wa Laa ilaa ha Illallah wa-Allahu Akbar).
.
.
.
.
.
Bersambung
27 Shofar 1443 H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top