Part 16 - Rahasia Hati

Assalamualaikum sahabat.
Alhamduliah aku bawa part baru nih.

Yuk yuk jangan lupa vote dulu.

Happy reading. 😃

💗💗💗💗💗💗💗💗💗

Merasakan sesuatu hal yang aneh dalam hati karena memang itu hal baru yang ia rasakan, terkadang membuat diri sendiri saja bingung dan pusing dengan apa yang sebenarnya dirasakan.

Setelah lontaran tanya dengan kata cemburu dari lisan sang suami. Laura sempat kaget, bingung, dan heran. Benarkah ia merasa cemburu? Apa memang seperti inikah rasa cemburu itu? Apakah jika datang rasa tak suka saat melihat dia dengan wanita lain itu sudah pasti dinamakan cemburu?

Entahlah, pertanyaan itu seakan terus menghantui pikiran Laura sampai hari menjelang sore. Ia seakan tak siap saja, jika itu memang rasa cemburu. Bukankah cemburu itu berarti tanda cinta? Dan ia tak mau ada cinta di pernikahannya untuk saat ini.

"Ah, nggak-nggak. Enggak mungkin aku cemburu. Aku, kan hanya kesal sama ustazah Badi' karena dia udah ngatain aku." Laura tampak menggeleng-gelengkan kepala, sama sekali tak percaya jika cinta akan datang secepat ini. Ia hanya merasa nyaman dengan Nabil dan kesal dengan Ustazah Badi'.

"Tenang Laura, tenang. Nggak usah baper. Cuekin aja semuanya. Jalani apa adanya dengan santai. Nggak usah pakek bawa acara bawa perasaan, oke." Laura tampak menghela napas setelah ia hirup udara berkali-kali dengan tarik napas cukup dalam, lalu mengembuskannya perlahan.

Melihat hari semakin beranjak sore dan merasa cukup lama mendekam di kamar, bergegas ia menyambar dompet dan berniat keluar karena baru ingat jika harus membeli telur ke toko untuk lauk nanti makan malam. Namun, saat kakinya telah berada di dekat pintu. Gadis itu sempat mengalami keraguan. 'Waduh, di luar ada Mas Nabil nggak, ya? Kok aku jadi deg-degan gini, sih,' ucapnya dalam hati seraya memegang dadanya.

"Astaga ... apaan lagi, sih. Ingat, dong, Ra. Nggak usah baper, nggak usah baper," ucapnya lirih seakan kesal dengan apa yang melanda hatinya saat ini.

Tanpa ragu, akhirnya ia membuka pintu dan berjalan seperti tak ada apa-apa dalam hatinya. Ia benar-benar pandai menyembunyikan debaran hatinya dengan berjalan tegap dan langsung menuju ke luar rumah.

"Mau ke mana, Ra?"
Baru saja melangkah, ia anggap akan berhasil lolos setelah melewati ruang tamu. Namun, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang membuat hatinya semakin berdebar.

'Astaga, kenapa, nih, orang tanya-tanya segala, sih. Ini kan semakin nggak baik buat hati aku,' batin Laura sempat memejamkan mata, menahan gejolak hati yang seakan terus meronta-ronta.

Laura pun tampak menghela napas sejenak lalu membalikkan badan. "Laura mau ke toko, Mas. Stok telur sama mi instan di rumah habis."

"Mas temenin, ya."

'Haaa ... aduuuh ngapain lagi, sih, ni orang.' Ingin rasanya Laura menjerit memaki. Namun, hal itu hanya bisa ia lakukan dalam hati.

"Hehehe ... nggak usah lah, Mas. Lagian dekat juga, kan. Laura buru-buru juga ini."

"Buru-buru? Emang mau ngapain?"

Waduh, habis, deh aku. Mau ngapain, ya? Itu, kan hanya modus aku. Waduh ... ayo, Ra. Buruan cari akal. Kok aku mendadak pe-ak gini, sih. Tanpa sadar, Laura yang sibuk dengan kata hati dan pikirannya sendiri, tangannya tiba-tiba bergerak menepuk jidat. Membuat Nabil langsung mengerutkan kening, bingung dengan apa yang dilakukan sang istri.

"Kenapa, Ra?"

"Eh, nggak, Mas. Laura jadi lupa mau ngapain." Laura langsung nyengir setelah menyelesaikan kalimat teranehnya itu, membuat Nabil menggeleng-gelengkan kepala--semakin bingung dengan sikap Laura.

"Udah, ah. Ayo, sekalian kita jalan-jalan sore. Kita naik sepeda aja atau jalan kaki?"

"Namanya juga jalan-jalan, Mas. Ya pakek kaki, dong," ucap Laura akhirnya menyerah dan mengambil langkah terlebih dahulu tanpa menunggu suaminya yang masih mengunci pintu.

Nabil yang sempat terkekeh, dengan cepat ia bisa mengejar langkah Laura dan berjalan beriringan. "Oh iya, Ra. Kamu mau nggak aku ajak ke tempat yang indah banget kalau sore-sore kayak gini."

"Males, ah, Mas."

"Yakin, nih, nggak mau? Tempatnya indah lo, Ra. Apalagi langitnya sekarang indah banget gitu, cerah. Yakin kamu nggak kamu lihat langit ini seakan-akan membelah jadi dua bagian?"

Mendengar langit membelah jadi dua, Laura menjadi penasaran dan tertarik untuk melihat. "Emang ada yang kayak gitu, Mas?"

Nabil menganggukkan kepala tanpa ragu.

"Emmm, okelah Laura ikut."

Setelah beberapa menit berbelanja di toko, kini Nabil dan Laura tampak berjalan beriringan dengan Nabil membawa sekantong kresek barang belanjaan.

Sesuai dengan kesepakatan tadi, Nabil berjalan ke arah barat--semakin jauh dari rumahnya. "Masih jauh, Mas?" tanya Laura setelah lima menit berjalan, tetapi sepertinya belum ada tanda-tanda akan sampai. Karena sepanjang jalan, keduanya hanya melewati sungai kecil yang masih sejuruh dengan sungai depan pondok.

"Udah mau sampai, kok. Ayo!" Nabil yang akan berbelok dan melewati jalan agak naik tampak mengulurkan tangannya ke arah sang istri.

Laura yang mendapat uluran tangan sang suami sempat terpaku, tetapi buru-buru ia tersadar dan meraih tangan Nabil yang langsung menggenggamnya. 'Stop baper, Ra. Nggak usah lebay. Ini, kan udah biasa pegangan tangan gini,' racau Laura dalam hati sembari menghela napas, ingin mengenyahkan debaran hati yang menurutnya sama sekali tak jelas penyebabnya.

Nabil pun terus menggandeng tangan Laura sampai keduanya hampir sampai di sebuah gazebo bambu.

"Ehm ... ecie, ecie. Yang udah halal bebas, sih. Tapi jaga jiwa jomlo kita yang meronta-ronta, dong." Nabil yang baru menyadari ada seseorang di gazebo itu langsung menghentikan langkah.

Farhan yang sejak tadi tiduran di sana bangkit dan langsung menggunakan pecinya lagi sebelum melanjutkan posisinya berdiri, menyambut kedatangan sahabatnya bersama sang istri.

"Astaghfirullah, ngagetin aja. Sejak kapan ente dimari?"

"Ya biasalah, Kang. Jomlo mah bebas tiduran di mana saja. Apalagi pondok sepi gini. Jadi tak jelas ane luntang luntung gini."

"Hahahaha, nggak usah curhat. Ane udah hapal betul pengalaman itu."

"Hahaha iya juga, ya, lupa ane kalau ente dulu pakarnya." Keduanya tampak tertawa bersama. Laura hanya terdiam di belakang Nabil. Ia selalu merasa malu jika bertemu dengan teman-teman Nabil dan akan selalu bersembunyi di belakang punggung sang suami.

"Ya udah, ane pamit. Kayaknya perut ane udah minta jatah. Kalian nikmatin lah indahnya lukisan sang Maha Pencipa sore ini. Assalamualaikum." Usai Nabil menjabat tangan Farhan, laki-laki itu pun berlalu meninggalkan keduanya.

Lukisan indahnya alam semesta memang tiada duanya. Seindah-indahnya lukisan manusia yang hampir menyamai. Tetap saja, yang nyata pastilah lebih indah dan memesona.

Hati tenang, nyaman dan damai. Iya, begitulah yang bisa hati rasakan saat menikmati pemandangan indah yang begitu memukau.

Setelah sepuluh menit berlalu, cahaya jingga yang terlukis semakin indah. "Masyaallah ... langitnya indah banget ya, Mas." Laura yang memang baru kali ini menikmati indahnya senja langsung beranjak. Menatap takjub ke arah awan yang berwarna jingga berpadu dengan warna kebiru-biruan.

Ya Allah ... kemana aja aku selama ini? Usia sudah 20 tahun, tetapi baru kali ini sadar dan menikmati ciptaanmu yang seindah ini, batin Laura yang tak bosan menatap intens ke arah barat dengan bibir yang mengulas senyum tulus penuh kekaguman.

Nabil yang sudah melihat pemandangan seperti ini ikut bangkit. Ia heran saja melihat sang istri sampai begitunya melihatnya. "Belum pernah kamu melihat pemandangan sore kayak gini, Ra?" tanya laki-laki itu setelah posisinya tepat berdiri di samping Laura.

"Mungkin pernah, Mas. Hanya saja Laura belum pernah menikmatinya." Laura tampak menghirup napas dalam dengan memejamkan mata, lalu mengembuskannya perlahan.

---***---

Sang dewi malam mulai merangkak kian meninggi. Keheningan malam mulai menemani sang penghuni bumi. Begitu pun dua insan yang sudah setengah tahun hidup bersama. Namun, tak banyak hal yang berubah meski status itu masih bertahan.

Laura yang seharusnya telah lelap dalam tidurnya, kini tampak gelisah. Entah sudah berapa waktu berlalu ia terus berusaha terlelap, tetapi tetap saja tak bisa. Gadis itu pun tampak membuka mata, bangkit dari posisi tidurnya lalu duduk bersandar.

"Kenapa aku tiba-tiba kangen banget sama mama gini? Aku juga rasanya pingin banget pulang," gumam Laura seorang diri.

"Apa aku telepon mama aja, ya. Tapi ini udah malem." Laura sibuk bermonolog sendiri, padahal ponselnya telah ia genggam.

"Dari pada aku bingung sendirian, mending aku cerita ke Mas Nabil aja. Sapa tau dia besok mau nganterin aku ke rumah Mama." Bergegas gadis itu beranjak dari kasur lalu berjalan menuju ruang tamu.

Lampu ruang tamu belum mati, pertanda Nabil belum tidur. 'Udah jam sepuluh gini Mas Nabil belum tidur? Dia masih ngapain?' batin Laura ditengah langkahnya.

Setibanya di ruang tamu, Laura tak lantas menghampiri sang suami. Ia memilih bergeming, berniat melihat apa yang dilakukan sang suami malam-malam seperti ini.

Nabil yang belum menyadari kehadiran Laura masih tampak asyik dengan ponsel di tangannya. Jemarinya sibuk menggeser, menari-nari di layar sentuh itu, hingga seakan tak peduli dengan sekitar.

Laura yang sengaja masih berdiri, sontak menatap heran ke arah laki-laki yang kini senyum-senyum dengan terus sibuk dengan benda pipih itu.

"Mas Nabil ngapain? Main game nggak mungkin kan senyum-senyum sendiri gitu. Nonton film? Kok nggak ada suaranya?" Laura malah sibuk menebak-nebak dan masih enggan untuk langsung bertanya.

.
.
.
.
.

Bersambung
10 Dzulhijjah 1442 H

Apa ya yang dilakuin Nabil?
Ada yang bisa nebak?
Yuk yuk komen langsung aja. Nggak usah sungkan 😁

Pelajaran apa yang bisa kamu petik dalam part ini?

Malam.ini tepat malam hari raya idul qurban ya.

Selamat hari raya idul adha semua.
Mohon maaf lahir batin ya 🙂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top