Part 10 - Kertas Putih
Assalamualaikum sahabat pembaca
Maaf ya, agak lama nambah partnya.
Selain karena ada tugas nulis cerita baru, memang agak sibuk buat nulisnya.
Semangaaat terus ya baca Al Qurannya.
Kalau ada waktu, boleh lah mampir ke cerita baruku.
Judulnya DIBALIK TIRAI ASMARA. 😍
Yuk Vote dulu biar gk lupa. 😁
Happy reading
🌹🌹🌹🌹🌹
Kita tak akan pernah tahu, apa isi hati orang lain. Karena hati dan sikap yang ia tampakkan, terkadang saling bertolak belakang.
Namun, tetaplah berprasangka baik. Karena adakalanya seseorang melakukan hal itu memang terpaksa, tetapi dengan niatan yang baik.
💗💗💗💗💗💗💗💗💗
Melihat laki-laki tampan di hadapannya tak berdaya. Sungguh hati Laura teriris oleh rasa bersalah. Namun, dibalik itu terselip rasa kagum terhadap Nabil yang selalu sabar menghadapinya dan tak pernah menuntut apa pun.
Sungguh, rumah tangga yang semacam ini, belum pernah terbesit di pikiran Laura. Ia membayangkan, jika pernikahannya akan cepat bubar. Laki-laki mana yang tahan, jika sang istri tak pernah melakukan kewajiban-kewajibannya dan tahan atas sikapnya yang sama sekali tak mencerminkan seorang istri.
Laura selalu asik dengan dunianya, bermain ponsel seharian. Ia berhenti memegang ponsel hanya ketika ia berada di kelas. Mandi pun hanya pagi dan sore, itupun karena ia sedang mens. Mungkin jika tak sedang mens, bisa-bisa ia mandi satu kali atau bahkan tak mandi. Bersih-bersih rumah pun, Nabil setiap hari yang menyapu dan mengepel.
Kerjaan Laura selama sepekan ini saat di rumah, ia terus mendekam di kamar dan keluar hanya untuk makan. Itu pun lebih sering makan mi instan dari pada memakan makanan yang disiapkan oleh sang suami dengan alasan tak minat. Benar-benar tak menghargai sang suami bukan?
Hari-hari yang dilewati Laura tak ada kegiatan lain, selain sekolah, main ponsel, dan tidur. Apalagi ia saat ini sedang datang bulan, Nabil sama sekali tak mengajaknya untuk salat berjemaah, jadilah laki-laki itu salat lima waktu di masjid pondok agar bisa istiqomah melakukan salat jemaah.
Entahlah, jika diingat kembali. Laura merasa dirinya sangat buruk. Sebenarnya ia tak pantas bersanding dengan laki-laki sebaik Nabil.
Namun, apalah yang bisa ia perbuat. Semuanya terjadi begitu saja dan ia tak mampu menolak. 'Aku harus berubah. Iya, aku harus berubah. Aku tak mau membuat Papa dan Mama malu dengan ulahku. Lagian kalau dilihat-lihat ... nih cowok ganteng juga, sayang juga kalau dilepas gitu aja, eh.' Laura langsung menutup mulut saat menyadari kalimat terakhirnya yang mulai ngawur. Padahal sebenarnya kalimat panjang lebar itu tak ada orang lain yang mendengar karena ia hanya curhat dalam hatinya sendiri.
Tampak Laura kemudian menghela napas sembari mengambil kompres dari kening Nabil, lalu mencelupkannya ke dalam baskom yang berisi air. Kemudian ia peras handuk itu dan diletakkannya lagi di kening sang suami. Berulang kali ia lakukan hal yang sama. Sampai akhirnya ia melihat air yang di baskom tak jernih dan tak dingin lagi.
Ia pun bangkit hendak kembali ke dapur. Namun, tak sengaja siku tangannya menyenggol kitab yang berada di meja hingga terjatuh.
Laura mengambil kitab itu dan tak sengaja melihat sebuah kertas yang terjatuh dan tergeletak di lantai. Kembali perempuan itu menunduk, mengambil lembaran kertas berwarna putih itu.
"Hubby, Naila Althofun Nisa'," ucap Laura membaca tulisan yang terukir indah di kertas itu.
"Hubby? Hubby artinya apa ya?" tanya Laura bermonolog sendiri. Rasa penasaran menderanya, tetapi hanya sebentar karena tiba-tiba terdengar suara lenguhan dari lisan Nabil.
Buru-buru Laura meletakkan kertas di dalam kitab dan mengembalikan kitab itu ke tempat semula.
Laura kembali mengecek suhu tubuh sang suami dengan menempelkan punggung tangan ke kening Nabil saat melihat suaminya kembali terpejam. Ia menghela napas lega, saat mendapati kulit Nabil tak sepanas tadi.
Laura pun mengambil langkah hendak ke dapur dengan membawa baskom dan handuk di dalamnya. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan.
"Ra." Terdengar suara Nabil memanggil namanya.
Ia pun menoleh, mendapati Nabil yang akan bangun. Buru-buru ia kembali dan membantu sang suami untuk duduk.
Tampak bibir laki-laki itu mengukir senyum dan berucap, "Makasih."
"Pusing, ya?" tanya Laura setelah mengangguk ia mendapati Nabil memegangi kepalanya.
"Aku ambilin obat dulu, ya." Nabil pun mengangguk dan Laura segera berlalu memenuhi niatannya.
Setelah minum obat, Nabil langsung merebahkan tubuhnya kembali. Tampak gadis itu ke kamarnya sebentar, lalu berdiri di hadapan sang suami.
"Kalau kamu mau, kamu tidur di kamar malam ini. Biar aku yang tidur di sini," pinta Laura yang masih memegang selimut di tangannya.
Melihat suaminya sakit seperti ini, ia tak tega saja. Tidur di kursi, kan tak senyaman tidur di kasur. Selain tidak empuk, juga tak bisa bebas bergerak. Sekali bergerak ke kanan, otomatis siap mencium lantai.
Nabil membuka mata, melihat wajah sendu Laura membuatnya tersenyum.
"Nggak usah, nggak apa-apa."
"Tapi kamu, kan, sakit."
"Maksa, nih?"
"Nggak, kok. Kalau nggak mau ya udah nggak apa-apa," ujar Laura terlihat kesal dan hendak pergi. Namun langsung urung saat Nabil meraih tangannya dan mencegah Laura meneruskan langkah.
"Asalkan kamu juga tidur di kasur, aku mau." Laura sontak melotot, terkejut dengan permintaan sang suami.
Nabil tersenyum. "Karena aku tahu, kamu nggak akan bisa tidur kalau tidur di kursi. Belum pernah, kan?"
'Hah ... yang ada aku lebih nggak bisa tidur kalau di dekat kamu,' batin Laura menatap Nabil terdiam.
"Gimana?" tanya Nabil.
Laura bingung. 'Aku tak setega itu membiarkan dia tidur di kursi saat sakit begini. Tapi, aku harus bagaimana jika tidur sama laki-laki. Entar malah terjadi itu gimana?' Laura tampak menggeleng-gelengkan kepala dengan pemikirannya sendiri.
"Oh ... nggak mau. Ya sudah, saya tidur di sini kalau gitu," ucap Nabil kembali bersedekap hendak memejamkan mata.
"Eh, bukan gitu. Ya udah, iya iya. Aku setuju," telak Laura akhirnya memberi keputusan.
Bibir Nabil pun tersenyum, lalu tangannya terangkat. "Tolong bantuin ya."
Laura pun tak bisa menolak, tetapi dalam hatinya sebenarnya ia kesal. 'Aish ... manja amat, sih.'
"Bantuin suami itu yang ikhlas, biar dapat pahala," ujar Nabil saat memperhatikan Laura dengan wajah ditekuk.
Laura sontak melempar tatapan sinisnya. Bukannya takut, Nabil malah terkekeh.
Sesampainya di kamar. Nabil merebahkan diri, Laura pun menyelimutinya. Setelah itu, Laura mengambil guling, ia letakkan di tengah-tengah. Kemudian ia berbaring miring, memunggungi posisi Nabil.
Nabil pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ia tak protes lagi. Karena merasa kasihan saja dengan wanita di sampingnya itu. Sudah larut, ia belum tidur. Nabil tahu, pasti Laura capek dengan segala aktivitasnya seharian ini.
'Semoga ini adalah awal yang baik untuk hubungan kita. Maafkan saya, Ra. Saya masih menyembunyikan sesuatu dari kamu. Untung saja sepertinya kamu tidak paham dengan tulisan saya tadi,' ucap Nabil dalam hati sembari menghela napas lega. Netranya lalu melihat punggung Laura yang terlihat tegang, menandakan gadis itu pasti belum bisa tidur.
"Lailatas sa'adah, Ra. Jazakillah khoir, sudah merawat aku tadi. Semoga mimpi indah," ujar Nabil lirih dan kembali ia menatap langit kamar sebentar, lalu memejamkan mata setelah membaca doa.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
21 Ramadhan 1442 H
Gimana dengan part ini ?
Komenin yang banyak ya.
Alhamdulillah sudah masuk 10 hari terakhir bulan ramadhan ya.
Yuk semangatin lagi tadarusnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top