Part 09 - Nasihat (2)
Assalamu'alakum sahabat pembaca. 🙂
Alhamdulillah akhirnya setelah sekian pekan.
Malam ini bisa up ya.
Jangan lupa vote dulu lalu komen ya 😁
Happy reading.
Mari petik pelajarannya dalam cerita.
🙂🙂🙂
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Kayakan hati dengan qana'ah.
Karena dengan qana'ah, apa pun yang Allah berikan kepada kita.
Maka syukur pun akan senantiasa terucap dari lisan kita.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Tak ada yang mampu memberi hidayah kecuali Sang Pemberi Petunjuk. Selembut dan sepanjang apa tutur kata yang terlontar. Sekeras dan sependek apa nasihat yang terucap.
Tak peduli nasihat itu terlontar dari lisan siapa, saat di mana dan kapankah itu. Jika Allah telah menghendaki hamba itu terbuka hatinya, nasihat akhirnya mudah diterima. Maka saat indah itulah, Allah menentukan ia menjadi hamba yang baik.
Begitulah keadaan hati Laura saat ini. Perkataan yang menggambarkan perhatian Nabil, membuatnya merasa bersalah. Ketulusan Nabil menerima perjodohan ini, membuat hati Laura terenyuh. Apalagi mendengar Nabil yang selalu membela dirinya dan tak pernah menyalahkannya.
"Laura," panggil Kayra dengan suara lembutnya menghampiri Laura. Melihat punggung wanita yang kini tengkurap di atas kasur itu bergetar, Kayra lebih mendekatkan langkah, lalu duduk di tepi ranjang.
"Sayang," ujarnya lirih sembari tangannya memegang pundak putrinya.
Laura tampak bergeming, hanya terdengar isakan dari mulutnya.
"Kamu kenapa, Nak? Sini cerita sama Mama," ucap Kayra lagi. Tangannya mengusap-usap pungung Laura lembut. Gadis itu masih bergeming hingga beberapa menit.
Kayra yang sedikit khawatir, hanya bisa menatap putrinya. Pasalnya baru kali ini Laura seperti ini. Sejak dulu, saat papa dan dirinya menasihati, hampir selalu Laura membantah dan tak menghiraukan.
Selang beberapa menit, mendapati punggung Laura tak bergetar dan isakan tak terdengar lagi. Kayra kembali membuka suara. "Laura, Sayang. Kalau kamu nggak mau cerita sekarang, Mama pulang dulu, ya. InsyaAllah besok Mama ke sini lagi."
Mendengar ucapan sang mama yang hendak pamit pulang. Laura langsung berbalik dan bangkit duduk. Tak lama menatap sang mama dengan mukanya yang basah. Ia segera merengkuh tubuh wanita terkasihnya.
"Ma-ma. Ma-maafin Laura, ya. Se-selama ini Laura nggak pernah nurut sama Mama dan Papa. La-laura selalu berulah dan selalu membuat Papa dan Mama ma--"
Kayra yang tak tahan mendengar ucapan Laura yang terbata akibat sesenggukan ditengah tangisnya, Langsung melepas pelukannya dan menatap Laura seraya menutup bibir gadis itu agar menghentikan ucapannya.
"Cukup, Sayang. Laura nggak salah, Mama dan Papa yang salah. Jadi Laura nggak perlu minta maaf."
"Tapi, Ma."
"Kita perbaiki semuanya bersama-sama, ya, Sayang. Mama juga salah, karena kurang perhatian dan tak memberikan pendidikan agama yang mumpuni buat kamu. Mama selama ini hanya menuntut kewajiban kamu sebagai anak kepada orang tua. Mama sering menuntut kamu agar menjadi wanita salihah. Padahal itu semua butuh ilmu, dan mama tak memberikan hak pendidikan agama dan akhlak untuk kamu sebagai anak mama, maafin Mam, ya. "
Mata Laura semakin berkaca-kaca hanya sesaat, karena detik selanjutnya genangan cairan bening itu akhirnya kembali mengalir deras.
Kayra sadar diri, bagaimana ia akan mendapatkan anak salihah. Jika pendidikan agama dan penanaman akhlakul karimah tak ia terapkan dengan disiplin di rumah.
Selama ini, ia selalu memanjakan Laura. Pendidikan pesantren pun ia kesampingkan karena dirinya tak mau jauh-jauh dengan sang anak. Padahal, keluarga besarnya pun sudah sering mengingatkan. Kenapa Laura tak mondok, sebagaimana saudara-saudaranya yang lain?
Kayra pikir ilmu agama yang ia miliki cukup untuk mengajari Laura. Ia juga merasa cukup dengan pendidikan agama di sekolah dan ibadah-ibadah yang diterapkan di rumah. Tanpa memikirkan bagaimana akibat pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buktinya bisa membuat Laura menjadi gadis keras kepala dan tomboi, serta masih jauh dari kriteria salihah.
Selang hampir seperempat jam keduanya di kamar. Kayra mengajak Laura keluar saat mendengar suara suaminya memanggil.
"Kita keluar ya, Nak. Papa manggil, tuh. Ngajak pulang Mama."
"Hmmm Mama," rengek Laura. Tak rela jika mamanya pulang.
Kayra sontak terkekeh, tangannya bergerak mengelus pipi Laura dengan lembut. "Kamu ini, udah jadi istri, masih aja manja," kata Kayra lalu memencet hidung Laura gemas. "Au! Sakit, Ma."
Kayra semakin terkekeh dan mengajak Laura untuk bangkit.
"Sudah waktunya, kamu manjanya ke suami, Ra," goda Kayra, membuat netra Laura langsung melotot.
"Aish, malu lah, Ma," ucap Laura tampak cemberut.
Bibir Kayra mengukir senyum mendapati tingkah putrinya yang seperti anak kecil. Tak menunda waktu lebih lama bergulir, keduanya pun akhirnya keluar kamar hendak menemui dua laki-laki yang telah menunggu di ruang tamu sejak tadi.
"Gimana, Ma?" tanya Ridwan ketika melihat anak dan istrinya menghampiri.
"Alhamdulillah, Pa," jawab Kayra yang tangannya masih memeluk Laura dari samping.
"Ya sudah kita pulang, ya." Kayra mengangguk dan Ridwan langsung bangkit, Nabil pun ikut bangkit.
"Papa pulang dulu ya, Sayang. Jadilah istri salihah. Papa rasa sudah cukup selama ini papa memanjakan kamu dengan kaya harta. Sekarang, belajarlah qona'ah dari suamimu, agar nanti kamu akan merasakan kaya hati. Jika kamu telah berhasil memperolehnya, maka hidupmu tak hanya berbahagia di dunia, Ra. Tapi juga akan berbahagia di akhirat kelak, insyaAllah."
"Aamiin," ucap Kayra serempak dengan suara Nabil. Laura pun ikut mengucapkan hal yang sama kemudian menganggukkan kepala.
Meski Laura tak begitu mengerti apa yang dimaksud sang papa dengan kaya hati. Setidaknya saat ini, ia ingin belajar patuh dulu dengan penuturan papanya.
---***---
Malam kian larut, suasana begitu sunyi. Menjadi waktu yang tepat untuk setiap insan beristirahat melepas lelah.
Namun, tidak untuk seorang gadis yang kini masih setia di gazebo belakang rumah.
Netranya sejak tadi tak bosan menatap langit bertabur bintang ditemani sang dewi malam. Begitu indah, pemandangan yang menakjubkan dinikmati oleh netranya.
Setelah cukup lama ia menyendiri, hanya karena malu jika harus bertemu suaminya malam ini. Ia pun melongok ke dalam rumah. Tampak sepi, ruang depan juga telah gelap.
'Dia kayaknya udah tidur,' batinnya.
Laura pun akhirnya masuk perlahan, lalu menutup pintu belakang. Setelah melintasi dapur, ia pun mematikan lampu dan hendak langsung masuk kamar. Namun, langkahnya langsung terhenti, saat mendengar suara rintihan yang bersumber dari ruang tamu.
Gadis itu pun memutar langkah. Pelan-pelan ia menapaki lantai menuju sumber suara.
Suara itu semakin jelas dan ia semakin yakin jika suara itu berasal dari suaminya yang tidur di sana.
Rintihan yang terdengar di rungu Laura semakin menunjukkan jika tubuh ringkik itu kedinginan. Laura pun menekan sakelar lampu, benar saja. Tampak Nabil menggigil dengan mata yang masih terpejam erat.
"Astaga ... gimana ini?" ujar Laura panik dan bingung harus melakukan apa. Ia pun tampak berpikir sejenak dan langsung mengingat kejadian yang sama beberapa tahun silam, saat papanya sakit dan mamanya mengompres sang papa setelah menyelimutinya.
Laura pun segera ke kamar. Mengambil selimut dan langsung membentangkan di tubuh Nabil. Betapa terkejutnya Laura, saat tangannya tak sengaja menyentuh tangan Nabil yang ternyata panas.
Ia pun memberanikan diri menyentuh kening sang suami. Benar saja, ternyata Nabil demam dan panasnya lumayan tinggi.
Segera Laura bangkit dan berjalan cepat menuju dapur. Diisinya baskom dengan air, lalu mengambil handuk kecil yang ada di lemari. Setelahnya, barulah ia kembali ke ruang tamu. Lalu duduk bersimpuh dan meletakkan handuk yang telah basah itu di kening Nabil.
Dalam diam, Laura sangat khawatir dan juga merasa bersalah. Mengingat jika tadi Nabil datang dalam keadaan basah kuyup karena ia mencari dirinya yang keluar rumah tanpa izin.
"Ma-maaf," ucap Laura lirih dan terbata. Matanya berkaca-kaca saat melihat Nabil yang tampak pucat.
Maaf, Pa. Nabil belum bisa membahagiakan dan menjaga dengan baik anak Papa. Kata-kata Nabil tadi kembali terngiang di rungunya.
'Sebenarnya terbuat dari apa hatimu ini, bisa mempertahankan pernikahan ini dan mau hidup dengan tingkahku yang tak karuan?' batin Laura tampak begitu menyesal dan terharu saat mengingat segala tingkahnya selama sepekan ini hidup bersama sang suami.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
10 Ramadhan 1442 H
Gimana menurut kalian part ini?
Yuk semangat mengisi Ramadhan kita dengan lebih banyak beramal salih.
Selamat menunaikan ibadah puasa sahabat 🙂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top