Part 02- Malam Pertama
Assalamu'alaikum sahabat pembaca.
Maaf ya lama tak update.
Sebabnya karena banyak hal sih. Hehe
Minta dukungannya biar semangat up-nya ya. 😊
Boleh juga rekomendasikan ke teman" kalian jika dirasa memang cerita ini bermanfaat dan layak dibaca. ☺
Jangan lupa vote dulu sebelum baca ya.
Di tunggu komen" penyemangatnya.
Oia bantu cek typo juga ya. Belum cek lagi soalnya 😁
Syukron 😄😊
Happy reading
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Pernikahan yang tak didasari dengan cinta bisakah memberi kebahagiaan?
Pasti bisa, jika pernikahan yang kamu lakukan hanya untuk beribadah kepada Allah.
Bukankah mudah bagi Allah menganugerahkan cinta itu nantinya ke dalam hatimu jika Dia telah berkehendak?
Saat ini nikmati saja ujian rasamu dengan ikhlas lillahita'ala.
💖💖💖💖💖💖💖💖
Pernikahan merupakan sebuah impian bagi para remaja yang memasuki usia 20-an. Mengelu-elukan jodoh laki-laki salih yang lengkap dengan ketampanannya.
Namun, tidak dengan Laura. Pernikahan ini baginya hanyalah sebuah pelarian dari sebuah pilihan. Jalan lain bagi dirinya untuk mendapatkan kebebasan. Keluar dari pondok yang banyak sekali aturan, bagai penjara yang ia anggap menyengsarakan.
Setelah acara akad Nikah dan resepsi sederhana. Laura langsung menghamburkan tubuhnya di kasur yang menjadi kamar sementaranya selama sepekan ini.
Tidak ada sama sekali kesan kebahagiaan dalam hatinya. Tak ada kesan membekas hangat di hatinya saat Nabil mengecup keningnya. Itu semua terjadi, karena memang tak ada cinta dalam hatinya untuk laki-laki itu.
Ia berniat balas dendam, semalam ia tak bisa tidur akibat pikirannya ngelantur memikirkan, bagaimana jadinya dia tinggal bersama laki-laki asing?
Namun untuk hari ini. Pikirkan itu ia kesampingkan dulu. Matanya tak kuat lagi untuk terbuka. Rasanya di setiap tepi matanya ada perekat yang tak bisa ia enyahkan lagi.
Akibat begitu lelapnya ia tertidur, matanya seakan buta, telinga seakan tuli. Buktinya, saat sang Mama membangunkannya dari beberapa menit yang lalu.
Sama sekali tubuh Laura tak berkutik.
"Ya ampun ... nih anak, ya. Kalau udah tidur, kebo banget. Ra! LAURA! ayo dong, Nak bangun ... udah sore ini," ujar Mama Laura terus menepuk-nepuk pipi anak gadisnya. Tak hanya itu, ia pun telah memukul-mukul setiap bagian tubuh gadis itu. Baik dari lengan, punggung hinggga kakinya.
Kayra tampak menghela napas. Kesal melihat wanita cantik di hadapannya kini tengah tidur dengan bibir yang masih lengkap dengan lipstik itu menganga, terdengar juga dengkuran halus dari mulutnya.
"Nak ... Nak ... udah jadi istri orang. Belum ada perubahan sama sekali, kamu," gerutu Kayra sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Dalam diamnya mengamati Laura tertidur, terpintas akal cerdiknya. Segera ia keluar, lalu kembali dengan membawa segelas air.
Tangannya mulai beraksi, menuang sedikit air ke tangan kanannya. Kemudian memercikkannya ke wajah sang gadis.
Laura yang merasakan gemerecik carian dingin tampak mulai terusik. Namun itu hanya sebentar, setelahnya ia hanya mengganti posisi kepalanya dan lanjut mengarungi alam bawah sadarnya.
"Astaga ... kurang banyak, ya," gerutu Kayra lalu memercikkan air bening dengan jumlah yang lebih banyak.
Merasakan kebasahan. Laura langsung membuka mata. "Aish ... hujan ya?" ucapnya dengan tangan menengadah. Namun sama sekali tak merubah posisi tidurnya
Merasa tak ada air yang mengenai tangannya. Kembali ia memejamkan mata.
"LAURA! Awas kodok!"
Mendengar nama binatang keramatnya Laura langsung terlonjak kaget. Seketika ia bangkit "Mana, Ma? Mana?" teriak Laura dengan lari menepi di pojokan kasur seraya menutup kedua telinganya.
"Hahahaha ... kamu sih, dari tadi mama bangunin juga susah amat. Udah ayo cus, semua udah nungguin kamu dari tadi."
"Jadi Mama hanya ngejebak, Laura?"
"Udah ayo nggak pakek kesel. Mama kesel tau bangunin kamu dari tadi."
"Mau ke mana, sih, Ma?"
"Udah, deh. Enggak usah banyak nanya. Sekarang cepetan cuci muka, mama kasih waktu satu menit."
"Ha!"
"NABILA LAURA APRILIA," sebut Mamanya dengan suara agak berteriak.
Jika sang mama menyebut nama lengkapnya seperti ini. Laura sangat paham jika harus segera melaksanakan perintah dan tidak boleh banyak tanya.
Setelah beberapa menit berlalu, Laura sudah cantik dengan jilbab syar'i menutupi kepalanya. Tangannya terus digandeng sang Mama, sehingga mau tau mau ia ikut saja ke mana sang mama membawanya pergi.
"Nah, akhirnya Laura keluar juga. Kita langsung pamit sekarang ya, Akhi. Jazakumullah khoir sudah banyak membantu, ane selama ini."
"Aamiin. Sama-sama, Khi. Putri ente udah ane anggep seperti putri ane sendiri," ujar Kiai Kholil sembari menepuk pundak sang sahabat.
Ya, Kiyai Kholil dan Ridwan--ayah Laura--telah bersahabat semenjak keduanya di pesantren. Jadi tak heran jika keduanya terlihat akrab.
---***---
Baru dua menit Laura naik mobil, tetapi mobil yang dikemudi papanya berhenti lagi.
Laura bergeming, mengamati Mama, Papa dan laki-laki yang berstatus suaminya itu mulai membuka pintu.
'Ini mau ke mana, sih? Kok pada turun di sini,' batin Laura masih terpaku dan sibuk dengan rasa penasarannya sendiri.
Laura langsung tersadar saat mendengar bunyi knop di sampingnya dan pintu pun terbuka.
Laura yang mendapati Nabil di balik pintu hanya terdiam, enggan bertanya ataupun turun.
"Enggak mau turun?" Suara berat itu terdengar begitu datar. Laura yang tak mau ambil pusing akhirnya memilih turun dan melewati laki-laki itu begitu saja. Tanpa ucapan terimakasih meski telah membukakan pintu untuknya.
Laura dengan cepat melangkah menghampiri kedua orang tuanya. Mengapit lengan Kaira dan berjalan beriringan.
"Kita mau ke mana sih, Ma?" tanyanya penasaran.
"Ke tempat tinggal kamu, Sayang."
"Ha? Rumah kecil ini, Ma?" tanya Laura saat netranya mendapati sebuah rumah minimalis dan sangat sederhana di hadapannya. Namun, tampak asri dengan beberapa tanaman yang terhias rapi di depannya.
"Hus ... enggak boleh ngomong gitu," ucap Kaira saat menyadari Nabil yang langsung menundukkan kepala di belakangnya.
"Biar kecil, tapi asri gini. Pasti nyaman tinggal di sini. Iya kan, Ma? Jadi ingat jaman kita dulu awal nikah, ya." Ridwan memuji rumah yang menjadi pilihan menantunya itu. Ia sangat tahu bagaimana perasaan Nabil saat Laura nyatanya kurang suka dengan tempat tinggal yang mampu ia kontrak.
"Kalau Papa dan Mama suka. Kenapa bukan Mama Papa aja yang tinggal di sini. Laura pengen pulang ke rumah Pa, Ma." Rengek Laura mulai berulah. Nabil hanya bisa bergeming menatap tiga orang yang kini menjadi keluarganya itu.
"Nabil ... kamu enggak nyuruh kita semua masuk?" Pertanyaan ini sengaja Ridwan ditujukan kepada sang menantu karena ia tak mau berdebat dengan putrinya yang super manja itu.
Nabil yang mendengar pertanyaan sang Papa sontak salah tingkah. Langsung merogoh saku dan segera membukakan pintu.
"Silakan, Om, Tante," ucap Nabil Ramah.
"Kok Om Tante?" Protes Kaira.
Nabil nyengir sembari menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Panggil kami Papa dan Mama ya," ujar Ridwan sembari menepuk pundak sang menantu lalu masuk.
Waktu terus bergulir, setelah Kaira membantu beres-beres pakaian putrinya. Ia ikut nimbrung obrolan dengan suami dan menantunya.
Sampai beberapa menit berlalu, melihat minuman yang disuguhkan Nabil telah tersisa cangkir di atas meja. Ridwan pun pamit.
"Sudah hampir petang. Kami pamit dulu ya, Nak."
Laura yang sejak tadi asyik sendiri dengan ponsel di tangannya langsung bergegas ikut berdiri.
"Laura ikut pulang ya, Ma, Pa."
"Loh ... ya enggak boleh dong, Sayang, sekarang, kan kamu sudah punya suami dan kamu harus tinggal bersama suami kamu."
"Tapi, kan, Pa ...."
"Sudah cukup kamu selama ini kami manjain kamu dengan kekayaan harta, Sayang. Mulai sekarang ... kamu harus belajar untuk memperkaya hati kamu, ya. Jadilah istri yang salihah, buat Papamu ini bangga telah memiliki putri secantik kamu. Bukan hanya cantik wajahnya, tapi juga cantik hati serta akhlaknya."
Laura berdiri terpaku, manik matanya menatap lekat laki-laki yang selama ini memanjakannya. Menyimak dengan seksama setiap perkataan yang terlontar dari lisan sang papa.
Kaira yang menyadari perubahan sikap anak perempuannya itu langsung merengkuh tubuh mungil Laura.
"Jaga diri baik-baik ya, Sayang. Nurut sama suami. Rubah segala kebiasaan jelek kamu. Ingat Sayang. Sekarang kamu adalah seorang istri. Harus bisa jadi istri yang baik ya. Jangan jorok dan tidur kayak kebo lagi, lo. Jangan bikin mama malu sama menantu mama. Pernikahan ini sudah menjadi pilihan kamu, jadi harus nurut," Kaira berbisik saat kalimat peringatannya itu terlontar.
Dengan berat hati, Laura akhirnya mengangguk pasrah. Ia tak bisa menolak lagi. Sadar jika pernikahan yang sebenarnya tak diinginkan ini adalah pilihannya sendiri.
"Titip anak Papa, ya, Nak. Jangan sungkan laporin Papa Laura jika dia membangkang. Bimbinglah dia jadi wanita salihah."
"InsyaAllah, Pa. Minta doanya, ya, Pa, Ma," ujar Nabil sembari mencium punggung tangan Papa dan Mama mertuanya bergantian.
---***---
Matahari telah kembali ke peraduannya. Kumandang azan mulai terdengar. Seruan untuk para muslim untuk segera beribadah, mengabdi kepada Robb-nya.
"Saya tunggu di kamar itu, kita salat berjemaah," ujar Nabil menunjuk sebuah ruang kecil di sebelah kamarnya.
Laura yang sejak tadi terlihat seru memainkan hapenya tak menggubris ucapan Nabil.
Nabil yang mendapati hal itu menggeleng-gelengkan kepala. Ia pun menghampirinya lalu mengambil hape itu dan meletakkan di sakunya.
Laura yang terkejut langsung protes. "Hei, yang sopan, dong. Main nyamber hape orang."
"Tak menggubris ucapan suami karena lebih asyik maen hape apakah itu sopan?"
Mulut Laura langsung mengatup, menatap jengkel ke arah Nabil. Ia merasa kalah telak.
"Wudlu, gih. Saya tunggu di ruang salat."
Laura menghela napas kasar, tak ada pilihan lain. Ia pun beranjak dan menuruti perintah sang suami.
Senyum Nabil terlukir di bibir saat melihat Laura tak membantah ucapannya.
"Semoga menjadi istri salihah, aamiin," gumam Nabil lalu meletakkan hape di dalam lemari dan ia lanjut duduk di ruang kecil yang mulai hari ini akan menjadi musala bagi keduanya. Tempat salat dan mengaji Al Qur'an bersama.
Selepas doa, Nabil menghadap ke belakang. Mengambil Al Quran dan meletakkannya di atas rekal.
"Loh, mau ke mana? Kita ngaji dulu," tanya Nabil saat mendapati Laura akan bangkit.
"Malam ini kayaknya enggak bisa, deh. Kepalaku pusing," jawab Laura sembari memegangi kepalanya.
Nabil tampak menghela napas. "Ya sudah, kamu istirahat aja kalau gitu."
Laura tersenyum girang dan langsung menganggukkan kepala. 'Yei, Berhasil.' Buru-buru ia bangkit dan meninggalkan suaminya.
Sebelum memulai muroja'ah, Nabil teringat pada buku catatan kecil dan bulpoinnya ada di lemari. Ia pun bangkit hendak mengambilnya.
"Ehem ... cari apa?" Nabil berdehem saat mendapati Laura sedang celingukan dan mengobrak ngabrik isi lemari.
"Eh ... it-itu cariii obat. Ya cari obat," jawab Laura berbohong. Padahal sebenarnya dia sedang mencari ponsel pintarnya.
"Memangnya kamu sering pusing sampai sedia obat kalau ke mana-mana?"
Laura mengangguk cepat. Kebohongan satu berlanjut dengan kebohongan lagi. "Eh ... tapi kayaknya enggak ada ini. Apa kebawa Mama tadi, ya?" Laura berakting mikir, mengetukkan jari telunjuknya ke dagu.
Sekali kebohongan terlontar, maka akan memberi peluang untuk kebohongan yang lain.
Karena itu, jangan meremehkan sebuah kebohongan yang menjadi sumber kejelekan.
"Ya sudah kamu istirahat aja. Biar saya beli obat dulu di warung."
"Eh ... enggak usah. Enggak usah. Katanya tadi kamu mau ngaji. Biar aku tidur aja. Kayaknya pusing ini hanya karena kurang tidur."
"Enggak baik tidur setelah maghrib. Tiduran aja, tapi jangan tidur."
Tak mau lebih lama berdebat, Laura pun akhirnya menganggukkan kepala.
Setelah Nabil mengambil buku catatan muroja'ahnya, ia keluar kamar. Namun, baru satu langkah kakinya melewati kamar, ia kembali lagi dan menoleh ke arah Laura yang kini rebahan.
"Ingat ... jangan tidur."
Laura menoleh."Iya ... iya. Bawel banget, sih," ucap Laura kesal. Setelahnya, ia pun celingukan memastikan Nabil benar-benar keluar dan yakin tidak akan kembali lagi karena rungunya bisa mendengar suara Nabil yang mulai melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an.
Laura pun melanjutkan aksinya.
Setelah beberapa menit mencari, "Nah ... akhirnya ketemu juga. Kalau enggak main ini gimana caranya aku nggak molor. Pasti, kan ngantuk kalau diem mulu," gerutunya sembari kembali ke tempat tidur. Namun? ia terus siaga, takut-takut jika Nabil masuk ke kamar lagi.
---***---
Selepas salat Isya berjemaah. Laura kembali asyik berselancar memainkan benda pipih itu. Nabil tadi pamit, akan mengisi kajian kitab di pondok.
Nabil tak berani mengajak sang istri. Karena ia harus memahami jika sang istri masih butuh istirahat setelah acara tadi.
Tepat pukul sembilan. Terdengar pintu terbuka. Laura buru-buru menyembunyikan hapenya di bawah bantal lalu menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya. Kemudian ia pun memejamkan mata, berpura-pura tidur.
Cukup pandai Laura bersandiwara, sampai-sampai Nabil menganggapnya benar-benar telah tidur.
Namun, saat merasakan kasurnya sedikit bergoyang akibat orang di seberangnya merebahkan tubuh di dekatnya, Laura langsung membeliak.
"Kamu! Kamu tidur di sini?" tanya Laura sedikit berteriak. Nabil yang terkejut langsung menoleh.
"Kan, kamarnya cuma satu aja di rumah ini."
"Yaudah ... biar gu-. Aku aja yang tidur di kursi panjang ruang tamu," gerutu Laura bangkit seraya membawa bantal dan selimut.
Namun, sebelum ia berhasil mengambil langkah, tangan Nabil mencegahnya. "Saya yang di sana. Kamu di sini saja."
Tanpa menunggu jawaban Laura yang terpaku, Nabil keluar kamar dengan membawa satu bantal.
Bukankah Nabil sudah terbiasa tidak tidur di kasur empuk, tetapi tidak untuk istrinya itu.
Malam pertama yang seharusnya indah dan romantis bagi sepasang pengantin baru itu. Nyatanya terlewati begitu saja dengan tidur terpisah dan berbeda ruangan.
Nabil menghela napas, 'Pernikahan yang tak didasari dengan cinta bisakah memberi kebahagiaan?
Pasti bisa, jika pernikahan yang kamu lakukan hanya untuk beribadah kepada Allah.
Bukankah mudah bagi Allah menganugerahkan cinta itu nantinya ke dalam hatimu jika Dia telah berkehendak?
Saat ini nikmati saja ujian rasamu dengan ikhlas lillahita'ala,' batinnya menghibur dirinya sendiri lalu memutuskan untuk segera beristirahat.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
25 R. AKHIR 1441 H
Gimana cerita ini menurut kalian?
Lanjut apa nggak ya?
Adakah yg penasaran?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top