Part 01- Akad Nikah

Assalamu'alaiakum sahabat 😄

Aku bawa cerita ini lagi nih.

Semoga nggak bosen ya 😁

Di tunggu komentarnya😄

Jangan lupa tekan 🌟 di pojokan ya.

Happy reading 😃

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Pandangan manusia sama sekali tak ada pengaruh dan tak bisa merubah takdir Sang Maha Berkehendak.
Jika jodoh, mereka akan bersatu. Jika bukan jodoh, maka mereka akan terpisah.

💞💞💞

Nabila Laura Aprilia, memiliki paras cantik alami sejak lahir, tapi seakan tertutupi oleh sifatnya yang sama sekali tak suka dandan. Bahkan ia tumbuh menjadi sosok gadis tomboi yang masih jauh dari kriteria salihah.

Padahal ... kedua orang tuanya bukanlah seseorang yang minim pengetahuan agama. Bahkan keduanya adalah sosok ustaz, ustazah dulu di pesantren. Namun, semenjak keduanya keluar dari pesantren pasca menikah.
Keduanya pindah, tinggal di kota dan mulai sibuk membuka bisnis hingga sukses.

Rasulullah SAW bersabda:
Hubbuddunya ro'su khothîatin, fa'alaikal i'rôdlo 'anhâ.
Mencintai keduniaan adalah pangkal segala maksiat, maka jauhkanlah darimu.
Bahaya mencintai dunia memang sangatlah buruk, akibatnya pun sangatlah banyak.

Begitulah kira-kira yang dialami Kaira dan Ridwan, orang tua Laura itu terlalu sibuk dengan bisnisnya yang semakin sukses, membuat ia seakan lupa daratan. Terlalu sayang kepada putri semata wayangnya, sehingga tak rela jika putrinya itu di pesantrenkan sebagaimana tradisi keluarga besarnya selama ini.

Laura sangat dimanja. Orang tuanya tak pernah membatasi pergaulan sang anak serta apapun yang Laura ingin, pasti dikabulkan. "Yang penting harus jaga salat," nasihat mereka terus berulang.
Jadi jangan heran, jika Laura menjadi gadis tomboi dan urakan. Salat yang ia lakukan pun sekedarnya untuk memenuhi syarat dari kedua orang tuanya.

Apalagi hidup di tengah kota yang minim adanya lembaga pendidikan yang memberi pengetahuan agama. Pembentukan akhlak yang sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah, seakan tak pernah dikenal oleh Laura.

Sampai suatu ketika. Saat Laura memasuki dunia perkuliahan. Kedua orang tuanya memegorki Laura memasuki klub malam. Tanpa ampun kedua orang tua Laura menyeret keluar dan langsung menceramahi habis-habisan gadis itu.

Namun, apa mau dikata. Nasi seakan sudah menjadi bubur. Kenakalan Laura seakan mulai mengakar dalam dirinya. Tetap saja ia bergaul dengan teman-teman yang kurang baik. Sehingga sering bolos kuliah dan suka berfoya-foya.

Berbagai teguran, ancaman dan hukuman sama sekali tak mempan. Sampai akhirnya, Kayra dan Ridwan sadar. Semua yang terjadi ini adalah kesalahan mereka sendiri. Mereka sangat-sangat menyesal, sehingga terjadilah keputusan untuk Kayra dimasukkan ke pesantren, meski usianya dua bulan lagi akan memasuki angka 20 tahun.

"Mah ... Pah ... ini serius Laura nikah?" tanya Laura saat Abah Kiai Kholil ke dalam, menyisakan Mama dan Papanya duduk berdua saja.

"Iya serius dong, Ra. Kamu sendiri kan enggak betah dan enggak mau berada di pondok?"

"Tapi kan enggak nikah juga solusinya, Pah," protes Laura seraya bergelayut manja.

"LANTAS MAU KAMU APA? HAH!"

Laura langsung melepas tangannya dan tertunduk, ia benar-benar takut jika papanya membentak kayak gini.
Kayra yang berada di samping suaminya langsung mengelus lengan sang suami, agar lebih bersabar.

Ridwan menghela napas lalu mengusap wajahnya kasar. "Maaf, Sayang. Kamu harus nurut sama Abah Yai, ya. Ini jalan yang terbaik buat masa depan kamu. Kamu akan menikah dengan laki-laki yang salih, paham ilmu agama dan yang pasti ... bisa membimbing kamu nantinya."

Laura bergeming. Bukannya ingin menangis, tapi ia sangat ingin marah saat ini. Karena merasa orang tuanya tak adil dan memutuskan hal ini secara sepihak.

"Atau kamu mau berubah pikiran? Kamu mau pindah pondok yang lebih jauh lagi dan tak berulah dari pada menikah dengan dia?"

Pikiran Laura menerawang, menimbang-nimbang antara menikah atau ke pondok lagi. 'Waduh ... kalau mondoknya lebih jauh, entar aku enggak bisa pulang dong. Tapi ... kalau aku nikah, aku bakalan enggak akan di tempat yang kayak penjara ini. Aku pun enggak akan diatur ini itu lagi. Aku juga bakal bebas pegang hape, nonton tivi dan melakukan apa pun yang aku suka. Meski nanti bakal ada orang asing yang hadir dikehidupanku, tapi gampanglah ... semuanya bisa diatur. Lagian seberapa betah sih dia akan bertahan hidup bersama aku nanti?' batin Laura sibuk menimbang-nimbang atas apa yang akan dipilihnya nanti.

Melihat Laura yang hanya diam dan tampak melamun. Kayra merangkul Laura. "Gimana, Sayang? Mumpung Mama dan Papa ada di sini dan bisa ngomong dengan Abah Kiyai soal keinginan kamu."

"La-laura enggak mau mondok, Ma. Mondok itu enggak enak banget. Kayak di penjara. Masak mama tega, sih anak sendiri di penjara."

"Laura ... kita sudah sangat sering ya membahas soal ini. Jadi Papa enggak perlu menjelaskannya lagi. Kalau kamu enggak mau mondok, ya sudah nikah minggu depan."

Bukankah kedua orang tuanya adalah alumni pesantren? Jadi keduanya sangat paham, jika pesantren adalah tempat yang banyak mengandung berkah dari orang-orang salih di dalamnya. Pesantren bukanlah penjara. Tapi tempat indah yang mengatur para penghuninya untuk menjadi insan yang berilmu agama, pandai mengaji, berakhlakul karimah dan rajin beribadah untuk menggapai ridho-Nya.

Jleb, Laura tak bisa membantah lagi. Jika dia nekat membantah, siap-siap saja ia akan di kirim ke pondok yang kemungkinan bisa saja sampai ke luar negeri.

"Aduuhhh ... amit amit deh," batinnya.

Lain ruangan, lain juga suasananya. Kiyai Kholil sengaja meninggalkan Laura dan kedua orang tuanya untuk memberi waktu kepada mereka, saling komunikasi dari hati ke hati.

Begitu pun saat ini, ia mengajak Nabil mengobrol di gazebo belakang rumahnya. Ia sangat tahu, pasti laki-laki itu shock. Karena sebelumnya ia tak pernah membahas soal pernikahan dengan khodam kesayangannya itu.

Ahmad Nabil Hamdan, laki-laki yatim piatu yang semenjak kecil di pondokkan oleh kedua orang tuanya sebelum keduanya meninggal dunia.

Sepeninggal kedua orang tuanya, Nabil sudah dianggap seperti putranya sendiri oleh sang Kiyai. Ia menjadi khodam sekaligus ustaz di pondok semenjak lulus madrasah hingga tugasan di pondok lain.

Selain kecerdasan yang brilian, Nabil mempunyai paras yang tampan. Jadi tak heran jika dia banyak diidolakan oleh santriwati pondok. Akhlak dan ketawadu'an yang menghias indah pada dirinya, membuat ia di sukai dan banyak teman dari berbagai kalangan. Tak pilih-pilih, dari yang kecil, muda atau bahkan yang tua pun sangat baik terhadap laki-laki ini.

"Gimana, Le?" tanya Abah Kiyai saat keduanya tiba di Gazebo belakang.

"Nabil siap sam'an watho'atan apapun keputusan Abah Yai," ucap Nabil menunduk. Meski hatinya kini merasakan kecamuk yang cukup dahsyat. Ada rasa ingin menolak sebenarnya, tapi ia sadar diri.

"Siapalah saya yang berani menolak ucapan Abah Yai? Saya enggak mau jadi santri durhaka, saya enggak mau ilmu saya tak bermanfaat gara-gara menolak perintah Beliau. Karena saya yakin, apapun keputusan seorang Kiyai bukanlah keputusan asal-asalan. Pasti telah melakukan proses istikharah untuk kebaikan santrinya. Ikhlas, Bil. Ikhlas lillahi ta'ala," batinnya terus menyemangati dirinya sendiri.

Nabil tak menyangka saja, jika di usia belum genap 25 tahun itu. Ia malah ketiban sosok wanita yang kini bakal menjadi istrinya.

Kiyai Kholil menepuk pundak Nabil bangga. Ia sangat bangga dengan santrinya yang satu ini. Karena sejak kaki laki-laki itu menginjak di pelataran pondok. Ia sama sekali tak pernah menolak perintahnya satu kali pun.

---***---

Sepekan telah berlalu.

Acara akad Nikah diadakan di asrama pondok dengan sederhana, karena Laura sama sekali tidak setuju jika pernikahannya diadakan di gedung-gedung mewah atau tempat tinggalnya. Ia tak mau teman-temannya tahu jika ia akan menikah.

Di dalam sebuah kamar, kini seorang laki-laki tampak gusar. Peci warna hitam itu sejak tadi dia pegang dengan mondar-mondir ke kanan dan ke kiri. Lalu duduk dan menghela napas panjang.

"Ya Allah ... ternyata ikhlas itu bukan perkara yang mudah. Apalagi ...."
Istighfar menghiasi bibir merah alaminya. "Stop, Bil. Kamu akan menikah, jangan memikirkan nama lain selain dia, Nabila Laura Aprilia. Hah ... nama itu. Astaga ... hanya mirip. Orangnya sangatlah berbeda," batin Nabil terus berkecamuk dalam kegelisahan.

Melihat jarum jam di dinding mendekati angka tujuh. Nabil pun kembali menghela napas, kali ini lebih panjang daripada yang tadi-tadi. Karena sebentar lagi adalah waktunya.

Ketukan pintu terdengar, "Tuh, kan ... Bismillah," ucapnya memakai songkok itu lalu beranjak

"Sudah siap, Bro?" tanya Farhan yang ternyata berada di balik pintu.

Nabil pun berusaha tersenyum lalu menganggukkan kepala. Balutan pakaian warna putih yang dilapisi jas warna hitam itu sangat menawan melekat di tubuhnya. Tak ketinggalan pengantin khas pesantren dengan bawahan sarung, menambah karismanya seorang santri yang gagah nan tampan.

Ketampanan Nabil seakan berkali-kali lipat. Buktinya ... di gedung putri, beberapa santriwati yang ikut mendampingi pengantin putri berteriak dalam hati masing-masing. Tampak takjub dengan ketampanan laki-laki salih yang mereka damba selama ini.

Lain halnya Laura, yang sejak tadi menunduk dengan balutan gamis pengantin warna putih di tubuhnya. Sejak tadi ia hanya menunduk, bukan karena malu. Tapi sejak tadi ia merasa mengantuk.

Aneh memang, dimana-mana saat hari pengantin seperti ini biasanya mempelai wanita akan berdebar-debar hatinya dan merasa tersipu. Namun, sama sekali tidak untuk Laura.

"Sial ... gegara semalam enggak bisa tidur. Sekarang aku ngantuk banget," gerutunya sembari berusaha membelalakkan mata, mengusir rasa kantuk.

"Ecieee terpesona ya sama calon laki?" Senggol Kayra yang sejak tadi berada di sampingnya, melihat anak gadisnya membelalak menatap layar televisi yang kini menampilkan sosok Nabil yang baru saja memasuki ruang akad di masjid pondok putra.

Laura yang kaget hanya bisa melongo lalu menguap. Kemudian netranya melihat apa yang sebenarnya ada di layar televisi itu.
"Wow ... ganteng banget, tuh cowok. Aish ... ganteng doang mana bisa melelehkan hati gue? Bukannya temen-temen kampus gue enggak kalah ganteng dibanding dia."

Laura kembali bergeming, sama sekali tak meladeni godaan sang Mama. Toh, sekarang ini dia sangat mengantuk, ingin rasanya kabur dan langsung tidur di atas kasur empuk dan mimpi indah.

Prosesi sakral, pelaksanaan akad nikah begitu khidmat. Nabil dengan lantang dan lancar mengucapkan qobiltu.
Semua yang hadir bernapas lega dan penuh syukur. Namun tidak untuk santriwati. Hampir semuanya mengalami patah hati, akibat laki-laki yang selama ini menjadi buah bibir mereka, kini telah resmi menjadi suami seorang wanita yang menurut mereka tak pantas menjadi pendampingnya.

"Dia cantik, sih, tapi akhlaknya itu,lo," ucap pari santriwati saat mendengar berita Nabil akan menikah dengan Laura.

Namun ... siapalah mereka. Pandangan manusia sama sekali tak ada pengaruh dan tak bisa merubah takdir Sang Maha Berkehendak.
Jika jodoh, mereka akan bersatu. Jika bukan jodoh, maka mereka akan terpisah.

Setelah pembacaan doa usai. Pengantin laki-laki menghampiri pengantin perempuan di aula putri yang tak jauh dari lokasi masjid.

Semua bersorak saat Nabil mengecup kening Laura usai memegang ubun-ubun sang istri sembari membaca doa.

Laura yang merasakan kecupan di dahinya langsung membuka matanya lebar. Rasa kantuk yang dialami sejak tadi langsung terhempas tak tersisa sedikit pun.

"Aish ... kenapa ini? Kok aku gemeter gini, yak," batin Laura lalu meraih tangan Nabil sesuai perintah Mamanya.

Usai acara sakral itu, sepasang pengantin itu di tarik paksa oleh para pengurus. Di ajak foto bersama dan terakhir mendorong keduanya agar mau foto berdua.

Bersambung.
09 R. Akhir 1441 H

Gimana Part ini?
Hayooo komennya dong ... di tunggu 😄😄😄

Adakah istilah yang tak di mengerti dalah percakapan dan butuh kejelasan?

D tunggu kritik dan sarannya ya. 😄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top