1. Kertas Pada Pohon

Dia melajukan motor dengan tangis yang tak bisa dibendung lagi. Jika seperti ini, satu tempat yang bisa dia kunjungi.

Risa memarkirkan motor di pinggir jalanan berpaving. Dia berlari ke arah pohon lalu duduk di bawahnya. Meluapkan tangis dengan mencabuti rumput di sekitar tempatnya duduk. Beberapa kali melempar kerikil pada saluran irigasi yang dibuat untuk pengairan sawah di hadapannya.

"Kalian jahat. Kalian tega," ucapnya penuh dengan kekesalan. Kiran tegah melampiaskan sakit hatinya.

Sebuah batu besar dia raih. Kira memasang kekuatan untuk bisa melempar batu itu dengan jauh. Niat hati melempar ke depan, naasnya bantu itu malah terlempar ke belakang.

Sayangnya, Kiran tetap tidak peduli. Dan di saat yang sama, seorang pria yang sedang mengendarai sepeda anginnya baru saja terjatuh akibat sesuatu menghantam keningnya.

Dia meraba ujung kepala, merasakan perih lalu tak lama dia merasakan sesuatu mengalir di sana. Pandangannya jatuh bada benda yang menimpuk dirinya.

“Batu?”

Pandangannya mengedar sampai dia mendengar teriakan dari arah atas bukit.

"Kalian jahat! Aku benci! Aku benci Ayah! Aku benci Dennis! Aku benci keluargaku!" teriak seseorang dengan suara yang sangat keras.

Pria itu hanya menggeleng. "Ada-ada saja." Meraih sapu tangan dari saku celana, dia membersihkan darah yang sedikit-sedikit masih mengalir. Setelahnya, dia pun kembali melanjutkan perjalanannya.

Kali ini dia menuntun sepedanya, meninggalkan sosok yang masih terdengar menangis di bawah pohon mangga pinggir sawah.

“Humairah sialan!”

***

Setelah menangis semalaman, Kiran memutuskan untuk menemui Dennis. Dia ingin membicarakan perihal apa yang dilihatnya kemarin di taman. Wanita itu bangkit dari tempat tidurnya lalu mencuci muka sebentar.

Setelahnya Kiran meraih ponsel yang tergelatak begitu saja di lantai akibat kemarahan yang semalam. Dia mencari nomor Dennis dan mencoba untuk menghubunginya.

Setelah mendengar sambungan terhubung, Kiran menempelkan benda pipih itu di telinga. Bersyukur Dennis cepat mengangkatnya. "Aku ingin bertemu hari ini," ucap Kiran tapa basa-basi.

"Aku tidak bisa, Saya—"

"Berhenti memanggilku sayang dan ayo bertemu. Aku ingin membicarakan saudariku denganmu." Kiran memotong ucapan Dennis yang jelas akan menolak pertemuan ini. Dia tidak akan memberi kesempatan pria itu untuk membohonginya lagi.

Embusan napas terdengar dari seberang. "Baiklah." Panggilan terputus. Kiran langsung memutuskan untuk membersihkan diri.

Seperti biasa, membawa peralatan yang dia butuhkan, Kiran keluar dari kamar dan berjalan menuju meja makan. Sudah ada tiga orang di sana.

"Lihat. Anak tidak berguna sudah bangun dan akan makan sekarang." Lagi. Cacian sang ayah menyapa Kiran.

Kiran tidak peduli. Wanita itu ikut duduk di salah satu kursi. Dia memilih untuk sarapan roti selai nanas saja agar bisa cepat selesai dan langsung pergi tanpa harus berlama-lama di tempat ini. Toh hanya cacian yang dia dapat.

"Kak Kiran. Kak Kiran hari ini mau ke mana?" Humairah bertanya pada kakak tirinya. Semenjak dia datang ke rumah ini, Kiran selalu menganggapnya tidak ada. Akan tetapi, Humairah tidak pernah patah semangat untuk menjalin hubungan baik dengan Kiran.

"Kiran. Adik kamu tanya, Nak." Eka. Ibu tiri Kiran ikut berbicara. Nadanya terdengar sangat lembut. Sedangkan Kiran hanya meliriknya melalui tepi gelas saat dia sedang meneguk minumannya.

"Heh anak tidak tahu diri. Selain nggak bisa apa-apa kamu juga budeg apa?" Suara ayahnya terdengar marah.

Lagi, Kiran tidak peduli. Dia lebih memilih untuk menatap Humairah yang memang duduk di sampingnya. Dia meneliti penampilan saudara tirinya dari atas sampai bawah.

Humairah yang diperhatikan seperti itu menjadi bingung. Dia sempat ikut memperhatikan penampilannya. "Ad—ada apa, Kak? Apakah ada yang salah dengan penampilan Humairah?" tanya gadis berjilbab itu.

Senyum sinis satu sudut bibir Kiran terangkat. Dia mengangguk. "Ada."

"Apa, Kak? Ada noda kah?" Humairah meneliti penampilannya.

Kiran mengedikkan kedua bahu. "Entahlah. Disebut noda atau apa gue juga nggak tahu," ucap Kiran yang malah membuat Humairah bingung.

Kiran melipat tangan di atas meja dengan pandangan yang intens mengarah pada Humairah. "Mau gue kasih saran nggak?" tanyanya kemudian.

Tawa meremehkan terdengar dari bibir ayahnya. Kiran menoleh sebentar. "Orang pengangguran kayak kamu mau ngasih saran sama orang yang sukses? Ngelawak kamu?" Diki nama ayah kiran yang mencemooh putri kandungnya.

"Tidak papa, Ayah. Humairah malah senang kalau Kakak memberi saran." Humairah tidak ingin terjadi pertengkaran di meja makan pada waktu sepagi ini.

Lagi. Kiran tidak peduli. Dia mengedikkan bahu lalu kembali menatap Humairah. "Saran gue, mending lo lepas deh jilbab lo."

Ucapan Kiran barusan berhasil membuat semua orang yang ada di sana melotot seketika, terkejut akan kata-kata yang dilontarkan oleh Kiran.

Sebuah gebrakan pada meja terdengar keras, tak membuat Kiran terkejut karena dia sudah tahu siapa pelakunya. Dia sudah terbiasa. Kini, dia mengalihkan pandangan pada sang ayah.

"Apa maksud kamu!" teriak Diki marah dengan menunjuk Kiran.

"Nak. Tak baik meminta seseorang melepas hijab yang selama ini dia pakai." Eka ikut menasihati putri tirinya.

"I—iya, Kak. Apa maksud Kakak?" Humairah ikut bertanya.

Lagi-lagi Kiran memberikan senyum sinis. "Kasihan hijab lo yang nggak sesuai sama kelakuan busuk lo." Kiran melipat tangan di depan dada sembari menyandar pada sasaran kursi.

Apa yang dikatakan Kiran barusan berhasil membuat Diki geram. "Jaga mulut kamu! Yang ada kamu yang busuk. Minta orang melepas jilbab. Seharusnya kamu tiru Humairah. Dia mau berhijab karena dia menyadari kodratnya sebagai wanita."

Tawa sinis terdengar dari bibir Kiran. Wanita itu menatap Humairah dan ibu tirinya bergantian. “Ternyata ungkapan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya itu benar, ya?"

Kiran bisa melihat tatapan bingung dari ketiga orang di hadapannya. Dia bangkit lalu meraih ransel miliknya untuk disampirkan ke pundak. "Nggak anak, nggak nyokap. Sama-sama pencuri," ucapnya kemudian lalu berlalu pergi. Tak peduli wajah bingung dari mereka.

Lagi. Itu membuat Diki geram. "Jaga omongan kamu, Kiran."

Kiran yang sebelumnya dingin melangkah keluar langsung berhenti. Dia membalikkan badan sesaat untuk meninggalkan sepatah kata bagi saudara tirinya itu.

"Ambil saja bekasku itu, aku tidak butuh laki-laki macam itu." Setelahnya, Kiran benar-benar pergi dari hadapan keluarganya.

***

Kiran sudah berada di tempat yang dia putuskan untuk bertemu dengan Dennis. Kini mereka berdiri berhadapan. "Kamu mau ngomong apa?" tanya Dennis.

"Kamu menyukai Humairah?" tanya Kiran tanpa basa-basi.

Sedangkan Dennis tentu saja terkejut dengan pertanyaan sang kekasih. Dia mencoba mengelak. "Apa, sih maksud kamu?" tanya Dennis.

Kira tersenyum miring. "Aku sudah tahu semuanya. Aku sudah dengar semuanya kemarin yang kalian bicarakan di taman."

Kiran memberikan senyum tipis. "Jadi, mulai sekarang pacaran aja sama Humairah." Setelah mengatakan itu, Kiran langsung pergi meninggalkan Dennis tak peduli kalau pria itu terus memanggil namanya.

Seperti biasa, Kiran akan melampiaskan amarah dan tangisnya di pinggir sawah dan duduk di bawah pohon mangga sembari mencabuti rumput atau melempar kerikil.

Kiran menangis? Tentu saja. Kenapa tidak? Sekuat-kuatnya seorang wanita, hatinya lemah juga.

Namun, ada yang aneh kali ini. Kiran melihat sesuatu yang tertempel di pohon. Sebuah kertas dengan tulisan bagian atas sangat besar.

Untuk wanita yang selalu berteriak di bawah pohon mangga ini.

Kening Kiran mengerut, tangannya terulur untuk mengambil sobekan kertas itu yang ujungnya sedikit ada bekas dibakar.

"Ternyata ditempel menggunakan getah," ucap Kiran. Dia mulai membaca setiap kalimat yang ada di kertas itu.

Entah masalah apa yang sedang kamu hadapi sehingga kamu sering menangis dan berteriak di sini. Namun, satu hal yang harus kamu tahu kalau itu tak akan menyelesaikan masalahnya. Ingatlah satu hal.

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

Allah SWT tidak akan menguji seorang hamba kecuali sesuai kemampuan hamba tersebut (albaqoroh ayat 286)

Alangkah lebih baiknya kalau kamu shalat dan berdo'a pada Alloh.

***

Selamat malam. Adakah yang masih singgah di wattpad aku😁😁


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top