Obsesi Berujung Kecewa
Mengharap jika suatu saat nanti cintanya kepada Ali kan terbalas. Iya! Tentu saja itu adalah harapan terbesar Prilly. Jika Tuhan mengizinkan, Prilly ingin sekali saja melihat Ali bahagia karena dirinya. Melihat lelaki pujaan hatinya tersenyum lebar dan tertawa lepas untuk dia simpan dalam memory yang tak kan pernah dia hapus. Menapaki jejak kehidupan ini bersama Ali adalah impiannya. Akankah hanya menjadi mimpi? Bukankah mimpi dapat menjadi kenyataan? Semoga saja mimpi Prilly untuk mengukir sejarah cinta bersama Ali dalam hidup ini dapat terwujud.
"Pril, lo yakin sama keputusan ini?" tanya Rana menatap serius ke arah Prilly.
"Iya Rana sayang. Gue udah ambil keputusan dan kali ini semoga langkah yang gue ambil bisa sedikit mengurangi rasa terobsesi gue buat milikin Ali. Gue merasa mungkin selama ini berlebihan terhadap Ali, jadi bisa saja Ali ilfeel sama gue." Prilly membalikan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya.
Rana masih setia tengkurap di samping Prilly, karena mereka saat ini sedang bersantai di kamar Prilly.
"Pril, kenapa nggak lo coba suratin Ali? Mungkin dia punya perasaan yang sama, jadi cinta lo nggak bertepuk sebelah tangan begini," seru Rana membuat Prilly tersenyum dan tertawa renyah.
"Nggak mau ah, biar aja cinta ini gue simpen ...."
"Sampe busuk tetep mau lo simpen?" sahut Rana cepat.
"Enak aja, cinta gue ke Ali itu murni dan suci, so ... nggak bakalan busuk seperti tembelang," sahut Prilly membuat Rana tampak berpikir.
"Tembelang apaan sih, Pril?" Rana menoleh ke arah Prilly dengan wajah polos sambil menggaruk pelipisnya yang tak gatal.
"Haduuuhhhh, Rana lo oon apa begok sih? Lo sering denger lagunya Ahmad Dhani nggak yang lirinya 'mesti pandai pembohong, mesti pandai temberang, Oh tetapi jangan sampai, hai pecah tembelang'." Prilly mendendangkan sedikit bait dari lagu madu tiga yang dipopulerkan salah satu artis Indonesia.
"Nah tuh, apa bedanya temberang dan tembelang?" sahut Rana.
"Kalau pun cuma beda antara 'L' dan 'R' beda arti. Kalau tembelang itu telur yang udah dierami tapi nggak menetas, kata lain kelihatan busuknya, kekurangannya atau bisa juga kejahatannya. Paham?" ujar Prilly.
"Bau busuk dong telur yang begitu? Kalau temberang?"
"Rana! Ya ampuuuunnnn ... kita sekolah berapa tahun sih, kata begituan nggak tahu?" seru Prilly geram hingga sampai giginya menggereget.
Rana hanya menyengir kuda, memamerkan barisan giginya yang masih rajin dan rapi.
"Ini ya ... aku kasih tahu! Tali-temali di perahu atau kapal untuk memperteguh, intinya mengikat. Berasa ngajarin anak TK deh! Balik aja sana ke TK!" cerca Prilly sebal membuat Rana belagak oon.
"Keluar aja yuk? Males nih di dalam rumah mulu!" Prilly bangkit dari tempat ternyamannya lalu mengambil celana panjangnya dan masuk ke kamar mandi.
***
Di sebuah taman kota banyak orang mengerjakan kegiatan, menghabiskan waktu sore hari menyambut senja yang akan berganti malam. Ali duduk bersama seorang wanita cantik berkacamata hitam terlihat masih muda.
"Mamora aku nggak suka kalau Papa selalu membela istri mudanya itu. Aku merasa tertekan Mamora ikut bersama Papa," keluh Ali kepada adik Salma mama Ali.
"Kamu itu yang harusnya membuka mata hati, kelihatannya mama tirimu itu baik. Ya ... walau Mamora belum pernah bertemu dia secara langsung," seru Mora menenangkan hati Ali.
"Tetep aja aku nggak suka mereka." Ali menyedot es coklat yang sedari tadi dia bawa.
"Jalan yuk? Kencan sama kamu bukan ngilangin suntuk malah makin suntuk dengerin keluhan kamu itu." Mora menarik Ali lalu merangkulnya.
"Kapan suami Mamora pulang?" tanya Ali setelah mereka berjalan menyusuri jalan setapak taman kota.
"Dua minggu lagi, dia balik ke Indonesia. Kita rencana mau buka percetakan sekaligus penerbitan di sini. Mamora sedang mengurus perizinannya. Kamu rencana mau kuliah ambil jurusan apa?" tanya Mora penuh perhatian.
Walaupun mereka jarang bertemu, namun Ali tak pernah putus komunikasi dengan tante kesayangannya itu. Bagi Ali hanya Mora yang selalu ada saat dia membutuhkan sandaran hati dan tiang untuk menopangnya berdiri.
"Masih bingung Mam," jawab Ali lesu.
Mora memukul bahu Ali sedikit keras membuat tubuh Ali terdorong maju.
"Apa sih yang ada di otak kamu selama ini? Hidup kok lempeng, hidup itu perlu planning. Kamu harus punya planning untuk masa depan kamu. Jangan mengikuti arus, lama-lama kamu hanyut baru tahu rasa!" Beginilah Mora, walaupun sedikit cerewet dan bawel, namun itu yang selalu dirindukan Ali.
Sifatnya yang tak jauh berbeda dengan mamanya membuat Ali merasa selalu nyaman dan mendapatkan kasih sayang mamanya dari Mora.
"Iya ... iya mamoranya Ali yang super duber bawel dan nyebelin!"
"Tapi sayangkan?" goda Mora mencolek pipi Ali.
"Sayang dong Mamaora. Kan Mamora pengganti Mama buat aku." Ali memeluk Mora menyalurkan kerinduannya kepada Salma. Mora pun membalas pelukan keponakan tersayangnya dan mengelus rambutnya penuh kasih sayang.
Bug!!!
"Awwwww," pekik Mora saat sesuatu menubruk mereka dari belakang.
"Maaf," ucap seorang gadis yang berjalan mundur sambil bercanda dengan temannya.
Mata Prilly membulat sempurna, lagi-lagi jantungnya berdetak abnormal. Rana menyadari bahwa yang di tabrak Prilly tadi orang yang sedang berpelukan dengan Ali. Mora tersenyum penuh arti saat melihat Prilly speechles melihat Ali.
"Makanya kalau jalan pakai mata!" seru Ali dingin menatap Prilly datar.
"Aliiii, nggak baik bersikap begitu sama cewek. Ayo minta maaf," ujar Mora seperti mengajari anak kecil.
"Hidiiihhh, dia yang salah kenapa aku yang minta maaf." Ali membuang wajahnya menghindari tatapan mata dengan Prilly.
Mora yang memang tahu betul bagaimana Ali hanya tersenyum penuh arti.
"Maaf, saya tidak sengaja." Prilly mengucap takut sambil memainkan ujung bajunya.
"Siapa namamu gadis cantik?" tanya Mora membelai wajah Prilly dan melepas kacamata hitamnya.
"Saya ... Prilly ... mmmm ...."
"Panggil saja Tante, karena saya adik almarhum mamanya Ali," sahut Mora yang melihat Prilly kebingungan untuk memanggilnya.
"Terus yang ini siapa?" tanya Mora menunjuk Rana.
"Hallo, aku Rana Tante. Teman satu kelas Ali sama Prilly," seru Rana ceria menjabat tangan Mora.
Mora mengangguk seperti mengetahui sesuatu dan melirik Ali yang sibuk memandang ke tempat lain.
"Kalian juga lagi jalan-jalan sore?" tanya Mora memecah ketegangan diantara mereka.
"I ... iya Tante," jawab Prilly gagap karena merasa grogi berdekatan dengan Ali.
"Ayo Mam, kita pulang. Sudah mau Magrib. Nggak baik gadis masih keluyuran," kata Ali tak acuh.
"Mamora udah nggak gadis, yang gadis itu Prilly sama Rana. Jadi maksud kamu ngajak siapa ini?" Mora sengaja menggoda Ali membuat Rana mengulum bibirnya berbeda dengan Prilly yang menahan debaran jantungnya agar tidak berdetak cepat.
"Ya, Mamora. Siapa lagi!" Ali berjalan lebih dulu meninggalkan Mora dan Rana yang terkekeh, tidak untuk Prilly. Dia justru memperhatikan punggung Ali yang semakin menjauhinya.
"Lihatin aja terus Pril, sampai kamu di tarik ke pelaminan." Rana melepas tawanya membuat Prilly tersadar lalu memukul kecil lengan Rana.
Mora yang melihat hal itu hanya tersenyum menggelengkan kepalanya.
"Kalian mau ke mana habis ini?" tanya Mora memasukkan kacamata ke dalam tas selempangannya.
"Kita mau pulang Tante," jawab Rana.
"Makan dulu yuk? Di cafe itu saja. Tante tunggu kalian di sana ya?" Mora berlalu mengejar Ali yang lebih dulu meninggalkan mereka.
Sampai di tempat Ali memarkirkan motornya, Mora menghampiri. Ali menunggu Mora duduk di atas motor.
"Oh ... jadi itu yang namanya Prilly?" kata Mora menyenggol bahu Ali untuk menggodanya.
"Iya, dia itu gadis aneh yang selalu ngelihatin aku tanpa berkedip. Sampai-sampai kadang aku bingung, letak kesalahanku di mana sih, Mam?"
"Letak kesalahan keponakan Mamora ini karena terlalu ganteng. Jadi artinya dia sudah jatuh hati sama kamu," tukas Mora mencolek dagu Ali.
Ali terdiam tak menjawab, namun Mora tahu apa yang Ali sedang pikirkan.
"Biarkan saja rasa itu ada dan tumbuh. Jangan memungkiri hati, karena hati nggak pernah berkata bohong. Udah yok kita cari tempat tongkrong. Lama nih, kita nggak ngopi." Mora merangkul Ali yang masih setia duduk di atas kuda besinya sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Iya, mau makan di mana kita?" tanya Ali bersiap menunggangi motornya.
"Ikuti Mamora." Mora beralih menunggangi motor Ninja merah satu type dengan motor Ali.
Hobby-nya yang sama, membuat mereka klop dan kompak. Sama-sama menyukai motor dan membaca. Mora, melajukan motornya ke cafe yang dia tunjukan kepada Prilly dan Rana tadi.
"Ayo!" Mora merangkul Ali masuk ke dalam cafe setelah mereka memarkirkan motornya.
Mora menyapu pandangannya ke dalam cafe, saat melihat Rana dan Prilly sudah duduk di sudut ruang, Mora mengajak Ali mendekati mereka. Ali terlihat kaget saat melihat ada Prilly di sana. Jantungnya tiba-tiba berjalan abnormal. Badannya panas dingin, namun dia selalu menepis hadirnya rasa itu. Dengan wajah stay cool, Ali duduk di sebelah Mora.
"Baru pesan minum? Kok nggak pesan makan?" tanya Mora membuka buku menu setelah dia duduk di depan Rana.
Ali sibuk memainkan iphone-nya mengurangi rasa aneh yang menguasai rongga dadanya saat duduk di depan Prilly.
"Belum Tan, nunggu Tante datang dulu," jawab Rana sungkan.
"Sekarang aku sudah ada di sini, kita pesan makan." Mora memberikan buku menunya kepada Rana.
Rana menyenggol lengan Prilly untuk menyadarkannya yang sibuk memperhatikan pangerannya di depan matanya.
'Oh, Tuhan ... hentikan waktu sekarang, aku mau berlama-lamaan dengan dia sebelum hari itu tiba,' pekik Prilly dalam hati sambil menggigit-gigit bibir bawahnya.
"Ssst! Hey! Prilly!" Rana memanggil Prilly lirih sambil menyenggol lengannya yang berada di atas meja.
"Ehem!" deheman keras Ali mengagetkan Prilly.
Ali sengaja berdehem keras untuk menyadarkan Prilly, karena dia merasa salah tingkah saat Prilly memperhatikannya seperti itu.
"Lo, mau makan apa Miss Melongo?" tanya Rana sebal namun tertahan.
Mora yang mendengar panggilan itu mengulum senyumnya, membuat Ali menyenggol bahu Mora.
"Apa sih?" tanya Mora berbisik pada Ali.
"Jangan begitu, nanti kepalanya besar. Stay cool Mamora. Jaga image." Ali berbisik membuat Mora semakin ingin tertawa.
Cinta itu bagaikan pencuri, tak kenal tempat, situasi dan kondisi. Jika sang Erros sudah siap melepas busur cinta di hati, tak memandang siapa yang kan menerima. Semua akan bergulir seiring berjalannya waktu dan cerita kehidupan.
########
Rex_delmora
Mamora udah keluar nih, mak comblang sudah diluncurkan. Hahahahaha
Makin seru aja nih.
Makasih yang sudah membaca, memberikan vote dan komentarnya ya. We love you all 😘😘😘
Tolong kali ini aja, bantu vote di Instagram @sctv_ ya? Like 💗 foto Al ghazali dan komen #ISMASCTV @alghazali7 . Soalnya Al dimasukannya terakhir. Waktu dia nggak banyak, baru kemarin diikutkan. Makasih ya? Hihihihih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top