BUCIN (Budak Cinta)
Ali diam terpaku di depan papan mading yang memang disediakan pihak sekolah. Ali memang senang sekali membaca, tangannya pun tak lepas dari sebuah buku yang sedang digemarinya. Dia tak pernah sekali pun tertinggal berita-berita yang menempel di mading, dari cerpen, puisi, mau pun kata mutiara semua di bacanya. Setelah membacanya dia akan pergi lagi melakukan kebiasaannya untuk membaca di bawah sebuah pohon rindang dan nyaman. Tapi kali ini dia terdiam pada satu tulisan tanpa nama yang mencuri perhatiannya.
Kau yang kupuja, penuh misteri
Beraninya kau mencuri hati
Tak kala bayangmu memenuhi hari
Akankah cinta menemani
Hingga kumati.
"Tulisan tangannya indah, rapi, menyimpan makna yang terpendam. Dia berbakat sekali, tapi dia tak pernah menyantumkan namanya setiap kali tulisannya dimuat di mading," batin Ali, dia yang sudah puas menantap mading berlalu pergi meninggalkan tempatnya, karena bel istirahat sudah berakhir.
Pelajaran berikutnya di kelas Prilly adalah Biologi, anak-anak diminta Bu Ira untuk melakukan penelitian di Lab. Anak-anak berbondong-bondong menuju Lab, karena Bu Ira tak suka bila ada muridnya yang terlambat datang di kelasnya.
Prilly yang berlari-lari dari arah toilet tak sengaja menabrak seseorang yang sedang keluar dari dalam kelas. Tubuhnya terhuyung dan hampir jatuh. Dia sempat memejamkan matanya bersiap merasakan kerasnya lantai yang akan menghantam tubuh mungilnya.
Kok nggak sakit? Apa lantainya masih jauh ya? batin Prilly.
Dia membuka mata kanannya perlahan dan terbuka lebar saat mendapati sosok yang sangat di kaguminya beberapa hari ini. Prilly tak bisa berkata apa-apa selain diam terpaku menatapnya.
Hentikan waktu ini sebentar Ya Allah, batin Prilly.
Ali, dia yang sudah menyelamatkan Prilly dari kerasnya lantai sekolahan. Ali menegakkan tubuh Prilly dan berlalu meninggalkannya tanpa berkata apa-apa. Sedangkan Prilly masih diam mematung memandangi pangeran es yang mulai singgah di musim semi.
"Ya Allah, itu tadi apa ya, itu tadi pangeran kan, pangeran es gue. Aaaahhh ...." Prilly menahan teriakannya dengan memejamkan mata dan menyatukan kedua tangannya di depan dada.
"Oksigen oksigen oksigen, gue butuh oksigen." Prilly mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah.
"Mau sampai kapan kamu di sini? Mau sampai oksigen di sekitar kamu benar-benar habis?" Bu Ira berdiri tepat di belakang Prilly dengan bertolak pinggang dan mengagetkannya.
"Ibu, maaf Bu maaf, saya ke laboratorium sekarang." Prilly berlari ke lab dan bergabung bersama teman-temannya.
Kali ini kelas Biologi akan membuat laporan tentang metamorfosis kupu-kupu, dari awal yang berupa telur berubah menjadi ulat, kepompong, dan sekarang menjadi kupu-kupu yang cantik dan siap terbang bebas di alam yang luas. Prilly satu kelompok dengan Rana, mereka membuat laporan apa yang mereka amati selama seminggu terakhir ini.
"Ranaaaa ...." Prilly menahan suaranya dan memeluk Rana erat.
"Ih, apaan sih lo kok peluk-peluk gue, lepas ah." Rana berusaha melepaskan diri dari dalam pelukan Prilly yang membuatnya sesak.
"Gue lagi bahagia Ran, pangeran gue datang Rana." Wajah Prilly berubah berseri-seri, telapak tangannya di satukan di pipinya.
"Siapa pangeran lo?" tanya Rana masih dengan laporan di tangannya.
"Tuh." Prilly menunjuk Ali yang sedang menulis di meja sebrang sana.
"Sejak kapan dia jadi pangeran lo?"
"Sejak saat ini, esok, dan seterusnya." jawab Prilly.
"Idih, emang dia mau apa sama lo?"
"Harus mau dong Rana, masa gue yang kece begini di tolak sama dia," ucap Prilly dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
"Iya, lo kan kece-bong."
"Ihh, lo ya nggak bisa banget lihat temennya seneng." Prilly memukul pelan tangan Rana.
"Prilly, Rana, apa laporan kalian sudah selesai, dari tadi Ibu perhatikan kalian bergosip terus," tegur Bu Ira.
"Maaf Bu." jawab Prilly dan Rana serentak.
***
Ali tiba di rumahnya, saat bel sekolah berakhir dia memutuskan untuk langsung pulang ke rumah, karena memang tak ada yang ingin di lakukannya di luaran sana. Sedangkan Selvie masih belum sampai, tapi Ali tahu Selvie pulang aman dengan taksi, tadi dia sempat menunggu Selvie sampai mendapatkan taksi. Setidaknya Ali tetap memperhatikan adik tirinya walaupun mereka tak pernah tahu.
Ali masuk ke kamarnya begitu saja, tak memperhatikan Lika yang sedang menyiapkan makan siang di meja makan.
"Ali, mau ke mana kamu?" Azka berpapasan dengan Ali saat keluar dari kamarnya.
"Ke kamar." jawab Ali datar.
"Kita makan siang sama-sama, mamamu sudah menyiapkan makan siang buat kita." Azka menepuk pundak putranya.
"Papa aja, aku nggak selera makan." Ali beralih menuju kamarnya, tapi ucapan Azka menahannya.
"Hargai mamamu yang sudah bersusah payah membuat ini semua. Mama mu sudah capek-capek buat ini kita."
"Aku nggak pernah minta dia buat ngelakuin ini semua sama aku. Dia ada di sini cuma buat Papa bukan buat aku. Aku nggak pernah minta dia ada di sini ataupun hadir di hidup aku," ucapnya tepat di hadapan Azka.
Ucapan Ali terdengar jelas sampai di ruang makan, Lika dapat mendengar semua ucapan Ali, rasanya sangat menyakitkan, walaupun sudah bersama keluarga Azka bertahun-tahun, Lika belum juga berhasil memenangkan hati anak sulung Azka. Entah apa yang membuat Ali belum bisa menerima kehadiran Lika, yang Lika tahu dan rasakan Ali tak ingin ada yang menggantikan posisi ibu kandungnya di rumah ini. Tapi Lika sama sekali tak ada niatan seperti itu, dia hanya ingin menyempurnakan ibadahnya dengan menikah.
"Jaga ucapanmu Ali! mamamu juga selalu merawatmu dari kamu kecil, harusnya kamu sadar berapa besar perjuangan mamamu itu." Azka terlihat marah pada Ali, menurutnya perkataan Ali itu tak sopan.
"Aku nggak perlu itu, yang aku perlukan cuma kesetiaan papa sama Mama Salma, bukan menghadirkan perempuan lain di rumah ini dengan alasan menjaga ku. Tanpa di jaga sama dia aku masih bisa hidup!"
"Ali cukup!" Emosi Azka sudah sampai pada ambang batas kesabaran, perkataan Ali benar-benar tak patut untuk di benarkan.
"Pa, biarkan aja, biarin Ali istirahat dulu, dia capek pulang sekolah jangan di marahi." Lika tak mau memperkeruh keadaan, dia membawa suaminya ke meja makan, sedangkan Ali berlalu ke kamarnya.
Dari balik pintu Selvi mendengar pembicaraan orangtuanya dengan Ali. Rasanya sakit sekali, sampai saat ini kakaknya belum bisa menerima kehadirannya di rumah.
"Apa Kak Ali sebenci itu sama aku dan Mama? Apa aku nggak bisa menyayangi Kak Ali kaya teman-temanku yang lain. Aku sayang Kak Ali, apa pun yang Kakak bilang. Terima kasih buat semuanya Kak." Selvi menatap nanar ke dalam.
Selvi selalu berusaha agar bisa di terima Ali. Dia sangat menyayangi Ali, tak peduli sebenci apapun Ali padanya.
Sedangkan Ali terlihat emosi saat papanya selalu membela perempuan yang sudah menggantikan posisi mamanya di rumah.
***
Prilly sampai di rumahnya, wajahnya tak berhenti mengukir senyum. Sepanjang jalan selalu ada bayang-bayang yang menemaninya, siapa lagi kalau bukan bayang-bayang Ali.
"Non, kenapa sih? Dari tadi Ebie perhatiin senyum-senyum terus?" Tingkat kekepoan Ebie mulai meningkat, sejak dia tahu seperti apa laki-laki di sukai nona mudanya itu.
Ebie membawakan jus jeruk ke ruang tamu yang biasa Prilly pesan jika pulang sekolah. Katanya kalau minum itu hati rasanya adem.
"Ahhh Ebieee ...," belum sempat Ebie meletakkan gelasnya di atas meja, Prilly sudah memeluknya erat.
"Non kenapa sih? Lagi jatuh cinta ya. Eh, Non kan emang udah jatuh cinta. Kenapa sih Non, Ebie kepo nih. Cerita dong ya ya ya."
"Aku tadi nggak sengaja di peluk sama dia Bi, rasanya jantung aku mau copot semua." Prilly sangat antusias saat menceritakan semuanya sama Ebie, tak ada satu pun yang terlewatkan.
"Wah Non beruntung banget. Apalagi di peluk cowok ganteng itu. Tapi sayang Non, kalau Ebie perhatiin dia kok senyumnya pelit banget ya. Lagi sariawan apa ya?"
"Dia emang begitu Bi, itu yang buat aku makin penasaran sama dia Bi. Udah ah aku mau ke kamar aja. Ini aku bawa ya Bi." Prilly membawa minumannya ke kamar. Ebie hanya bisa tersenyum melihat tingkah Nona mudanya.
Prilly meletakkan tas sekolahnya di atas meja. Dia mengambil buku biru yang selalu di sembunyikannya di dalam laci Hanya, di bukanya lembar per lembar, di bacanya sesekali tulisan tangannya yang membuat dia tersenyum sendiri.
Prilly sudah di hadapkan pada selembar kertas kosong yang siap di hiasi dengan tarian pena di atasnya. Meninggalkan kata-kata yang mewakili perasaannya saat ini.
Mata indahmu dalam sekejap menghilangkanku dari dunia nyata. Membawaku terbang bersama sayap-sayap putih yang kau miliki. Membuatku tak lagi berpijak pada bumi. Anganku menari-nari setiap kali aku mengingat tentangmu. Siapakah kamu? mengapa sampai saat ini aku belum juga mengetahui siapa kamu? Tunjukanlah wujud aslimu, jangan biarkan aku terus berangan-angan tentangmu.
Prilly menutup buku biru yang selalu menjadi teman setianya. Hanya benda kecil itu yang selalu mengetahui semua isi hatinya.
"Ali, cuma itu yang aku tahu tentang kamu. Aku ingin tahu lebih dari itu, aku ingin kenal kamu. Kenapa kamu terlalu mengagumkan untukku." Prilly membanting tubuhnya di atas Queen size miliknya.
Pikirannya kembali menerawang membayangkan seseorang yang sudah mulai menghiasi hari-harinya.
Rasa itu muncul tanpa melihat siapa, di mana, dan kapan. Rasa itu muncul begitu saja tanpa mengucapkan kata permisi. Tak akan ada yang bisa menghindar saat dia mulai memilih hati untuk disinggahi.
########
Ebie
Hayoooo nih sampai part 6, besok udah part 7 ya? Yang sudah pernah baca di tempat Selvi, sampai sini kan? Berarti mulai besok lanjutkan membaca yang dari tempat Selvi ya?
Selamat menikmati sajian yang ada. We love you all 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top