Berusaha Menemukan Prilly

Setelah beberapa hari menemui Rana, Ali semakin dibuat kelimpungan mencari kontak Prilly. Kebanyakan dari teman-temannya SMA tak ada yang memiliki kontak Prilly. Ali menghela napas dalam lantas dia menghubungi nomer yang Alfian berikan kepadanya kemarin.

"Lebih baik gue kerja dulu, mikirin Prilly nggak akan ada ujungnya," gumam Ali lalu menekan nomer yang ada di kartu nama.

Dia menunggu sesaat, tak berapa lama panggilannya pun terjawab.

"Hallo?"

"Hallo, apa benar ini Nona Meyra?" tanya Ali ragu karena dari suaranya, sepertinya tak asing di telinga Ali.

"Iya, benar? Dari Indonesia? Siapa ini?" tanya balik orang yang bernama Meyra tersebut.

"Zefaro," jawab Ali asal, karena nama dia yang terlintas itu.

Mengapa dia tak mengaku jika panggilan sehari-harinya Ali bukan Zefaro. Apa mungkin Ali ingin dikenal keren dengan nama yang kebulean, karena dia sedang berbicara dengan seseorang yang berada di luar negeri? Bisa saja seperti itu.

"Oh, Oke Zef, apa ada yang dapat saya bantu?"

"Saya dari penerbit Cahaya Cinta, dari sinopsis yang sudah saya baca, menarik cerita kamu dan saya menyukainya," puji Ali.

"Wah, bener, Pak? Serius?" seru seseorang dari seberang terdengar sangat girang sampai Ali sedikit menjauhkan handphone-nya dari telinga.

"Iya, ini serius dan tolong jangan panggil saya Pak, karena saya masih muda," ujar Ali ketus.

"Iya, maaf, Mas," sahutnya.

"Saya tidak menikah dengan kakak Anda. Cukup panggil saya Zef atau Faro," tegasnya.

"Oke Zef, thank you very much. Aku akan siap membantu apapun yang kamu butuhkan," ucapnya bahagia.

"Your welcome. Kalau begitu bisa kirimkan saya hardcopy naskah kamu. Agar saya bisa pelajari lebih lanjut, setelah itu jika memang benar-benar deal kita akan membicarakan kerjasama ini." Ali mencoba menjelaskan prosedur yang ada.

"Oke, Zef. Aku akan siapkan naskahku."

"Baik, nanti saya akan kirimkan alamatnya, supaya kamu bisa segera mengirimkan naskah itu. Terima kasih, selamat siang." Ali menutup teleponnya setelah lawan bicaranya membalas salam.

Ali menatap layar ponselnya, entah sejak kapan wajah Prilly menghiasi layar flat miliknya itu. Rasa yang mengganjal di hatinya semakin terasa, tapi ia selalu mengalihkannya dengan pekerjaan.

"Di mana kamu, Prill?" Ali mengusap layar ponselnya.

Tak akan lari gunung di kejar, tak akan padam api berkobar. Itulah yang dirasakan Ali saat ini, hatinya membara merindukan Prilly, kakinya pun tak lelah mencari di mana keberadaan Prilly. Setiap kali ia menatap layar ponselnya, rasa yang awalnya biasa saja berubah luar biasa.

Benar, saat pepatah mengatakan, rasa kehilangan akan hadir, ketika orang itu pergi meninggalkan. Dan penyesalan selalu hadir diakhir, karena jika diawal itu pendaftaran.

Ali mengetik alamat email dan alamat surat menyurat untuk diberikan pada Meyra.

"Meyra, sepertinya suara itu nggak asing buat gue," guman Ali.

***

Tak lelah Ali menghampiri Rana setiap kali ia ada waktu sesaat sebelum atau sesudah pulang dari kampus.

"Please, Ran. Gue tau lo pasti nutupin sesuatu tentang Prilly dari gue kan? tolong kasih tau gue di mana Prilly." Ali menggenggang kedua tangan Rana. Seandainya Maliq ada di sini dia pasti sudah menghabisi Ali karena berani-beraninya menyentuh tunangannya.

"Apa yang perlu gue kasih tau, Li. Karena emang nggak ada yang gue sembunyiin dari lo." Rana masih berusaha keras melepas cengkramannya.

"Gue mohon, Ran. Cuma lo satu-satunya harapan gue buat bisa ketemu Prilly."

Rana hanya menatap wajah Ali yang terlihat ketulusannya di matanya. Ali memang terlihat benar-benar menyesal dan rasa tidak tega mulai menjalar dihati Rana.

"Prilly baik-baik aja, Li," ucap Rana buka suara, "justru dia sekarang bahagia banget di sana. Nggak ada lagi nada kecewa ataupun sakit hati pernah cinta sama lo."

"Maksudnya?" tanya Ali bingung.

"Cinta dia ke lo yang ngajarin dia buat bisa jadi wanita tegar. Udahlah lo nggak usah ganggu dia. Toh kalian juga nggak pernah berawal jadi nggak ada yang perlu diakhiri." Rana sudah membalikkan tubuhnya. Baru 3 langkah dia kembali.

"Oh ya satu lagi, sudah cukup dia menderita selama ini, Li." Setelah mengatakan itu, Rana meninggalkan kebingungan untuk Ali.

Lagi-lagi tak ada jawaban atas kerinduan yang Ali rasakan. Ali hanya bisa menikmati pahitnya pil kehidupan.

"Ke mana lagi gue harus cari lo, Prill. Gue cuma mau minta maaf sama lo. Maafin gue."

Ali segera pulang, dia memilih menenangkan diri bersama Mora. Karena Mora yang selama ini menemaninya, bahkan menjadi tumpuannya saat ia benar-benar tak tahu harus cerita ke mana.

Mobil sport terparkir di halaman rumah Mora, sepi seperti tak ada penghuninya, tapi Ali tetap masuk ke dalam.

"Assalamualaikum, Mamora." Ali mengucapkan salam beberapa kali.

"Walaikumsalam. Kirain kamu nyasar, kenapa baru pulang jam segini," tanya Mora melihat jam tangannya.

"Nggaklah, Mam. Tadi habis nemuin temen lama," jawab Ali lesu duduk di kursi.

Mora mengambilkan dua gelas orange jus untuk Ali dan dirinya, serta sedikit cemilan. Dia tahu waktu ini akan lama.

"Kenapa kamu lesu, ada masalah lagi sama papamu?" tanya Mora menyelidik.

"Nggak, Mam. Ali juga nggak peduli lagi sama mereka. Ada yang lebih penting dalam hidup Ali sekarang."

"Prilly?" tebak Mora tepat sasaran.

Ali terdiam tak menjawab, tapi Mora tahu seberapa besar rasa yang Ali miliki untuk Prilly walaupun ia sering menyangkalnya.

"Ali, mami tahu kamu sayang sama Prilly, bahkan kamu rela melakukan apapun untuk mencari dia, tapi lihat juga orangtuamu, mereka juga nggak kalah sayangnya sama kamu. Mau sampai kapan kamu mengabaikan mereka?" Mora membenarkan posisi duduknya.

"Mamora, ini nggak ada hubungannya sama mereka. Ali cuma mau ketemu Prilly terus minta maaf, Mam."

"Bagaimana orang mau memaafkan kamu, sedangkan kamu sendiri nggak bisa maafin keluarga kamu, orang terdekat kamu. Berpikirlah bijak, Ali. Nggak sepenuhnya papa kamu salah dan nggak sepenuhnya apa yang kamu katakan itu benar. Benahi diri kamu sebelum kamu minta maaf sama orang lain. Selesaikan dulu masalahmu dengan papamu." Mora menepuk pundak Ali pelan. "Mami akan selalu ada di sampingmu, Ali. Kamu nggak akan pernah sendiri," imbuh Mora, lantas memeluknya. Walaupun Ali hanya keponakan saja, tapi rasa sayangnya sama besar dengan anaknya.

Ali terdiam, hatinya berkecamuk, rasa marah dan bersalah bercampur jadi satu. Tak seharusnya ia melakukan itu, tapi dorongan setan yang berbisik di telinganya membuat ia membenci papanya.

"Sudah sana istirahat dulu, sebentar lagi Om Al pulang. Jangan cemberut begini, nanti dia malah banyak tanya," titah Mora menepuk-nepuk bahu Ali.

"Ya Mi," sahut Ali lalu masuk ke kamarnya.

***

Rana sudah siap di depan laptop, kali ini dia sudah janjian dengan Prilly untuk vidio call. Sudah hampir setengah tahun mereka tidak melakukan itu karena kesibukan kuliahnya masing-masing.

"Ranaaaa, ahh gue kangen. Gue mau pulang ke Indonesia." Prilly memperlihatkan wajah cemberutnya.

"Gue juga kangen, Prill. Lo betah banget sih di sana, liburan pulang dong, kangen nge mall bareng lagi nih." Rana juga tak kalah antusias.

"Hhmmm." Prilly terlihat berpikir. "Mungkin bulan depan kali ya. Kalau jadwal gue udah nggak padet gue pasti pulang."

"Hhmm, oke oke, lo harus kabarin gue kalau pulang."

"Beres itu mah. Eh, Ran gue berhasil tembus ke sana. Doain bener-bener diterima ya, Ran." Prilly menyatukan kedua tangannya berharap.

"Wah, serius lo. Gue aja nggak lolos ke sana, lo bisa lolos ya. Gue pasti doain lo. Semoga rezeki lo di sana ya."

"Makasih ya, Ran. Gue mau minta tolong sama lo. Tolong kirimin apa yang mereka perluin ya. Nanti gue kirim ke email lo. Kalau ngirim dari sini ongkirnya mahal banget." Prilly memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

"Huu dasar pelit. Iya nanti gue bantuin, jangan lupa ongkosnya buat kirim ke sana ya. Hahaha." Rana juga tidak mau kalah.

"Iya, tenang aja, nanti gue transfer deh. Yaudah gue mau ngerjain tugas dulu nih. Biar cepet lulus. Gue kangen sama lo Rana."

"Eh Pril, tunggu!" cegah Rana sebelum Prilly mengakhiri video call mereka.

"Apa lagi sih Rana sayang?" tanya Prilly menatap layar laptopnya yang terlihat jelas wajah Rana.

"Beberapa hari ini Ali selalu nemuin gue," ujar Rana mengejutkan Prilly.

"Serius lo?!" seru Prilly meninggikan suaranya terdengar terkejut, seperti tak percaya. "Terus apa yang dia katakan sama lo?" Prilly sangat antusias mendengar cerita Rana.

Ada rasa sedikit kecewa saat Rana bersikap seperti itu kepada Ali, namun mungkin dengan seperti itu juga Prilly akan mengetahui usaha dan keseriusan Ali dengannya. Ali bukan hanya cinta pertamanya, namun Ali jugalah lelaki yang sudah memenuhi isi hatinya selama ini, hingga sekalipun dia pergi menjauh, namun rasa itu masih tetap ada. Prilly mengira perasaannya kepada Ali hanyalah cinta sesaat atau cinta monyet yang akan cepat luntur dan hilang dari hatinya, namun nyatanya rasa ikut masih melekat kuat di dalam hatinya.

"Sorry Pril, gue cuma nggak mau lihat lo sedih karena dia. Kalau dia bener-bener serius sama lo, gue yakin dia akan terus berusaha cari lo kok," ucap Rana takut jika sikapnya itu tak didukung oleh Prilly.

Prilly tersenyum dan berkata, "Lakukan seperti itu Rana, gue juga mau tahu usaha dia untuk menemukan gue. Kalau gue dan dia jodoh, pasti kita akan bertemu secara tak sengaja entah di manapun tempatnya dan situasinya."

"Jadi lo nggak marah, kalau gue nggak ngasih tahu Ali tentang posisi lo sekarang?" tanya Rana memastikan.

"Nggak Rana sayang, gue malah berterima kasih sama lo. Dengan begitu kita bisa lihat keseriusannya sama gue. Makasih ya Rana sayang? Cipok dulu sini." Prilly memajukan bibirnya di layar laptopnya.

"Hueeeeeek." Rana menirukan suara muntahan. "Ogah! Mending di cipok sama Abang Maliq tersayang gue!" tolak Rana disambut tawa bahagia Prilly.

"Ya udah ah! Boros nih! Udah dulu ya, miss you Rana somplak," ucap Prilly bersiap mengakhiri video call mereka.

"Miss you too, Prilly kampret," balas Rana melambaikan tangan sebelum Prilly menghilang dari layar laptopnya.

Vidio call berakhir. Itulah yang Prilly lakukan jika merindukan sahabatnya. Dan Rana selalu memberitahukan bahwa Ali selalu mencarinya. Karena ia tahu bagaimana riwayat Prilly yang sempat gagal move on dari Ali. Butuh waktu yang lama membuat Prilly kembali seperti semula.

########

Ebie

Akankah mereka akan bertemu? Hhhhemmmm ... tunggu saja nanti ya?

Makasih untuk vote dan komentarnya. We love you all 😘😘😘😘

Maaf, jika cerita ini lama update. Karena, ini kan cerita kolaborasi, jadi harus menunggu sesuai giliran. Mohon pengertiannya. Hihihi
Maaf ya, semoga kalian sabar menanti. Hehehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top