BAB 9: TENTANG RANUM
Suara tangisan bayi terdengar jelas di telinga Tania, ia berpikir kapan ia bisa memiliki anak, terus ia menepuk pikiran itu, menika saja belum, ia hanya iri dengan pelanggan yang datang dan memiliki bayi. Ia membayangkan menikah dengan Gavi dan kebahagiaannya menjadi lengkap. Tania mencoba berkonsentrasi kembali. Saatnya ia menemui Fini, salah satu anak buah yang kerjanya juga membantu lengunjung bila mencari tempat bertanya.
Fini sedang melihat-lihat barang, tidak sulit menemukannya, ia berada di tempat penjualan elektronik. Tania menemukannya lalu bertanya.
"Fi, sini gue mau tanya."
"Eh, ada apa ini?" Fini tampak tertawa, rambut terikat dengan karet gelang dan tampak seperti seorang wanita yang imut.
"Soal Ranum, dia suka ngapain? Apa dia suka bolos?"
"Nggak juga sih? Kenapa?"
"Bercanda gitu kali ya?"
"Kalau bercanda mungkin ia, dia pernah bertanya kayak gitu soalnya, kenapa? Lo salah paham dengan bercandanya ya?"
"Ada laporan seperti itu."
"Siapa? Thomas ya?"
"Yang pasti bukan dia. Ya sudah, sampai nanti." Tania pun pergi dari hadapan Fini, ia mencoba mencari Dera. Dera sedang mengobrol dengan salah satu pengunjung, sepertonya pengunjung tersebut membutuhkan bantuan sehingga ia terlihat beberapa kali mengangkat barang.
Ada blender yang besar, Dera mengangkatnya dengan cekatan, tak sengaja Dera berbisik. "Aduh, si Ranum nggak bantuin, ke mana sih dia."
Keluhan itu terdengar di telinga Tania. Tania seperti mendapat tanda bahwa ia bisa mencari titik terang dari masalah yang sedang dikhawatirkan Gavi. Dera terlihat susah payah ketika memberi blender kepada pelanggan.
Sampailah blender itu di tangan pelanggan, selesai bertugas dengan pelanggan itu, Tania memanggilnya. "Eh Mbak."
"Saya mau tanya sebentar boleh?"
Dera yang sangat menghormati Tania mengangguk, "Boleh, mau tanya apa?"
"Soal Ranum."
Bibir Dera bergetar, ia terbayang apa yang ia ucapkan, seperti tidak sadar tadi. Ia membayangkan kalau hal buruk terjadi kepadanya kalau ia ditanya hal-hal yang tidak ia sangka. "Ada apa Mbak sama Ranum?" tanya karyawati yang baru beberapa bulan bekerja.
"Dia suka ngajak kamu bolos apa gimana?"
"Ooh ngajak main iya, main gim. Kadang ..."
"Kadang?"
"Kadang pas jam kerja." Wajah Dera menjadi ketakutan.
"Terus?"
"Ya nggak ada yang negur dia sih, gimana ya,. Soalnya dia galak."
"Galak seperti apa ya kalau boleh tahu?"
"Ya, dia suka kayak nakutin saya nggak bakal dikasih kue lagi kalau lapor-lapor."
"Kue?"
"Ranum kan suka membeli kue di sini untuk dibagikan ke kita-kita."
"Terus itu sebagai sogokan gitu?
"Sogokan halus sih."
"Kenapa kalian nggak beli sendiri?"
"Kue yang dibeli dia mahal-mahal nggak mampu buat kita-kita."
"Kamu yakin? Gaji kalian gede loh."
"Tapi ...."
"Jangan ada yang ditutup-tutupi ya. Saya nggak mau lo."
"Saya kurang paham Mbak."
"Kurang paham bagaimana? Kok kalian nggak beli sendiri? apa kalian ada tanggungan atau ada rasa takut? Di sini kita sedang mencari kebahagiaan kita masing-masing, saya bahagia bekerja di sini tapi kalau ada yang mau main-main saya nggak tenang dan itu mengusik kebahagiaan saya.
""Lebih ke takut sih Mbak."
"Kenapa cerita? Kalian diintimidasi? Kayaknya ini bukan perkara kue saja. Jangan berlarut-larut."
"Kalau kita ngadu kita bakal dapat surat peringatan."
"Surat peringatan dari mana, aneh-aneh saja. nggak ada! Dia nggak bisa nerbitin surat peringatan buat kalian. Kayaknya kalian dibohongi terus ditakut-takuti biar dia senang melihat kalian takut ya. Oh ya, kalau kamu merasa diintimidasi kamu harus ngomong atau lawan biar kamu bahagia. Bilang juga ke saya kalau butuh bantuan."
"Iya Mbak." Dera menunduk lesu.
"Satu lagi, di mana Ita?"
"Sakit Mbak, udah seminggu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top