BAB 30: PENGUSIRAN


Suara desahan mengalir dari mulut Runa, ia memukui setir di depannya, sambil ia mengingat Thomas. "Thomas tuh nggak tahu diri apa? Dia sudah dapat uang terus dapat rezeki malah usir kita di saat kita membutuhkan dia. Itu kan namanya kurang ajar!" Runa tidak tahan dari tadi ia ingin mengumpat-umpat.

"Keluarga kaya tapi nggak kuat iman emang gitu Mas." Tia menjawab.

"Seharusnya dia bersyukur jadi orang. Bagus dia kita anggap. Kalau nggak, kesepian dia nggak punya teman. Ti, memang gimana sih pas dia kecil?"

"Dia nggak pernah ketemu sama aku sebelumnya, ketika kecil, jadi kami baru ketemu sekarang-sekarang ini."

"Oh gitu ya. Kalau aku tahu begini aku nggak akan mau tinggal di rumah dia. Kamu telepon orangtuanya dia sekarang."

"Sekarang Mas?"

"Iya, kapan lagi?"

Tia mengambil ponsel, menelepon ibunya Thomas. Nada sambung berbunyi-bunyi di ponsel Tia. Di seberang sanaaaaaa ada jawaban dari penerima telepon. "Halo Tia, apa kabar? Bagaimana di rumah Thomas?"

"Maaf Tante, kita diusir."

"Diusir siapa? Thomas?"

"Iya Tante, Thomas tidak menginginkan kami tinggal di rumahnya, makanya kami pergi. Kami akan cari hotel terdekat yang bisa jadi tempat kami tidur malam ini."

"Aduuh saya minta maaf, Thomas membuat malu deh, kalau begini caranya. Maaf ya."

"Tidak apa-apa Tante."

Telepon ditutup di seberang, sepertinya ibunya Thomas marah sekali dengan putranya yang berani mengusir tamu yang membutuhkan tempat tinggal. Tia tampak pasrah kalau ada gesekan nantinya antara dirinya dengan Thomas.

***

Di sisi lain Thomas sudah merasa lega. Ia sudah mengusir sepupunya. Thomas merasa tidak ada yangt salah dengan dirinya. Sesekali ia tertawa mengingat ucapan Tia yang mendoakan agar Tuhan mengampuninya. "Buat apa sih ngomong kayak gitu! Berharap Tuhan kasih pencerahan ke gue? Ngarep aja lo sana!" ucapnya sendirian.

Dering ponsel Thomas berbunyi, ia lihat dari ibunya. Ia sudah tahu ibunya akan marah pasti dengan perilakunya.

"Halo Bu, ada apa?"

"Masih tanya lagi ada apa. Kamu kenapa kamu ngusir Tia dan keluarganya? Mereka itu butuh bantian kamu!"

"Saya juga butuh bantuan Bu!"

"Kamu butuh bantuan apa? Uang kamu pasti masih banyak bahkan bertambah terus."

"Saya butuh ke psikiater! Dan saya tidak ada duit! Ingat ya! Kali ini aku pakai kata saya karena kayaknya jalan kita sudah berbeda! Ibu tidak mengerti dengan dunia saya! Ibu dan Bapak serta keluarga kalian semua hanya maunya dimengerti tapi tidak mau mengerti orang lain!" bentak Thomas.

""Dasar anak lancang! Anak durhaka!"

"Terusin aja Bu! Khotbah terus!"

"Ya ampun Nak, kenapa kamu jadi begini Nak. Memangnya Tuhan nggak pernah bimbing dan berkati kamu Nak? Kenapa jadi begini?"

"Itu semua karena kalian yang selau menuntut ini itu! Memangnya saya tidak lelah? Saya capek dengan kalian semua! Keluarga nggak jelas kayak Tia juga ke sini hanya untukmengejek pastinya. Saya juga tidak nyambung dengan anaknya."

"Kenapa kamu selalu menyalahkan orang lain?"

"Ingat ya Bu. Saya selalu berusaha menjadi yang terbaik namun sepertinya kalian nggak pernah menghargai saya, malah menghardik saya. Kalian sepertinya hanya memeras saya seperti sapi. Dasar kalian makhluk uzur!"

"Bicara apa kamu Thomas? Jangan kurang ajar ya!"

Thomas langsung menutup hubungan telepon dengan ibunya. Thomas tidak tahan harus menjadikan keluarganya tanggungan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top