BAB 13: BERCANDAAN YANG MENJADI BUMERANG
Suara Ita terdengar lesu, ketika baru masuk ke supermarket ia harus berhadapan dengan Tania. Dari pagi tadi Tania mendadak menghampirinya meminta ia untuk menghadap "Ikut saya yuk Ita, ada yang mau dibicarakan."
Ita seperti merasa tidak enak hati, sepertinya tatapan Tania sedang tidak bersahabat. Tania saat ini bergaya tenang, tapi entah di detik selanjutnya, Ita yang masih memulihkan penyakit yang dideritanya seminggu berharap yang terbaik saja.
"Ada apa Mbak?"
"Soal ini Ita, Ranum."
"Oh ya, kenapa ya Mbak Ranum?"
"Mbak Ranum sedang diselidiki mengenai bercandaan bolosnya, apakah kamu pernah dengar soal bercandaannya?"
"Nggak pernah sih." Ita menjawab dengan ragu.
"Kamu yakin? Kamu jangan berbohong ya."
"Gimana ya Mbak, saya takut."
"Kenapa takut?"
"Saya takut dengan Ranum Mbak. Eh Mbak Ranum maksudnya."
"Kenapa? Ada apa dengan dia?"
"Saya takut nggak dapat duit lagi dia."
"Duit? Duit apa?"
"Duit untuk biaya menanggung adik saya, Mbak Ranum suka mengatakan kalau saya mgadu atau kami mengadu maka nanti uang ke saya akan dihentikan. Ke semua sih."
"Fini apakah dapat uang juga?"
"Dapat uang untuk membangun rumah sih. Dia lagi bangun rumah. Aduh saya keceplosan, gimana ya."
"Kamu tidak perlu takut," ucap Tania kepada ita. Ita seperti hendak menangis.
"Hei, jangan menangis, kami akan melindungmu."
"Saya ... saya sebenarnya sudah tidak nyaman berteman dengan Mbak Ranum, dia selalu saja memanfaatkan saya. Harusnya kalau dia mau membantu, bantu dengan ikhlas."
"Saya mengerti, nanti saya diskusikan ini dengan Pak Gavi."
"Terima kasih Mbak, saya merasa nggak enak."
"Sebaiknya sekarang kamu bekerja ya, saya juga harus segera bekerja. Kamu bersikap biasa saja dengan Ranum."
Ita mengangguk, ia lalu pergi meninggalkan Tania yang pergi ke mengawasi supermarket lagi. keadaan supermarket mulai ramai, ia melihat Thomas sedang siap bekerja. Ada yang berbeda, Thomas seperti dibantu Ranum untuk menjualkan barang-barang yang di sekitar mereka. Beberapa orang segera membeli dengan cepat, mengerubungi mereka dengan dahsyatnya.
"Hebat juga nih orang, bisa bantuin Thomas. Secara performa dia bagus."
Tiba-tiba ketika sedang memperhatikan itu, Dera yang lewat memanggil Tania. "Mbak Tania."
"Eh ada apa?"
"Saya pengen bicara, ada beberapa karyawan yang bolos."
"Bolos? Kenapa?"
"Candaan yang kemarin dianggap serius terus mereka pada bolos. Saya jadi ngerasa mengobrol dan berteman dengan dia."
"Kamu nggak usah formal sama saya. Panggil lo gue aja. Gak usah bisik-bisik gitu."
"Iya, gue ngerasa dia tuh sakit jiwa apa gimana ngajak orang lain bolos, bingung gue. Ngajak main gim, santai-santai pas jam kerja, bentar lagi dia ke tempat nongkrong kami deh di belakang."
Benar saja, dia langsung pergi, bosan menemani Thomas dia langsung pergi ke belakang. Tania meminta Dera mengikuti Ranum. Ternyata ketika mereka mendekati area belakang, di ruangan tersebut Ranum sedang memainkan gim lalu. Ia seperti tertawa sendiri, seperti meledek keadaan. "Mendingan main daripada kerja, mana Tania makin ngeselin ngecek-ngecek gue."
Ucapan itu direkam Tania. Tania langsung mengirimkannya kepada Gavi. "Makin ngelunjak dia. lo awasi dia Dera, kalau ada apa-apa lo lapor gue. Nggak usah takut, keamanan kalian dijamun. Ita juga sudah muak dengan dia." Tania berkata dengan penuh kemantapan. Tania pergi secara diam-diam, khawatir Ranum mendengar langkah kakinya, setelah lolos ia menuju ke ruangan Gavi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top