BAB 11: SURAT IBU


Suara pintu pagar dibuka menandai kalai sang pemilik rumah telah pulang, Thomas segera membaringkan dirinya di kasur setelah lama berkerja, besok ia harus menampilkan penampilan yang baik lagi. Mendadak ia mendengar ada suara lemparan di luar, sebuah lemparan yang dsangat keras ke halaman rumahnya. Thomas terkejut, ada apa gerangan yang dilemparkan orang di depan rumah.

Thomas segera memeriksa, takut ada orang jahat yang mau masuk ke dalam rumahnya, ia harus lebih hati-hati. Ketika ia buka pintu depan, ia menemukan kardus. Kardus itu pernah ia kirimkan untuk pamannya.

"Eh ini kan kardus buat paman." Thomas masuk ke dalam, menutup pintu segera membuka dalamnya, d

i sana ada sebuah surat dan juga barang-barang. Surat dari ibunya memang terlihat baru namun barang-barang yang dikirimkan itu barang lama.

Halo Nak, apa kabar? Semoga sehat selalu. Maaf ya Ibu dan Bapak serta para anggota keluargamu di sini merasa dibebani. Ini pamanmu mengembalikan barang-barang yang sudah kamu kasih, rasanya kamu tidak ikhlas ya. Maaf mungkin kamu memang tidak bisa diharapkan lagi, entah apa yang ada di otak kamu sehingga kamu lupa diri. Salam sayang.

- Ibu

Thomas sangat terkejut menerima surat bernada kecewa dari ibunya. Sepertinya ibunya benar-benar kecewa. Di hatinya ia harus benar-benar percaya ia juga mempunyai kehendak bebas, ia tidak mau mengorbankan kesehatan mentalnya kepada orang-orang yang akan menggerogotinya. Sang ibu juga harus memahami bahwa dirinya juga tidak bisa selamanya menanggung beban untuk pamannya.

Sungguh sulit untuk Thomas tahu keadaan ini, ia bingung haruskah ia menjadi orang yang berliterasi baik atau yang tidak memahami situasi. Kadang seseorang harus mengalah demi keutuhan sebuah keluarga namun ada situasi yang mendesak seseorang harus mementingkan egonya.

Thomas dididik untuk mementingkan orang lain, ia bahkan hampir tida kbisa mencintai dirinya sendiri, ia harus mengambil kesempatan untuk lebih egois dengan keadaan. Pernah ia sebelumnya menjadi seorang penari di salah satu perusahaan namun sang ibu melarangnya lagi karena uang yang diterima sangat dikit, malah ketika ia menjadi kasir ia mendapatkan gaji tetap.

Entah di hatinya ukuran sedikit itu berapa padahal bila ia menjadi penari tetap kala itu, iba dijamin mendapatkan gaji dari tempat ia bekerja, sayangnya sang ibu tidak merestui. Ia pun muak dan meyobek surat yang diberikan ibunya.

"Saya sudah muak Bu! Saya bisa gila! Saya gila!"

Suara umpatan terdengar di mulutnya, entah binatang apalagi yang ia sebutkan, sudah semuanya ia panggil-panggil. Tudung saji yang menutupi makanan tidak lolos dari tendangannya. Suara amarah membangkitkan sebuah tanda tanya dari seseorang yang tidak sengaja mendengar keributan itu.

Suara ketukan di pagar menyadarkan Thomas. Thomas hendak marah lalu dibukanya pintu depan. Ada Ranum yang menunggu di sana. Ranum dan Thomas adalah tetangga. Ranum tinggal sendiri karena keluarganya sudah tidak ada namun ia punya warisan berupa rumah besar yang tak jauh dari rumah Thomas.

"Thomas, lo kenapa?"

Thomas tidak menjawab, ia harus mengajak ngobrol tetangga sekaligus rekan kerjanya itu, tidak bisa lama-lama ia pendam. Ia butuh curahan hati. Rasanya sudah muak dengan keadaan. "Gue lagi berantem sama ibu."

"Hah?"

Thomas membukakan pintu pagar, Ranum masuk ke dalam bersama Thomas, ia siap mendengar curahan hati Thomas yang penuh dengan beban. Thomas mengambil rokok, ia menyalakannya, ia menawari Ranum rokok. Ranum langsung mengambil dua batang, yang satu ia kantongi, yang satu ia nyalakan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top