BAB 10: SEBUAH KEBOHONGAN
Saatnya Tania menemui Ranum, dia adalah sosok yang menjadi target utama Gavi, Tania ingin melihat bagaimana sosok Ranum. Ranum seperti biasa, ia sedang berkeliling supermarket, pekerjaannya tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya.
"Ranum boleh bicara sebentar?"
"Waah, ada apa ya Mbak?" Ranum yang memperhalus bahasanya segera mendekat kepada Tanua agar terlihat sopan di depannya. Ranum sedikit keringat dingin ketika Tania bertanya.
"Kamu suka bercanda soal bolos ya?"
"Bercanda? Bercanda bagaimana Mbak?"
"Kamu yakin nggak pernah bercanda soal bolos-bolos gitu?"
"Nggak pernah Mbak, mana berani saya bercanda soal begitu, ngeri Mbak. Hati-hati Mbak, hoax."
"Ya, bagus sih kalau itu hanya gosip saja."
"Ya pastinya itu hanya gosip Mbak, nggak ada yang di sini yang doyan bolos, semuanya rajin, Mbak bisa percaya sama saya. Oh ya, jangan formal-formal, saya jadi malu."
"Oke Ranum, sebagai teman gue mau ngingetin sama lo, rajin ya dalam bekerja, jangan lupa makan.
Ranum malah seperti tersindir, menurutnya Tania tidak sopan dan memuakkan, ia pun melanjutkan pekerjaannya lalu melengos meninggalkan Tania.
Tania seperti itu biasa menebak kalau anak itu berbohong, Tania bisa membedakan mana orang yang bohong mana yang tidak. Untuk selanjutnya, ia bisa melaporkan hal yang ia tadi terima kepada Gavi.
Gavi sedang minum teh di kantornya ketika Tania minta izin untuk masuk, ia memberi laporan kepada Gavi tentang informasi yang ia terima. Gavi mengangguk sambil memikirkan langkah selanjutnya. "Bisa ya dia bohong soal bolos-memolos, padahal aku lihat sendiri loh dia bercanda begitu. mungkin dia keceplosan."
"Kayaknya dia menekan anak-anak yang lain juga, soalnya apa yang ceritakan berbeda dengan apa yang dikatakan Dera. Dera nggak mungkin seberani itu, dia lebih takut sama aku."
"Dera memang anak yang polos, dan nggak mungkin dia berbohong, apakah orang-orang seperti Ranum kurang bahagia, jadi melakukan yang demikian?"
"Aku juga nggak tahu. Aku harus segera lanjut bekerja sehabis ini karena aku harus juga mengawasi mereka bertiga, Thomas juga harus diawasi."
"Ya, Thomas harus diperhatikan lebih jauh juga, kasihan anak itu."
"Ada pelanggan yang kurang sopan bahkan bisa dibilang melakukan pelecehan secara perilaku, sebenarnya itu anak-anak tapi si ibu dari anak-anak itu malah menertawai Thomas, seperti Thomas benda mati, tidak hidup." Tania bercerita.
"Thomas diapakan?"
"Digodain pakai kemoceng, dia itu orangnya ekspresif jadi beberapa tukang rundung mungkin tertarik untuk merundungnya. Sepertinya kita harus menjaga Thomas. Aku sempat tegur ibu si anak itu."
"Thomasnya bagaimana?"
"Thomasnya udah nggak apa-apa sepertinya, aku belum bertemu dia lagi. oh ya Gavi, aku harus segera kembali bekerja."
Gavi tidak rela ia berpisah dengan Tania, ditariknya Tania. "Gavi, kamu ngapain?"
"Sini, temani aku dulu Sayang."
"Aku mau kerja." Tania mencubit tangan Gavi.
"Aku butuh kamu sebentar saja."
"Kamu kenapa? Lagi sedih?"
"Menurut kamu aku sudah memberikan yang terbaik untuk mereka?"
"Untuk siapa?"
"Untuk orang-orang itu, seperti Ranum."
"Gaji maksudmu? Sudah kok, aku malah bahagia kamu punya ketegasan sama beberapa karyawan kamu yang mungkin dulunya kurang berdedikasi."
"Kamu yakin?"
"Aku yakin."
Gavi merapatkan tubuhnya kepada Tania, mata Tania terlihat. Hawa panas menjalar ke tubuh Tania, ia lalu memeluk Tania. "Aku mencari kebahagiaan lebih lagi setelah aku punya ini semua dan kamu, aku mau semua karyawanku setia."
"Sayang, nggak bisa gitu, dunia berputar, tapi percaya deh, kamu bisa ngelewatin ini semua. Aku bakal bantuin kamu. Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling membantu, sesama manusia juga begitu Kak."
Hembusan napas Tania menjalar ke wajah Gavi. Gavi langsung menciumnya, keduanya saling melumatkan bibir, mengadu lidah, saling menjambak rambut hingga pinggul mereka bergoyang-goyang karena Gavi bersandar ke tembok.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top