Gerah
Awalnya semua lancar seperti hidup pada umumnya. Namun mendadak, suntikan vitamin yang Ibu berikan membuat tubuhku layu. Tidak bisa digerakkan sedikit pun. Aku lumpuh.
Mungkin akibat perasaan bersalah orang itu, yang sehari-hari bekerja sebagai psikiater, Mama selalu menjagaku. Dengan jubah hitam kusut yang menutupi sekujur tubuhnya, Ia berdiri bungkuk di depan kasur.
"Ma, aku lapar."
Dirinya langsung sigap mengayunkan pisau dan mencincang. Ah bahagianya aku bisa disuapi daging yang sedikit alot tetapi segar ini.
"Ma, aku haus."
Dirinya tak lagi repot-repot mengangkat pisau. Yang perlu dilakukan hanyalah mengisi pipet dan menyodorkannya ke bibir pucatku. Ah bahagianya aku bisa diberi minuman yang sedikit membingungkan tetapi mengurangi dahaga.
Waktu demi waktu berlalu. Keheningan menguasai kamar. Sementara tubuh itu kembali ke tempat dan tak kunjung bergerak, tubuhku merasa gerah. Kulit-kulitnku mengerisut, mencari udara karena terlalu lama berbaring di posisi yang sama.
Lidahku bergerak, berusaha kembali meminta tolong agar tubuhku bisa digeser. Sayangnya, bibir ini tetap terkatup.
Aku mengerang dalam hati. Semakin berusaha kupaksa, semakin kuat bibir itu terkunci. Kini mataku juga ikut bermain. Ia justru membuka lebar, mungkin mencuri tenaga yang bisa membuka kunci bibirku.
Mama, tubuhku gerah. Tidak nyaman.
Mama, tubuhku kaku, Ma. Aku tidak merasakan apa-apa. Sekarang bibirku juga kelu.
Mama, tolong pindahkan aku ke kasur lain. Kasur ini menyiksa. Sisa tanganku tidak bisa bernafas.
Tolong, gerah sekali. Panas. Aku tidak kuat.
Tepat ketika butiran keringatku yang terakhir muncul, pintu terbuka dan Ibu terenyak mendapatiku.
Aku berusaha tersenyum merasakan tubuhku diangkat. Ternyata Ibu juga mendengarku. Segar sekali rasanya ketika air dingin menyambar sekujur tubuhku. Bahkan tak sampai situ saja, Ibu benar-benar menidurkanku di kasur baru. Bentuknya sedikit aneh seperti kotak penyimpanan, tetapi setidaknya warnanya lebih putih bersih.
Di samping kasur, beberapa orang bercakap-cakap dengan Ibu.
"Turut berduka ya Bu. Padahal usianya masih belia.
"Astaga, itu tangan anaknya kenapa, Bu?"
"Semenjak di Rumah Sakit Jiwa, Ia tertangkap sering menggerogoti tangannya sampai infeksi dan harus diamputasi. Aku sangat tidak sanggup melihatnya."
Ah Ibu, berlebihan sekali. Tidak perlu membuatku terharu. Bukankah dari dulu Ibu memang tidak menyukaiku?
Yah, aku harap Ibu akan lebih ramah kepada Mama. Soalnya Mama sudah tidak sabar menemui lho. Dari tadi saja kuku-kuku kotornya sudah siap bertengger di leher Ibu. Tetapi aku tidak ambil pusing. Yang penting, aku tidak gerah lagi.
Sebelum pergi dengan Mama, jangan lupa tutup kasurku ya, Bu.
[ditulis oleh diriku sendiri.]
—————————————-
Halo kalian semua. Aku sangat merindukan kalian. Semoga keadaan kalian baik-baik saja. Tetap di rumah ya. Jangan berkeliaran. Kamu pikir bayangan berkepala hancur itu sudah berhenti mengikutimu? Tetesan darah dari ususnya yang malang saja masih segar di belakang kakimu. Jangan lupa berdoa ya :)
(p.s.: yang puasa, bertahanlah dan terus semangat. es sirup menunggu.)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top